Selasa, 03 Desember 2013

Walhi Minta Walikota Serius Atasi Sampah dan Banjir


Walhi Minta Walikota Serius Atasi Sampah dan Banjir

KUPANG, SUARAFLORES.COM,- Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Timur, Hery Naif, meminta Walikota dan Wakil Walikota Kupang serius menangani masalah sampah. Sebab pengelolaan sampah di Kota Kupang masih amburadul yang menyebabkan terjadi banjir setiap tahun
 
“Saat ini hujan sudah mulai turun, pasti warga Kota Kupang akan mengalami serbuan sampah dari mana-mana, baik sampah dalam kota maupun sampah dari luar kota. Untuk itu, pemerintah kota harus segera mengantisipasi agar tidak terjadi banjir besar karena selokan-selokan disumbat oleh sampah,” tandas Hery, Selasa (19/11) di ruangan kerjanya.

Untuk jangka panjang, lanjut Herry, Pemkot Kupang harus membuka pabrik pengelolaan sampah, karena ada sampah yang bisa didaur ulang dan ada yang bisa dijadikan kompos. Bila pemerintah tidak mampu hendaknya  melibatkan pihak swasta yang berkompeten dalam mengurus sampah.

“Jika pemerintah sendiri tidak mampu, harus libatkan pihak swasta. Ada pihak yang serius mau tangani sampah. Selain itu, kesadaran warga menjadi penting dalam gerakan bersih lingkungan dan hemat sampah,” kata Herry.

Menurut Hery, banjir dan sampah adalah permasalahan kota yang sedang berkembang dan akan semakin parah bila tidak di atasi secara serius. Karena banjir terjadi bila penataan ruang kota dalam pembangunan tidak mendapat perhatian serius.

“Banjir di Kota Kupang akan menjadi permasalahan serius karena topografi kota  yang berbukit menambah laju air. Untuk itu, hendaknya dibuat bak resapan oleh warga agar air hujan ini tidak langsung ke laut. Sekaligus menjadi solusi untuk penyedian air tanah,” katanya. (AK-1)

 


Gubernur NTT Marah, Iklan Lifebuoy Dianggap Eksploitasi Kemiskinan NTT





Gubernur NTT Marah, Iklan Lifebuoy Dianggap Eksploitasi Kemiskinan NTT

 

Iklan 5 tahun bisa untuk NTT di televisi nasional yang diprotes masyarakat dan Gubernur NTT.
Iklan 5 tahun bisa untuk NTT di televisi nasional yang diprotes masyarakat dan Gubernur NTT. (sumber: Suara Pembaruan/Yoseph Kelen)
Kupang - Iklan PT Unilever Indonesia melalui merk sabun Lifebuoy mengampanyekan program "Lima Tahun Bisa untuk Nusa Tenggara Timur (NTT)" menuai protes dari Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya.
Menurutnya, iklan tersebut mengekploitasi kemiskinan di NTT.
“Tanpa sabun Lifebuoy, anak-anak NTT tidak bisa merayakan ulang tahun yang ke lima. Dengan iklan tersebut, sebagai Gubernur saya tersinggung”, ujar Frans Lebu Raya, ketika menghadiri Pekan Penerimaan Anggota Baru, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Kupang, Sabtu (30/11).
Baginya, kalau mau berbinis untuk kepentingan dunia usaha, Unilever jangan mengekploitasi kemiskinan di NTT.
“Jujur saja, boleh membantu orang NTT tapi jangan mengeksploitir kemiskinan untuk kepentingan dunia usaha”, Ujarnya.
Menurut pendiri GMNI NTT ini, dirinya sudah memerintahkan Sekretaris Daerah NTT untuk mencari perwakilan Lifebuoy untuk menghentikan iklan tersebut.
Untuk diketahui iklan "Lima Tahun Bisa untuk NTT", Lifebuoy memilih Desa Bitobe di Kabupaten Kupang sebagai proyek percontohan.
Iklan sabun mandi Lifebuoy versi "5 Tahun Bisa untuk NTT" bukan saja diprotes Gubernur NTT, namun masyarakat NTT juga memprotes terhadap iklan itu karena dianggap melecehkan masyarakat NTT.
Mereka menyebarkan petisi penolakan dan meminta iklan tersebut dihentikan penayangannya.
"Sebagai warga NTT merasa terganggu dengan iklan Lifebuoy yang ditayangkan di media televisi nasional. Kami menilai isi iklan itu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kami berani bilang itu adalah bentuk eksploitasi kemiskinan untuk kepentingan bisnis," kata Ketua Garda Bangsa Provinsi NTT Buche Brikmar di Kupang.
Iklan tersebut bertutur tentang kebiasaan warga Desa Bitobe, NTT, yang kurang memiliki kesadaran tentang hidup bersih. Akibat tidak hidup bersih, disebut dalam iklan itu, satu dari empat balita di NTT meninggal karena diare.
"Dalam isi iklan itu seolah-olah dengan membeli sabun Lifebuoy, maka dengan sendirinya kita menyelamatkan anak-anak NTT untuk bisa mengikuti ulang tahun yang ke lima. Ini jelas merupakan pencitraan produk," kata Buche.
Secara terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Heribertus Naif, yang merupakan salah seorang pengagas petisi penolakan, mendesak Pemerintah Provinsi NTT untuk meminta penghentian tayangan iklan tersebut.
"Apa benar semua anak NTT terancam mati sebelum berusia lima tahun? Apa benar Lifebuoy yang membuat saya bisa merayakan ulang tahun ke 33? Apa benar hanya Lifebuoy yang peduli NTT? Kami Menuntut KPI melalui Gubernur NTT untuk segera menghentikan iklan itu dan segera pulihkan nama baik NTT yang dilecehkan," kata Heribertus.

Gubernur NTT Marah, Iklan Lifebuoy Dianggap Eksploitasi Kemiskinan NTT





Gubernur NTT Marah, Iklan Lifebuoy Dianggap Eksploitasi Kemiskinan NTT

 

Iklan 5 tahun bisa untuk NTT di televisi nasional yang diprotes masyarakat dan Gubernur NTT.
Iklan 5 tahun bisa untuk NTT di televisi nasional yang diprotes masyarakat dan Gubernur NTT. (sumber: Suara Pembaruan/Yoseph Kelen)
Kupang - Iklan PT Unilever Indonesia melalui merk sabun Lifebuoy mengampanyekan program "Lima Tahun Bisa untuk Nusa Tenggara Timur (NTT)" menuai protes dari Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya.
Menurutnya, iklan tersebut mengekploitasi kemiskinan di NTT.
“Tanpa sabun Lifebuoy, anak-anak NTT tidak bisa merayakan ulang tahun yang ke lima. Dengan iklan tersebut, sebagai Gubernur saya tersinggung”, ujar Frans Lebu Raya, ketika menghadiri Pekan Penerimaan Anggota Baru, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Kupang, Sabtu (30/11).
Baginya, kalau mau berbinis untuk kepentingan dunia usaha, Unilever jangan mengekploitasi kemiskinan di NTT.
“Jujur saja, boleh membantu orang NTT tapi jangan mengeksploitir kemiskinan untuk kepentingan dunia usaha”, Ujarnya.
Menurut pendiri GMNI NTT ini, dirinya sudah memerintahkan Sekretaris Daerah NTT untuk mencari perwakilan Lifebuoy untuk menghentikan iklan tersebut.
Untuk diketahui iklan "Lima Tahun Bisa untuk NTT", Lifebuoy memilih Desa Bitobe di Kabupaten Kupang sebagai proyek percontohan.
Iklan sabun mandi Lifebuoy versi "5 Tahun Bisa untuk NTT" bukan saja diprotes Gubernur NTT, namun masyarakat NTT juga memprotes terhadap iklan itu karena dianggap melecehkan masyarakat NTT.
Mereka menyebarkan petisi penolakan dan meminta iklan tersebut dihentikan penayangannya.
"Sebagai warga NTT merasa terganggu dengan iklan Lifebuoy yang ditayangkan di media televisi nasional. Kami menilai isi iklan itu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kami berani bilang itu adalah bentuk eksploitasi kemiskinan untuk kepentingan bisnis," kata Ketua Garda Bangsa Provinsi NTT Buche Brikmar di Kupang.
Iklan tersebut bertutur tentang kebiasaan warga Desa Bitobe, NTT, yang kurang memiliki kesadaran tentang hidup bersih. Akibat tidak hidup bersih, disebut dalam iklan itu, satu dari empat balita di NTT meninggal karena diare.
"Dalam isi iklan itu seolah-olah dengan membeli sabun Lifebuoy, maka dengan sendirinya kita menyelamatkan anak-anak NTT untuk bisa mengikuti ulang tahun yang ke lima. Ini jelas merupakan pencitraan produk," kata Buche.
Secara terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Heribertus Naif, yang merupakan salah seorang pengagas petisi penolakan, mendesak Pemerintah Provinsi NTT untuk meminta penghentian tayangan iklan tersebut.
"Apa benar semua anak NTT terancam mati sebelum berusia lima tahun? Apa benar Lifebuoy yang membuat saya bisa merayakan ulang tahun ke 33? Apa benar hanya Lifebuoy yang peduli NTT? Kami Menuntut KPI melalui Gubernur NTT untuk segera menghentikan iklan itu dan segera pulihkan nama baik NTT yang dilecehkan," kata Heribertus.

Gubernur NTT Marah, Iklan Lifebuoy Dianggap Eksploitasi Kemiskinan NTT





Gubernur NTT Marah, Iklan Lifebuoy Dianggap Eksploitasi Kemiskinan NTT

 

Iklan 5 tahun bisa untuk NTT di televisi nasional yang diprotes masyarakat dan Gubernur NTT.
Iklan 5 tahun bisa untuk NTT di televisi nasional yang diprotes masyarakat dan Gubernur NTT. (sumber: Suara Pembaruan/Yoseph Kelen)
Kupang - Iklan PT Unilever Indonesia melalui merk sabun Lifebuoy mengampanyekan program "Lima Tahun Bisa untuk Nusa Tenggara Timur (NTT)" menuai protes dari Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya.
Menurutnya, iklan tersebut mengekploitasi kemiskinan di NTT.
“Tanpa sabun Lifebuoy, anak-anak NTT tidak bisa merayakan ulang tahun yang ke lima. Dengan iklan tersebut, sebagai Gubernur saya tersinggung”, ujar Frans Lebu Raya, ketika menghadiri Pekan Penerimaan Anggota Baru, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Kupang, Sabtu (30/11).
Baginya, kalau mau berbinis untuk kepentingan dunia usaha, Unilever jangan mengekploitasi kemiskinan di NTT.
“Jujur saja, boleh membantu orang NTT tapi jangan mengeksploitir kemiskinan untuk kepentingan dunia usaha”, Ujarnya.
Menurut pendiri GMNI NTT ini, dirinya sudah memerintahkan Sekretaris Daerah NTT untuk mencari perwakilan Lifebuoy untuk menghentikan iklan tersebut.
Untuk diketahui iklan "Lima Tahun Bisa untuk NTT", Lifebuoy memilih Desa Bitobe di Kabupaten Kupang sebagai proyek percontohan.
Iklan sabun mandi Lifebuoy versi "5 Tahun Bisa untuk NTT" bukan saja diprotes Gubernur NTT, namun masyarakat NTT juga memprotes terhadap iklan itu karena dianggap melecehkan masyarakat NTT.
Mereka menyebarkan petisi penolakan dan meminta iklan tersebut dihentikan penayangannya.
"Sebagai warga NTT merasa terganggu dengan iklan Lifebuoy yang ditayangkan di media televisi nasional. Kami menilai isi iklan itu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kami berani bilang itu adalah bentuk eksploitasi kemiskinan untuk kepentingan bisnis," kata Ketua Garda Bangsa Provinsi NTT Buche Brikmar di Kupang.
Iklan tersebut bertutur tentang kebiasaan warga Desa Bitobe, NTT, yang kurang memiliki kesadaran tentang hidup bersih. Akibat tidak hidup bersih, disebut dalam iklan itu, satu dari empat balita di NTT meninggal karena diare.
"Dalam isi iklan itu seolah-olah dengan membeli sabun Lifebuoy, maka dengan sendirinya kita menyelamatkan anak-anak NTT untuk bisa mengikuti ulang tahun yang ke lima. Ini jelas merupakan pencitraan produk," kata Buche.
Secara terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Heribertus Naif, yang merupakan salah seorang pengagas petisi penolakan, mendesak Pemerintah Provinsi NTT untuk meminta penghentian tayangan iklan tersebut.
"Apa benar semua anak NTT terancam mati sebelum berusia lima tahun? Apa benar Lifebuoy yang membuat saya bisa merayakan ulang tahun ke 33? Apa benar hanya Lifebuoy yang peduli NTT? Kami Menuntut KPI melalui Gubernur NTT untuk segera menghentikan iklan itu dan segera pulihkan nama baik NTT yang dilecehkan," kata Heribertus.

Minggu, 01 Desember 2013

Selamatkan Pulau-Pulau Kecil dari Ancaman Perubahan Iklim

Selamatkan Pulau-Pulau Kecil dari Ancaman Perubahan Iklim
Kupang-suaraflores.com, Direktur Ekseutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT), Heribertus Naif, mengatakan, pulau-pulau kecil harus diselamatkan sedini mungkin. Karena, ditengah permasalahan pemanasan global dan perubahaan iklim yang berakibat pada ketersediaan air dan pangan menjadi hal yang krusial. Dengan kondisi ini, semua pihak dituntut untuk berperan dalam mendorong upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahaan iklim. Oleh karena itu, penyelamatan pulau-pulau kecil yang terurai dalam kajian daya dukung dan daya tampung lingkunan menjadi hal krusial.
Artinya, bahwa kita perlu mengetahui seberapa luas, kawasan hutan dan resapan, yang mana menjadi water scathaman area (kawasan penyimpan air), Mustahil, ada air tanpa hutan,” katanya kepada suaraflores.com, Selasa/01/10/2013, di Kantor Walhi NTT.
Heribertus Naif mengatakan, gugus Sunda Kecil (Bali, NTB dan NTT) dan Maluku serta Maluku Utara, terdiri dari lebih kurang 5. 037 pulau, dan berpenduduk 13. 963. 958 jiwa. Sebagaimana daerah kepulauan lainnya, Sunda Kecil dan Maluku merupakan daerah vulkanik aktif dan memiliki patahan lempeng yang mudah menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Daerah resapan air lebih sempit, sedangkan tingkat erosi lebih tinggi. Sebagian besar wilayah pulau, terdiri dari pesisir dan laut. Iklim regional merupakan, iklim mikro yang dipengaruhi keadaan topografi dan laut. Kemudian menimbulkan iklim musiman yang khas dengan suhu yang relatif panas, dan curah hujan yang relatif kurang, jika dibandingkan pulau besar. Kontur daratan yang berpegunungan, dan pesisir yang sangat luas menjadikan Sunda Kecil dan Maluku memiliki kekayaan alam (hayati, Mineral dll) yang berlimpah.
Dia mengatakan, lingkungan lebih terspesialisasi dengan proporsi jenis endemik yang lebih tinggi dibandingkan komunitas keseluruhan yang secara kuantitatif miskin. Hal tersebut juga berarti, Sunda Kecil dan Maluku memiliki kerentanan ekologis, fisik serta sosial-budaya.
Kesamaan karakteristik yang menyatukan Bali, Nusa Tenggara dan Maluku adalah kesamaan geografis (merupakan pulaupulau kecil) dengan ciri khas sama. Di antaranya, luasan lahan dan hutannya yang terbatas, dan memiliki keragaman hayati yang rendah, tetapi memiliki keragaman sosial, budaya dan ekonomi, yang pluralis seturut karakteristik sebuah pulau.
Mantan Manajer Eksekutif Walhi NTT ini menambahkan, pulau kecil juga memiliki relasi kebergantungan antara satu pulau dengan pulau tetangganya, agar saling memenuhi kebutuhan. Sunda Kecil dan Maluku, memiliki keunikan antar satu pulau dengan pulau lainnya. Baik dari segi etnisitas, keanekaragaman hayati, dan sumber daya alamnya. Keragaman tersebut menumbuhkan keragaman budaya dari relasi manusia dengan alamnya.
Selain itu, sunda Kecil dan Maluku memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap ancaman geologis, dinamika sosial politik serta ekonomi budaya di tingkat lokal maupun nasional, terhadap ekspansi eksploitasi dan ekstraksi sumber daya alam (Pesisir dan daratan) untuk memenuhi kebutuhan pasar bebas.

Wacana pemanasan global dan perubahan iklim yang lagi santer dibicarakan menjadi kerisauhan warga pulau-pulau kecil. Karena itu, dibutuhkan model pendekatan pengelolaan Sumber Daya Alam yang berbeda dengan pulau-pulau besar dalam upaya memastikan terjaganya sumber-sumber kehidupan rakyat. Model pengelolaan sumber daya alam bias pulau besar, sejak lama tidak disadari sebagai sebuah permasalahan yang tidak melihat daya tampung dan daya dukung lingkungan. Sebab, pulau-pulau kecil memiliki kerentanan terhadap ancaman perubahan ikllim.
Lebih lanjut dia menambahkan, bahwa evaluasi atas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi fundamen untuk menentukan ruang kelola yang sesuai dengan potensi kewilayahan. Bukannya serampangan dilakukan pengelolaan, kuatirnya akan terjadi overlapping (tumpang tindih) wilayah kelola yang tidak sesuai peruntukannya.
Selain itu, juga dibutuhkan kerja sama antar instansi pemerintah yang berkorelasi dengan isu lingkungan hidup, agar dilakukan sebuah kajian yang komprehensif.

Nilai kearifan lokal yang kosmosentris hendaknya dijadikan sebagai sumber inspirasi, agar diakomodir dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Untuk mendukung itu, masyarakat kepulauan harus dijadikan sebagai subjek dalam pengelolaan sumber daya alam, bukannya dijadikan sebagai penonton. (nes)

PERTUMBUHAN PERTAMBANGAN DI NTT


Timeks, 29 September 2013

PERTUMBUHAN PERTAMBANGAN DI NTT

Dalam beberapa tahun terakhir arus investasi pertambangan di NTT meningkat pesat. Sesuai dengan data kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, di NTT terdapat 56 Ijin Usaha Pertambangan yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Pertambangan dan peraturan Pemerintah No. 22 dan 23 Tahun 2011.
IUP itu terdiri dari 2 IUP yang dikeluarkan Gubernur (IUP) Propinsi, satu (1) di Kabupaten Kupang, 14 IUP di Kabupaten Belu, di Alor ada 9 IUP, Ende, 16 IU, Manggarai (14) IUP. Tetapi secara faktual, pertambangan hampir dilakukan di seluruh di Kabupaten di NTT misalnya pertambangan mangan (14 IUP) di Kabupaten TTU, Pertambangan Emas di Lai Wanggi Wanggameti (kabupaten Sumba Timur) dan Kawasan Manupeu Tana Daru (Kabupaten Sumba Tengah).
Ada juga pertambangan emas di Batu Gosok, Waning dan Tebedo (Kabupaten Manggarai Barat), Pertambangan Emas di Lembata, Tambang Migas di Kolbano yang mencakupi 16 Kecamatan di Kabupaten TTS dan 2 Kecamatan di Kabupaten Kupang. Selain itu, ada 23 IUP di Kabupaten Manggarai, 13 IUP di Kabupaten Manggarai Timur dan 10 IUP di Kabupaten Manggarai Barat.

Negara Dinilai Gagal Harus Jamin Tersediannya Ruang Hidup yang Memadai


Timexs, 29 September 2013

Negara Dinilai Gagal

Harus Jamin Tersediannya Ruang Hidup yang Memadai

SAAT ini cita-cita kebangsaan yang memimpikan tegaknya kedaulatan ber-Negara dan rakyat atas sumber-sumber kehidupannya, bahkan jika dirunut sejak proklamasi 17 Agustus 1945, sudah terlalu lama rasanya menunggu sebuah perubahan atau pembaharuan yang benar-benar bisa menjanjikan masal depan bangsa yaitu: bangsa yang secara terus menerus mengalami perbaikan fundamental untuk mewujudkan cita-cita bersama.
Nur Hidayati dari Eksekutif Nasional (Eknas) Walhi, mengatakan kerusakan sumber-sumber kehidupan rakyat baik di darat maupun di laut semakin masif, sehingga negara telah gagal dalam menjamin tersedianya ruang hidup yang memadai bagi warganya.
Secara khusus di kawasan pesisir Sunda Kecil dan Maluku, jelas Hidayati, ancaman demi ancaman terus menghantui kehidupan. Ancaman tersebut datang dari sistem ekonomi-politik yang justru lebih memberi ruang dan peluang bagi korporasi dari warga, untuk mengeruk potensi-potensi pesisir melalui usaha-usaha tambang, pariwisata, budidaya dan lainnya yang justru semakin membatasi ruang gerak dan hidup warga.
Menurutnya, situasi tersebut bukanlah berjalan tanpa “perlawanan” warga namun upaya warga untk mempertahankan sumber-sumber kehidupannya justru berujung pada kriminalisasi, intimidasi serta teror. Kondisi tersebut semakin mempertegas posisi negara yang gagal melindungi kepentingan warganya.
Disebutkan, setidaknya terdapat dua aras penting agar “gerakan” terkristalisasi menjadi kemenangan, yaitu upaya-upaya mempertahankan sumber-sumber daya pesisir mesti dibangun menjadi kesadaran kolektif atau kesamaan platform yang terintegrasi dalma rencana aksi masing-masing sehingga cita-cita untuk mewujudkan tegaknya keadilan pengelolaan pesisir, tidak lagi terfragmentasi dalma batas ruang dan waktu.
Selain itu, bermunculannya gerakan-gerakan warga dan organisasi masyarakat sipil yang secara terus menerus memperjuangkan keadilan pesisir, haruslah dapat dirajut dalam jejaring konsolidasi. Sehingga ke depan perjuangan untuk keadilan pesisir, serta memiliki daya paksa yang jauh lebih kuat dari saat ini. “Hal ini penting untuk dilakukan untuk lahirnya produk-produk kebijakan yang jauh lebih kuat dari saat ini dan juga untluk lahirnya produk-produk kebijakan yang pro keadilan, pesisir memiliki daya dobrak yang jauh lebih dahsyat dari saat ini, sehingga dapat memberikan pukulan-pukulan berarti bagi kekuatan-kekuatan penghambat, demi tegaknya keadilan pesisir. Jika dua hal ini dikerjakan secara baik, tentunya kita cita-cita tidak hanya menjadi mimpi pastinya melahirkan kelompok-kelompok warga yang akan meretas segala ketidakmungkinan menjadi mungkin tandas Nurhidayati.

Hentikan Tambang, Lindungi Ekosistem


Timex, 29 September 2013

Hentikan Tambang, Lindungi Ekosistem

DAERAH Kepulauan Sunda Kecil dan Maluku memiliki garis pantai terpanjang di antara regional Indonesia. Hal tersebut setidaknya berarti bahwa Sunda Kecil dan Maluku memiliki kekayaan maritim yang cukup untuk mensejahterakan masyarakat pesisir.
Namun kondisi tersebut ternyata tidak berlaku otomatis, dimana fakta-fakta lapangan justeru menunjukkan bagaimana masyarakat pesisir hidup dalam keterbelakangan sosial serta ekonomi.
Direktur Walhi NTT, Herry Naif, mengatakan bahwa di NTT yang juga merupakan wilayah kepulauan, memiliki perairan laut yang sangat kaya potensi. Salah satunya adalah terumbu karang. Kekayaan ini tidak tidak disertai dengan upaya pelestarian pengembangan ekosistem laut termasuk mangrove, kestraoni dan padang lamun.
Padahal, menurut Herry Naif terumbu karang memiliki manfaat yang sangat luar biasa, misalnya sebagai tempat ikan memijar, berkembang biak, dan tempat ikan mencari makan. Keberadaan terumbuh karang hampir merata di semua kabupaten/kota di NTT. Namun, yang cukup significant terdaftar di sekitar Teluk Kupang, Teluk Maumere, Riung 17 Pulau, pantai Utara, Timur dan selatan Sumba, Alor Lembata dan Labuan Bajo.
Menurutnya NTT termasuk daerah yang memiliki terumbu karang yang cukup baik di Indonesia. Namun dalam perkembangan dapatn disinyalir oleh para peneliti, bahwa kurang dari 33,4 persen saja yang masih bagus.
Itu berarti, terumbu karang di NTT juga mengalami kerusakan akibat aktivias penambangan karang, pengangkapan ikan degnan alat tangkap terlarang, pengeboman, penggunaan bahan beracun ditambah lagi lemahnya koordinasi dan pengawasan antar sektor pemangku kepentingan. Belum lagi, kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang urgensitas pelestarian terumbu karang, buangan limbah dan sampah rumah tangga.
Herry menyebutan, NTT sebetulnya merupakan daerah yang memiliki potensi perairan yang seharusnya menjadi modal bagi pemerintah provinsi untuk dikelola dan dilestarikan sebagai kekayaan. Dan, keberadaan pesisir NTT yang sebelumnya hampir bersih dari pencemaran, kini semakin terancam dengan masuknya industri pertambangan.
Disebutkan, peluang investasi pertambangan dilihat sebagai akses pengelolaan SDA untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD seakan menjadi pra-syarat mutlak untuk mendapatkan kue pembangunan. Akibatnya, pemerintah daerah mengmbil jalan pintas untuk meningkat PAD dengan masifnya eksploitasi SDA hampir di seluruh wilayah NTT.
Kondisi ini pun, jelas Herry dialami di NTT, yang mana hampir sebagian pemerintah kabupaten melakukan kontrak kesepahaman dengan investor tambang dengan argumentasi peningkatan PAD, dan aktivitas pertambangan pun tak kalah dilakukan di seluruh wilayah kepulauan NTT. Misalnya jumlah pemohon ijin di Kabupaten Kupang sampai bulan Desember 2010 terdata 80 persen yang rata-rata sudah beroperasi.
Disebutkan jumlah peromohonan ijin di Kabupaten TTS ada 126 (IPR dan IUP), dimana tiga perusahanan telah mendapatkan IUP produksi yaitu PT. Soe Makmur Resourcess (2010), PT. Elang Perkasa Resourcess dan PT. Nisso Steel Indonesia (2011). Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah permohonan ijin 27 IUP eksplorasi, 112 IPR dan empat perusahaan telah mendapat IUP eksplorasi. Dua diantaranya adalah PT. Elang Perkasa Resourcess Indonesia dan PT. Elgari Perkasa Resourcess Indonesia. “Di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan. Ada pertambangan minyak di blok migas Kolbano yang mencakupi 16 Kecamamatan di Kabupaten TTS dan dua kecamatan di Kabupaten Kupang oleh PT. Eny West Timor, sebut Herry.
Sedangkan di Pulau Sumba, khusus Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah mencakupi kawasan Lai Wanggi Wanggameti dan Kawasan Manupeu Tanadaru.
Sedangkan di Pulau Flores, ada pertambangan mangan di Sirise dan Torong Besi di Kabupaten Manggarai yang memasuki areal kawasan hutan lindung. Ada juga pertambangan biji besi dan batu bara di Riung, Kabupaten Ngada yang merupakan kawasan penyangga untk kawasan pariwisata 17 pulau.
“Ada pula pertambangan emas di Tebedo dan Batu Gosok di Kabupaten Manggarai Barat, serta pertambangan emas di Pulau Alor, daerah yang sering dikunjungi bencana gempa bumi. Termasuk pertambangan emas di Pulau Lembata yang mendapatkan perlawanan rakyat dan Gereja yang kemudian surat keputusan Bupati harus dicabut, “sebut Herry.
Selama ini, jelas Herry, beberapa pertambangan emas di Lai Wanggi Wanggameti Kabupaten Sumba Timur dan Manupeu Tana Daru, dimana kedua tempat ini adalah kawasan lindung yang terdaftar sebagai Taman Nasional.
Sedangkan tambang mangan di Sirise dan Torong Besi, sementara dalam proses hukum dimana ada gugatan class action dari warga setempat. “Di Kabupaten Manggarai Barat, semua ijin usaha pertambangan (IUP) dicabut dan ditolak permohonannya oleh Bupati Agustinus Dula” imbuhnya.
Bagi Herry, dari data yang ada terlihat bahwa NTT masif dilakukan pertambangan. Dia menilai, pertambangan hampir menjadi pilihan bidang yang dikembangkan di NTT, pragmatis. Padahal, dalam sebuah kajian yang lebih luas dan terbukti bahwa pertambangan membawa degradasi kualitas lingkungan yang luar biasa.
“Hutan yang dilindungi dengan aturan adat dan Undang-undang Kehutanan akan hancur, hanya untuk memenuhi kepentingan sesaat. Tidak heran, dimana-mana terjadi konflik vertikal antara pemerintah dan masyarakat. Kesulitan air untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Banyak lahan pertanian rakyat dicaplok perusahaan. Kualitas kesehatan masyarakat makin menurun, hilangnya kearifan lokal akibatnya masuknya nilai-nilai luar. Dan masih banyak lagi masalah yang timbul dan bisa dilitanikan ,” urai Herry Naif. (Obed Gerimu/Semy)

Bersama Aktivis WALHI Berkarya untuk Lingkungan Ayo, Selamatkan Alam Kita!


Timeks, 29 September 2013

Bersama Aktivis WALHI Berkarya untuk Lingkungan

Ayo, Selamatkan Alam Kita!

LEMBAGA Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), kembali melakukan konsolidasi regional (Konreg) di Kota Kupang. Tentunya, dengan mengusung tema tentang lingkungan hidup, yaitu bagaimana memetakan potensi daerah kepulauan regional Bali, Nusa Tenggara dan Maluku Utara (Banusrama), dalam memperluas akses terhadap sumber daya alam (SDA).
Konreg digelar di aula Hotel Dewata Kupang yang beralamat di Jalan Tompello selama dua hari yaitu (26/27/9) dengan tema “Mempertegas akses dan kontrol sumber daya alam masyarakat pulau-pulau kecil”.
Kegiatan ini bertujuan agar terajut kesadaran kolektif warga region Banusrama dalam upaya mendorong lahir dan tegaknya kedaulatan atas akses dan aset sumber daya pesisir. Selain, terajutnya jaringan kerjasama antar stakeholder dalam upaya penyelamatan wilayah pesisir Banusrama.
Hadir Nur Hidayati, Kepala Depertemen Kampanye dan Advokasi Eksekutif Nasional (Eknas) Walhi. Selain itu tuan rumah Walhi NTT, hadir perwakilan dari Eksekutif Daerah (Ekda) Walhi Propinsi Bali, NTB dan Maluku Utara.
Nur Hidayati, dalam kegiatan itu mengaku konreg juga bertujuan agar semakin memperluas gerakan penyelamatan pesisir region Banusrama. Di samping adanya piagam dan road map bersama yang memuat prinsip-prinsip pengelolaan perairan (pesisir) yang berkeadilan serta komitmen kerja bersama dalam agenda penyelamatan pesisir.
Sehingga pada akhirnya dapat terbentuk jejaring konsolidasi Walhi se-region Banusrama dan adanya road map bersama pengelolaan pesisir dan prasarana pendukung bagi upaya-upaya mewujudkan pesisir yang akan diintegrasikan dalam rencana aksi masing-masing dan juga adanya penemuan core-campaign untuk regio Banusrama.
Dijelaskan, gugus sunda kecil (Bali, NTB dan NTT) dan Maluku Utara, terdiri dari lebih kurang 5.037 pulau dan berpenduduk 13. 963.958 jiwa. Sebagaimana daerah kepulauan lainnya, Sunda Kecildan Maluku merupakan daerah vulkanik aktif dan memiliki patahan lemping yang muda menimbulkan gempa bumi dan tsunami. “Daerah resapan air lebih sempit sedangkan tingkat eropsi yang lebih tinggi. Sebagian besar wilayah pulau terdiri dari pesisir dan laut. Iklim regional merupakan iklim makro yang sangat dipengaruhi oleh keadaan topografi dan laut yang kemudian menimbulkan iklim musiman yang khas dengan suhu yang relatif kurang jika dibandingkan pulau besar. Kontur daratan yang berpegunungan dan pesisir yang sangat luas menjadikan Sunda Kecil dan Maluku memiliki kekayaan alam yang berlimpah,” jelas Hidayati.
Menurut Hidayati, lingkungan lebih terspesialis dengan proporsi jenis endemik yang lebih tinggi dibandingkan komunitas keseluruhan yang secara kuatitatif miskin. Dan, hal tersebut menurutnya juga berarti Sunda Kecil dan Maluku memiliki kerentanan ekolgoi, fisik serta sosial budaya.
Baginya kesamaan karakteristik yang menyatakan Bali dan Nusa Tenggara dan Maluku adalah kesamaan geografis dimana merupakan pulau-pulau kecil dengan ciri khas yang sama, diantaranya luasan lahan dan hutannya yang terbatas, tapi memiliki keragaman hanyati yang rendah, juga keragaman sosial ekonomi yang berkembang mengikuti karakteristik sebuah pulau. “Pulau kecil yang memiliki relasi yang khas antara satu pulau dengan pulau tetangganya, dalam hal saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Sunda Kecil dan Maluku yang merupakan pulau-pulau kecil, memiliki keunikan antar satu pulau dengan pulau lainnya, baik dari segi entitas, keanekaragaman hayati dan sumber daya alam-nya. Keragaman tersebut menumbuhkan keragaman budaya dari relasi manusia dengan alam-nya,” Jelas Hidayati.
Ditambahkan, sebagai kawasan yang terdiri dari pulau-pulau kecil, Sunda Kecil dan maluku, memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap ancaman geologis, dinamika sosial politik serta ekonomi budaya di tingkat lokal, eksploitasi dan ekstraksi SDA Pesisir dan daratan, pasar bebas, pemanasan global dan perubahan iklim. Untuk itu, dibutuhkan model pendekatan pengelolaan SDA yang berbeda dalam upaya memastikan terjanganya sumber-sumber kehidupan rakyat. (obed gerimu/semy)

Iklan Lifebouy Tuai Protes


Iklan Lifeboy "5 Tahun Bisa untuk NTT". | youtube
33
5

42
KUPANG, KOMPAS.com - Iklan sabun mandi Lifebuoy versi "5 Tahun Bisa untuk NTT" diprotes sejumlah warga Nusa Tenggara Timur (NTT). Iklan itu dianggap melecehkan masyarakat NTT. Mereka menyebarkan petisi penolakan dan meminta iklan tersebut dihentikan penayangannya.
“Sebagian warga NTT merasa terganggu dengan iklan Lifebuoy yang ditayangkan di media televisi nasional. Kami menilai isi iklan itu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kami berani bilang itu adalah bentuk eksploitasi kemiskinan untuk kepentingan bisnis dan kepentingan tertentu," kata Ketua Garda Bangsa Provinsi NTT, Buche Brikmar kepada Kompas.com di kupang, Sabtu (30/11/2013).

Iklan tersebut bertutur tentang kebiasaan warga Desa Bitobe, NTT, yang kurang memiliki kesadaran tentang hidup bersih. Akibat tidak hidup bersih, disebut dalam iklan itu, satu dari empat balita di NTT meninggal karena diare.

Iklan itu lantas mengajak partisipasi dalam bentuk donasi untuk mengajarkan hidup bersih pada warga Desa Bitobe agar para balita di desa itu bisa merayakan ulangtahun kelima mereka dan seterusnya.

“Dalam isi iklan itu seolah-olah dengan membeli sabun Lifebuoy, maka dengan sendirinya kita menyelamatkan anak-anak NTT untuk bisa mengikuti ulang tahun yang kelima. Ini jelas merupakan pencitraan produk," kata Buche.

Dihubungi terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Heribertus Naif, yang merupakan salah seorang pengagas petisi penolakan, mendesak Pemerintah Provinsi NTT untuk meminta penghentian tayangan iklan.

“Apa benar semua anak NTT terancam mati sebelum berusia lima tahun? Apa benar Lifebuoy yang membuat saya bisa merayakan ulang tahun ke 33? Apa benar hanya Lifebuoy yang peduli NTT? Kami menuntut KPI melalui Gubernur NTT untuk segera menghentikan iklan itu dan segera pulihkan nama baik NTT yang dilecehkan,” kata dia.

Tanggapan Lifebuoy

Senior Brand Manager Lifebuoy Unilever, Adina Tontey ketika dihubungi via telepon mengatakan, pihaknya tidak pernah berniat untuk melecehkan warga NTT

“Dalam iklan itu memang jelas sekali kondisi sebenarnya yang terjadi di Desa Bitobe, Kecamatan Amfoang Tengah, Kabupaten Kupang. Iklan ini bertujuan membantu mencegah kematian balita di NTT di masa mendatang. Pasalnya, sesuai data Dinas Kesehatan NTT, kematian balita mencapai 71 persen dari 1.000 kelahiran hidup dan penyebab utamanya adalah diare," kata Adina.

Ia menyebut, donasi yang terkumpul sudah mencapai Rp 700 juta dan semuanya akan didonasikan untuk kepentingan warga Desa Bitobe.

Adina mengungkapkan, ia ingin bertemu dengan pihak-pihak yang membuat petisi untuk membicarakan masalah ini.

Selasa, 01 Oktober 2013

Bersama Aktivis WALHI Berkarya untuk Lingkungan Ayo, Selamatkan Alam Kita!


Bersama Aktivis WALHI Berkarya untuk Lingkungan

Ayo, Selamatkan Alam Kita!

LEMBAGA Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), kembali melakukan konsolidasi regional (Konreg) di Kota Kupang. Tentunya, dengan mengusung tema tentang lingkungan hidup, yaitu bagaimana memetakan potensi daerah kepulauan regional Bali, Nusa Tenggara dan Maluku Utara (Banusrama), dalam memperluas akses terhadap sumber daya alam (SDA).

Konreg digelar di aula Hotel Dewata Kupang yang beralamat di Jalan Tompello selama dua hari yaitu (26/27/9) dengan tema “Mempertegas akses dan kontrol sumber daya alam masyarakat pulau-pulau kecil”.

Kegiatan ini bertujuan agar terajut kesadaran kolektif warga region Banusrama dalam upaya mendorong lahir dan tegaknya kedaulatan atas akses dan aset sumber daya pesisir. Selain, terajutnya jaringan kerjasama antar stakeholder dalam upaya penyelamatan wilayah pesisir Banusrama.

Hadir Nur Hidayati, Kepala Depertemen Kampanye dan Advokasi Eksekutif Nasional (Eknas) Walhi. Selain itu tuan rumah Walhi NTT, hadir perwakilan dari Eksekutif Daerah (Ekda) Walhi Propinsi Bali, NTB dan Maluku Utara.
Nur Hidayati, dalam kegiatan itu mengaku konreg juga bertujuan agar semakin memperluas gerakan penyelamatan pesisir region Banusrama. Di samping adanya piagam dan road map bersama yang memuat prinsip-prinsip pengelolaan perairan (pesisir) yang berkeadilan serta komitmen kerja bersama dalam agenda penyelamatan pesisir.

Sehingga pada akhirnya dapat terbentuk jejaring konsolidasi Walhi se-region Banusrama dan adanya road map bersama pengelolaan pesisir dan prasarana pendukung bagi upaya-upaya mewujudkan pesisir yang akan diintegrasikan dalam rencana aksi masing-masing dan juga adanya penemuan core-campaign untuk regio Banusrama.

Dijelaskan, gugus sunda kecil (Bali, NTB dan NTT) dan Maluku Utara, terdiri dari lebih kurang 5.037 pulau dan berpenduduk 13. 963.958 jiwa. Sebagaimana daerah kepulauan lainnya, Sunda Kecildan Maluku merupakan daerah vulkanik aktif dan memiliki patahan lemping yang muda menimbulkan gempa bumi dan tsunami. “Daerah resapan air lebih sempit sedangkan tingkat eropsi yang lebih tinggi. Sebagian besar wilayah pulau terdiri dari pesisir dan laut. Iklim regional merupakan iklim makro yang sangat dipengaruhi oleh keadaan topografi dan laut yang kemudian menimbulkan iklim musiman yang khas dengan suhu yang relatif kurang jika dibandingkan pulau besar. Kontur daratan yang berpegunungan dan pesisir yang sangat luas menjadikan Sunda Kecil dan Maluku memiliki kekayaan alam yang berlimpah,” jelas Hidayati.

Menurut Hidayati, lingkungan lebih terspesialis dengan proporsi jenis endemik yang lebih tinggi dibandingkan komunitas keseluruhan yang secara kuatitatif miskin. Dan, hal tersebut menurutnya juga berarti Sunda Kecil dan Maluku memiliki kerentanan ekolgoi, fisik serta sosial budaya.

Baginya kesamaan karakteristik yang menyatakan Bali dan Nusa Tenggara dan Maluku adalah kesamaan geografis dimana merupakan pulau-pulau kecil dengan ciri khas yang sama, diantaranya luasan lahan dan hutannya yang terbatas, tapi memiliki keragaman hanyati yang rendah, juga keragaman sosial ekonomi yang berkembang mengikuti karakteristik sebuah pulau. “Pulau kecil yang memiliki relasi yang khas antara satu pulau dengan pulau tetangganya, dalam hal saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Sunda Kecil dan Maluku yang merupakan pulau-pulau kecil, memiliki keunikan antar satu pulau dengan pulau lainnya, baik dari segi entitas, keanekaragaman hayati dan sumber daya alam-nya. Keragaman tersebut menumbuhkan keragaman budaya dari relasi manusia dengan alam-nya,” Jelas Hidayati.

Ditambahkan, sebagai kawasan yang terdiri dari pulau-pulau kecil, Sunda Kecil dan maluku, memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap ancaman geologis, dinamika sosial politik serta ekonomi budaya di tingkat lokal, eksploitasi dan ekstraksi SDA Pesisir dan daratan, pasar bebas, pemanasan global dan perubahan iklim. Untuk itu, dibutuhkan model pendekatan pengelolaan SDA yang berbeda dalam upaya memastikan terjanganya sumber-sumber kehidupan rakyat. (obed gerimu/semy)


Timex, 29 September 2013

Pertumbuhan Pertambangan di NTT


PERTUMBUHAN PERTAMBANGAN DI NTT

Dalam beberapa tahun terakhir arus investasi pertambangan di NTT meningkat pesat. Sesuai dengan data kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, di NTT terdapat 56 Ijin Usaha Pertambangan yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang Pertambangan dan peraturan Pemerintah No. 22 dan 23 Tahun 2011.

IUP itu terdiri dari 2 IUP yang dikeluarkan Gubernur (IUP) Propinsi, satu (1) di Kabupaten Kupang, 14 IUP di Kabupaten Belu, di Alor ada 9 IUP, Ende, 16 IU, Manggarai (14) IUP. Tetapi secara faktual, pertambangan hampir dilakukan di seluruh di Kabupaten di NTT misalnya pertambangan mangan (14 IUP) di Kabupaten TTU, Pertambangan Emas di Lai Wanggi Wanggameti (kabupaten Sumba Timur) dan Kawasan Manupeu Tana Daru (Kabupaten Sumba Tengah).
Ada juga pertambangan emas di Batu Gosok, Waning dan Tebedo (Kabupaten Manggarai Barat), Pertambangan Emas di Lembata, Tambang Migas di Kolbano yang mencakupi 16 Kecamatan di Kabupaten TTS dan 2 Kecamatan di Kabupaten Kupang. Selain itu, ada 23 IUP di Kabupaten Manggarai, 13 IUP di Kabupaten Manggarai Timur dan 10 IUP di Kabupaten Manggarai Barat. 

Sumber: timex, 29 September 2013

Negara Dinilai Gagal, Harus Jamin Tersediannya Ruang Hidup yang Memadai


Negara Dinilai Gagal

Harus Jamin Tersediannya Ruang Hidup yang Memadai

SAAT ini cita-cita kebangsaan yang memimpikan tegaknya kedaulatan ber-Negara dan rakyat atas sumber-sumber kehidupannya, bahkan jika dirunut sejak proklamasi 17 Agustus 1945, sudah terlalu lama rasanya menunggu sebuah perubahan atau pembaharuan yang benar-benar bisa menjanjikan masal depan bangsa yaitu: bangsa yang secara terus menerus mengalami perbaikan fundamental untuk mewujudkan cita-cita bersama.

Nur Hidayati dari Eksekutif Nasional (Eknas) Walhi, mengatakan kerusakan sumber-sumber kehidupan rakyat baik di darat maupun di laut semakin masif, sehingga negara telah gagal dalam menjamin tersedianya ruang hidup yang memadai bagi warganya.

Secara khusus di kawasan pesisir Sunda Kecil dan Maluku, jelas Hidayati, ancaman demi ancaman terus menghantui kehidupan. Ancaman tersebut datang dari sistem ekonomi-politik yang justru lebih memberi ruang dan peluang bagi korporasi dari warga, untuk mengeruk potensi-potensi pesisir melalui usaha-usaha tambang, pariwisata, budidaya dan lainnya yang justru semakin membatasi ruang gerak dan hidup warga.

Menurutnya, situasi tersebut bukanlah berjalan tanpa “perlawanan” warga namun upaya warga untk mempertahankan sumber-sumber kehidupannya justru berujung pada kriminalisasi, intimidasi serta teror. Kondisi tersebut semakin mempertegas posisi negara yang gagal melindungi kepentingan warganya.

Disebutkan, setidaknya terdapat dua aras penting agar “gerakan” terkristalisasi menjadi kemenangan, yaitu upaya-upaya mempertahankan sumber-sumber daya pesisir mesti dibangun menjadi kesadaran kolektif atau kesamaan platform yang terintegrasi dalma rencana aksi masing-masing sehingga cita-cita untuk mewujudkan tegaknya keadilan pengelolaan pesisir, tidak lagi terfragmentasi dalma batas ruang dan waktu.

Selain itu, bermunculannya gerakan-gerakan warga dan organisasi masyarakat sipil yang secara terus menerus memperjuangkan keadilan pesisir, haruslah dapat dirajut dalam jejaring konsolidasi. Sehingga ke depan perjuangan untuk keadilan pesisir, serta memiliki daya paksa yang jauh lebih kuat dari saat ini. “Hal ini penting untuk dilakukan untuk lahirnya produk-produk kebijakan yang jauh lebih kuat dari saat ini dan juga untluk lahirnya produk-produk kebijakan yang pro keadilan, pesisir memiliki daya dobrak yang jauh lebih dahsyat dari saat ini, sehingga dapat memberikan pukulan-pukulan berarti bagi kekuatan-kekuatan penghambat, demi tegaknya keadilan pesisir. Jika dua hal ini dikerjakan secara baik, tentunya kita cita-cita tidak hanya menjadi mimpi pastinya melahirkan kelompok-kelompok warga yang akan meretas segala ketidakmungkinan menjadi mungkin tandas Nurhidayati. 

Timex, 29 September 2013


Hentikan Tambang, Lindungi Ekosistem

DAERAH Kepulauan Sunda Kecil dan Maluku memiliki garis pantai terpanjang di antara regional Indonesia. Hal tersebut setidaknya berarti bahwa Sunda Kecil dan Maluku memiliki kekayaan maritim yang cukup untuk mensejahterakan masyarakat pesisir.

Namun kondisi tersebut ternyata tidak berlaku otomatis, dimana fakta-fakta lapangan justeru menunjukkan bagaimana masyarakat pesisir hidup dalam keterbelakangan sosial serta ekonomi.

Direktur Walhi NTT, Herry Naif, mengatakan bahwa di NTT yang juga merupakan wilayah kepulauan, memiliki perairan laut yang sangat kaya potensi. Salah satunya adalah terumbu karang. Kekayaan ini tidak tidak disertai dengan upaya pelestarian pengembangan ekosistem laut termasuk mangrove, kestraoni dan padang lamun.

Padahal, menurut Herry Naif terumbu karang memiliki manfaat yang sangat luar biasa, misalnya sebagai tempat ikan memijar, berkembang biak, dan tempat ikan mencari makan. Keberadaan terumbuh karang hampir merata di semua kabupaten/kota di NTT. Namun, yang cukup significant terdaftar di sekitar Teluk Kupang, Teluk Maumere, Riung 17 Pulau, pantai Utara, Timur dan selatan Sumba, Alor Lembata dan Labuan Bajo.

Menurutnya NTT termasuk daerah yang memiliki terumbu karang yang cukup baik di Indonesia. Namun dalam perkembangan dapatn disinyalir oleh para peneliti, bahwa kurang dari 33,4 persen saja yang masih bagus.
Itu berarti, terumbu karang di NTT juga mengalami kerusakan akibat aktivias penambangan karang, pengangkapan ikan degnan alat tangkap terlarang, pengeboman, penggunaan bahan beracun ditambah lagi lemahnya koordinasi dan pengawasan antar sektor pemangku kepentingan. Belum lagi, kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang urgensitas pelestarian terumbu karang, buangan limbah dan sampah rumah tangga.

Herry menyebutan, NTT sebetulnya merupakan daerah yang memiliki potensi perairan yang seharusnya menjadi modal bagi pemerintah provinsi untuk dikelola dan dilestarikan sebagai kekayaan. Dan, keberadaan pesisir NTT yang sebelumnya hampir bersih dari pencemaran, kini semakin terancam dengan masuknya industri pertambangan.

Disebutkan, peluang investasi pertambangan dilihat sebagai akses pengelolaan SDA untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD seakan menjadi pra-syarat mutlak untuk mendapatkan kue pembangunan. Akibatnya, pemerintah daerah mengmbil jalan pintas untuk meningkat PAD dengan masifnya eksploitasi SDA hampir di seluruh wilayah NTT.

Kondisi ini pun, jelas Herry dialami di NTT, yang mana hampir sebagian pemerintah kabupaten melakukan kontrak kesepahaman dengan investor tambang dengan argumentasi peningkatan PAD, dan aktivitas pertambangan pun tak kalah dilakukan di seluruh wilayah kepulauan NTT. Misalnya jumlah pemohon ijin di Kabupaten Kupang sampai bulan Desember 2010 terdata 80 persen yang rata-rata sudah beroperasi.

Disebutkan jumlah peromohonan ijin di Kabupaten TTS ada 126 (IPR dan IUP), dimana tiga perusahanan telah mendapatkan IUP produksi yaitu PT. Soe Makmur Resourcess (2010), PT. Elang Perkasa Resourcess dan PT. Nisso Steel Indonesia (2011). Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah permohonan ijin 27 IUP eksplorasi, 112 IPR dan empat perusahaan telah mendapat IUP eksplorasi. Dua diantaranya adalah PT. Elang Perkasa Resourcess Indonesia dan PT. Elgari Perkasa Resourcess Indonesia. “Di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan. Ada pertambangan minyak di blok migas Kolbano yang mencakupi 16 Kecamamatan di Kabupaten TTS dan dua kecamatan di Kabupaten Kupang oleh PT. Eny West Timor, sebut Herry.

Sedangkan di Pulau Sumba, khusus Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah mencakupi kawasan Lai Wanggi Wanggameti dan Kawasan Manupeu Tanadaru.

Sedangkan di Pulau Flores, ada pertambangan mangan di Sirise dan Torong Besi di Kabupaten Manggarai yang memasuki areal kawasan hutan lindung. Ada juga pertambangan biji besi dan batu bara di Riung, Kabupaten Ngada yang merupakan kawasan penyangga untk kawasan pariwisata 17 pulau.
“Ada pula pertambangan emas di Tebedo dan Batu Gosok di Kabupaten Manggarai Barat, serta pertambangan emas di Pulau Alor, daerah yang sering dikunjungi bencana gempa bumi. Termasuk pertambangan emas di Pulau Lembata yang mendapatkan perlawanan rakyat dan Gereja yang kemudian surat keputusan Bupati harus dicabut, “sebut Herry.

Selama ini, jelas Herry, beberapa pertambangan emas di Lai Wanggi Wanggameti Kabupaten Sumba Timur dan Manupeu Tana Daru, dimana kedua tempat ini adalah kawasan lindung yang terdaftar sebagai Taman Nasional.
Sedangkan tambang mangan di Sirise dan Torong Besi, sementara dalam proses hukum dimana ada gugatan class action dari warga setempat. “Di Kabupaten Manggarai Barat, semua ijin usaha pertambangan (IUP) dicabut dan ditolak permohonannya oleh Bupati Agustinus Dula” imbuhnya.

Bagi Herry, dari data yang ada terlihat bahwa NTT masif dilakukan pertambangan. Dia menilai, pertambangan hampir menjadi pilihan bidang yang dikembangkan di NTT, pragmatis. Padahal, dalam sebuah kajian yang lebih luas dan terbukti bahwa pertambangan membawa degradasi kualitas lingkungan yang luar biasa.

“Hutan yang dilindungi dengan aturan adat dan Undang-undang Kehutanan akan hancur, hanya untuk memenuhi kepentingan sesaat. Tidak heran, dimana-mana terjadi konflik vertikal antara pemerintah dan masyarakat. Kesulitan air untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Banyak lahan pertanian rakyat dicaplok perusahaan. Kualitas kesehatan masyarakat makin menurun, hilangnya kearifan lokal akibatnya masuknya nilai-nilai luar. Dan masih banyak lagi masalah yang timbul dan bisa dilitanikan ,” urai Herry Naif. (Obed Gerimu/Semy)

sumber: timex, 29 September 2013

Selamatkan Pulau-pulau Kecil dari Ancaman Perubahan Iklim

Selamatkan Pulau-pulau Kecil dari Ancaman Perubahan Iklim

Selamatkan Pulau-pulau Kecil dari Ancaman Perubahan Iklim

Kupang, suaraflores.com, – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT),  Heribertus Naif, mengatakan, pulau-pulau kecil harus diselamatkan sedini mungkin. Karena, ditengah permasalahan pemanasan global dan perubahaan iklim yang berakibat pada ketersediaan air dan pangan menjadi hal yang krusial. Dengan kondisi ini, semua pihak dituntut untuk berperan dalam mendorong upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahaan iklim. Oleh karena itu, penyelamatan pulau-pulau kecil yang terurai dalam kajian daya dukung dan daya tampung lingkunan menjadi hal krusial.

“Artinya, bahwa kita perlu mengetahui seberapa luas, kawasan hutan dan resapan, yang mana menjadi water scathaman area (kawasan penyimpan air), Mustahil, ada air tanpa hutan,” katanya kepada suaraflores.com, Selasa (1/10/2013), di Kantor Walhi  NTT, Kota Kupang.

Heribertus Naif mengatakan, gugus Sunda Kecil (Bali, NTB dan NTT) dan Maluku  serta Maluku Utara, terdiri dari lebih kurang 5. 037 pulau, dan berpenduduk 13. 963. 958 jiwa. Sebagaimana daerah kepulauan lainnya, Sunda Kecil dan Maluku merupakan daerah vulkanik aktif dan memiliki patahan lempeng yang mudah menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Daerah resapan air lebih sempit, sedangkan tingkat erosi lebih tinggi. Sebagian besar wilayah pulau, terdiri dari pesisir dan laut. Iklim regional merupakan, iklim mikro yang dipengaruhi keadaan topografi dan laut.  Kemudian menimbulkan iklim musiman yang khas dengan suhu yang relatif panas, dan curah hujan yang relatif kurang, jika dibandingkan pulau besar. Kontur daratan yang berpegunungan, dan pesisir yang sangat luas menjadikan Sunda Kecil dan Maluku memiliki kekayaan alam (hayati, mineral dll) yang berlimpah.

Dia mengatakan, lingkungan lebih terspesialisasi dengan proporsi jenis endemik yang lebih tinggi dibandingkan komunitas keseluruhan yang secara kuantitatif miskin. Hal tersebut juga berarti, Sunda Kecil dan Maluku memiliki kerentanan ekologis, fisik serta sosial-budaya.

Kesamaan karakteristik yang menyatukan Bali, Nusa Tenggara dan Maluku adalah kesamaan geografis (merupakan pulau‐pulau kecil) dengan ciri khas sama. Di antaranya, luasan lahan dan hutannya yang terbatas, dan memiliki keragaman hayati yang rendah, tetapi memiliki keragaman sosial, budaya dan ekonomi, yang pluralis seturut karakteristik sebuah pulau.

Mantan Manajer Eksekutif Walhi NTT ini menambahkan, pulau kecil juga memiliki relasi kebergantungan antara satu pulau dengan pulau tetangganya, agar saling memenuhi kebutuhan. Sunda Kecil dan Maluku, memiliki keunikan antar satu pulau dengan pulau lainnya. Baik dari segi etnisitas,  keanekaragaman hayati, dan sumber daya alamnya. Keragaman tersebut  menumbuhkan  keragaman  budaya  dari  relasi  manusia  dengan  alamnya.
Selain itu, sunda Kecil dan Maluku memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap ancaman geologis, dinamika sosial politik serta ekonomi budaya di tingkat lokal maupun nasional, terhadap ekspansi eksploitasi dan ekstraksi sumber daya alam (Pesisir dan daratan) untuk memenuhi kebutuhan pasar bebas.

Wacana pemanasan global dan  perubahan iklim yang lagi santer dibicarakan menjadi kerisauhan warga pulau-pulau kecil. Karena itu, dibutuhkan model pendekatan pengelolaan Sumber Daya Alam yang berbeda dengan pulau-pulau besar dalam upaya memastikan terjaganya sumber-sumber kehidupan rakyat. Model pengelolaan sumber daya alam bias pulau besar, sejak lama tidak disadari sebagai sebuah permasalahan yang tidak melihat daya tampung dan daya dukung lingkungan. Sebab, pulau-pulau kecil memiliki kerentanan terhadap ancaman perubahan ikllim.

Lebih lanjut dia menambahkan, bahwa evaluasi atas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi fundamen untuk menentukan ruang kelola yang sesuai dengan potensi kewilayahan. Bukannya serampangan dilakukan pengelolaan, kuatirnya akan terjadi overlapping (tumpang tindih) wilayah kelola yang tidak sesuai peruntukannya.

Selain itu, juga dibutuhkan kerja sama antar instansi pemerintah yang berkorelasi dengan isu lingkungan hidup, agar dilakukan sebuah kajian yang komprehensif.

Nilai kearifan lokal yang kosmosentris hendaknya dijadikan sebagai sumber inspirasi, agar diakomodir dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Untuk mendukung itu, masyarakat kepulauan harus dijadikan sebagai subjek dalam pengelolaan sumber daya alam, bukannya dijadikan sebagai penonton. (nes)

http://suaraflores.com/selamatkan-pulau-pulau-kecil-dari-ancaman-perubahan-iklim/

Senin, 02 September 2013

Tinjau Ulang Pemindahan Pengungsi ke Pulau Besar

Tinjau Ulang Pemindahan Pengungsi ke Pulau Besar

Maumere, suaraflores,-Direktur Esekutif Wahana Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT), Heribertus Naif, mengatakan, rencana Pemkab Sikka memindahkan pengungsi ke Pulau Besar harus ditinjau kembali. Butuh analisa mendalam untuk memindahkan orang  yang tinggal selamanya di Pulau Besar.

“Pindah ke Pulau Besar sesuatu hal yang baik. Namun perlu dipikirkan lahan garapan dan sumber penghidupan pengungsi. Harus dipertimbangkan soal kedekatan atau proses adaptasi mereka dengan warga setempat. Harus ada jaminan untuk anak-anak yang sementara sekolah khususnya perguruan tinggi yang berada di luar daerah. Dan, selayaknya pemerintah mendata jumlah mahasiswa-mahasiswi yang kuliah di luar Kabupaten Sikka,” ungkapnya, kepada suaraflores.com, Senin (2/8) pagi tadi di Maumere.

Dia menekankan, secara alam akan terjadi suksesi pemulihan alam. Ketika itu, Palue akan kembali subur dan sehat seperti yang terjadi selama ini. Strateginya, harus dipastikan bahwa secara geologi, apakah Palue memang tidak layak huni dan harus dikosongkan atau tidak. Nah, kalau pindah ke Pulau Besar, pemerintah harus menyiapkan biaya tambahan. Ada sumber penghidupan, tidak hanya bersandar pada musim hujan.

Lanjut dia,  harmonisasi antar budaya juga penting dilihat, ketika pengungsi tinggal di Pulau Besar. Komunikasi sosial yang dilakukan oleh pemerintah, tidak sekedar datang kunjung lalu pulang,  karena Pulau Besar itu ada penghuninya.
Sebelumnya, diberitakan media ini bahwa Pemerintah Kabupaten Sikka berencana memindahkah para pengungsi Rokatenda ke Pulau Besar. Rencana ini mendapat kritikan dari berbagai pihak termasuk DPRD Sikka. (M-16)
http://suaraflores.com/tinjau-ulang-pemindahan-pengungsi-ke-pulau-besar/
http://suaraflores.com/tinjau-ulang-pemindahan-pengungsi-ke-pulau-besar/


PBH Nusra Berkonsolidasi Diri

Pada hari tanggal 1- 4 September, Perhimpunan Bantuan Hukum Nusa Tenggara  (PBH Nusra) dalam kerja samanya dengan Yappika menyelenggarakan lokakarya Self Assement: Kapasitas dan Kinerja Organisasi Mitra Program AIPJ The Asia Foundation dalam kerja samanya dengan YAPIKA di Kantor PBH Nusra, Maumere. Kegiatan yang dihadiri oleh staf Eksekutif, Dewan Pengarah, Anggota PBH Nusra dari Timor dan Flores dan Fransiska Fitri (Direktur Yapika).

Kegiatan ini dibuka oleh Fransesko Bero (Direktur) PBH Nusra. Dalam sambutannya, Sesko menyatakan apreseasi kepada seluruh komponen PBH Nusra yang bersedia terlibat dalam kegiatan tersebut. Tujuan kegiatan adalah refleksi kelembagaan untuk memperoleh komponen dan orientasi pada komponen orientasi organisasi, tata kepengurusan, manajemen organisasi, manajemen program, keberlanjutan dan kinerja. Kedua, Menghasilkan rekomendasi yang menjadi dasar bagi upaya pengembangan kapasitas kelembagaan ke depan. Diharapkan dari dua tujuan ini diharapkan membawa transformasi publik baik secara internal maupun eksternal untuk mencapai visi PBH Nusra, terwujudnya masyarakat Nusa Tenggara yang berdaulat atas diri dan sumber kekayaan alamnya.

Bahwa pasing over PBH Nusra selama 3 tahun bukan berarti mematikan lembaga tetapi sebagai momentum refleksi dalam merumuskan strategi gerakan perubahan. Karena itu, momentum lokakarya ini mestinya menjadi titik awal kebangkitan lembaga dalam mengadvokasi kasus-kasus  marginal dan kriminilisasi yang dilakukan negara. Bila dipotret lebih jauh, masih banyak masyarakat marginal yang belum sesungguhnya mendapatkan hak pembelaan di dalam pengadilan.

Lebih lanjut, Fransiska Fitri (Direktur Yapika). Dalam kegiatan yang sama, Fransiska mengetengahkan beberapa hal penting seperti, perbaikan manajemen terutama dalam Kapasitas organisasi baik dari eksekutif dan anggota dengan pengorganiasian, Pendidikan Hukum Kritis, dan aksi-aksi sosial bersama para korban kebijakan negara yang melanggar hak-hak rakyat. Karena itu diharapkan dengan assement ini perlu ada perubahan yang didistribuasikan pada entitas organisasi.

Hendaknya sejarah eksisten Perhimpunan Bantuan hukum Nusa Tenggara, perlu dibangkitkan kembali energi baru dan dalam rumusan strategi yang kontekstual. PBH -Nusra juga perlu melihat kembali orientasi organisasi (Visi-Misi) dan isu-isu strategis, serta nilai-nilai agar pencerdasan atas kesadaran rakyat atas hak-haknya.

Sedangkan menurut John Bala, Dewan Pengarah PBH Nusra, kegiatan lokakarya ini mestinya membongkar kembali sejarah eksistensi PBH Nusra agar kembali mengorganisir diri dan rakyat menuju transformasi sosial. Lebih dari itu, menemukan sebuah pola pendekatan yang lebih humanis dan kembali membangun motivasi untuk melihat kembali sejarah perjuangan-perjuangan yang dilakukan dan problem-problemnya yang perlu didokumentasikan.

Kamis, 15 Agustus 2013

Signal Kasih: Mosaik yang Tak Terlupakan

Signal Kasih: Mosaik yang Tak Terlupakan
Oleh: Herna

Lembaran hidup terbuka di negeri sabana, bagian tengah Utara Nusa Cendana. Rangkaian hidup pun telah ternota dalam edaran masa sampai menghantar anak Nusa Cendana pada sebuah episode yang bertutur tentang sebuah kisah bernuansa cinta.

Pada mulanya hanya suara halus yang bersumber dari suatu kepolosan teramat suci. Gema suara itu mengharukan nurani anak sabana. Dalam kepolosan dan keluguan, anak sabana jatuh dalam getaran suara halus, laksana burung camar mengepak sayap menantang gelapnya samudera biru, yang mendarat pada tanjung hati pendamba belaian ilahi. Anak sabana pun mengembangkan layar bahtera panggilan demi menantang samudera hati manusia lalu mendarat pada tanjung ketulusan akan sebuah pengabdian.

Layar sudah berkembang. Bahtera pangilan terus berlayar menuju puncak idaman terluhur di iringi kisah yang terpahat sejalan tapak. Kisah hidup yang ternota dalam lembaran hidup di negeri cendana makin indah terlukis.

Saat musim semi negeri luhur nusantara, anak sabana persembahkan diri dalam ikrar suci di nusa cendana perbatasan Timor Leste. Realitas sakral ini disaksikan ribuan mata yang berkanjang dalam bangunan tua yang berlabur putih. Insan terpangil terus mendayung bahtera melaju terus. Bulan Agustus tahun terakhir abad kedua puluh satu, bahtera pangilan anak sabana merapat pada sebuah dermaga di Nusa Bunga. Indahnya Nusa Bunga seakan menggusur pergi kerinduan akan kampung halaman.

Kedatangan anak sabana di sini demi merias diri dalam suatu pribadi yang humanistis di puncak bukit suci.

Hari terus berkisah seiring cahaya mentari yang berpijar indah di balik bukit suci. Tekat putera sabana masih terpaut pada cinta dan cita tungal “Berbakti seutuhnya pada Dia". Nuansa keheningan di bangun yang berlabur putih pula di negeri bunga tepatnya pada peergantian edaran purnama, sepoi angin menebarkan bayang indah seraut wajah puteri bunga tepatnya pada pergantian edaran purnama,  datang brcengkrama dalam angan insan terpangil.
Pertemuan pertama ini terus melintas dalam tapak suci. Kembali kisah suci kebersamaan semakin mengalun indah menerpa hati yang masih ada pada cinta tungal yang luhur. Melodi itu semakin lantang mengiringi peredaran purnama dengan mengabarkan pada penguasa siang.
Nikmatnya melodi, kian terasa bila bayangan sang puteri membayang bersama peraduan.

Ach….Inikah sebuah pratanda akan diterpanya cinta teramat mulia yang selama ini menjadi obsesi?.....oh.... aku tak kuasa, ujarku.
Bagaimana pun itu adalah sebuah rasa yang dimiliki oleh insan penghuni dunia.
Haruskah selubung pakain putih tak boleh diterpa ……? Tidak……..! Tidak ……!
Mungkin ada yang mengelak.

Tatapan puteri bunga saat seakan menghanyutkan.
Cinta akan kerinduan bersamanya terus bersemi. Arus dan gelombang pun terus berdatangan. Bahtera panggilan mulai goyah.
Kompas penunjuk arah seolah tak berfungsi. Ke mana harus ditujui mulai kabur. Lantaran, signal kasih akan puteri nusa bunga terus menampak bagai sang malaikat penghibur.

Motif mulai terjerumus dalam rona peraduan sebuah kasih ……..
Bahtera pun terus berkabar bagai musafir membawa terus kasih itu dalam nuansa  kebersamaan. Slogan kasih mulai berkibar di hati putera sabana dan puteri nusa bunga.

Kebimbangan datang meraja di nubari masing–masing insan pemilik kasih itu.
Sementara dalam bangunan putih, benih kasih berkecambah di plataran sanubari.
Apakah dia di sana tahu telah memiliki untuk mengasihinya….?
Di sudut nurani terus bertutur “barang siapa mengikuti Aku, ia harus tingalkan segala-galanya.
Antara rasa dan nurani berebut tempat dalam cita anak sabana di hadapkan pada dua pilihan yang sama-sama mengembangkan nuansa kasih yang berpusat pada rasa untuk mengasihi.

Ku lihat sesuatu yang indah padanya” kira-kira kata itulah yang terus berdendang dalam asa sebuah rasa.  
“Tuhan ….. izinkanlah aku mencintainya tanpa mengurangi kisah sayangku pada-Mu.
Nada permohonan terperanjat ke haribaan sang guru ilahi.

Kebersamaan kami kian terangkai pada kedekatan hati bersenandung kasih – mesrah.
Mungkinkah kasih yang disenandungkan oleh dua insan berlaianan pulau; akan beranjak pada konser kerinduan yang berpuputkan cinta…….
Terima kasih buat dia yang pernah menjalin cinta dan memperkenalkan keindahan dunia.

Kota tsunami, valentine's day 2000

Signal Kasih: Mosaik yang Tak Terlupakan

Signal Kasih: Mosaik yang Tak Terlupakan
Oleh: Herna

Lembaran hidup terbuka di negeri sabana, bagian tengah Utara Nusa Cendana. Rangkaian hidup pun telah ternota dalam edaran masa sampai menghantar anak Nusa Cendana pada sebuah episode yang bertutur tentang sebuah kisah bernuansa cinta.

Pada mulanya hanya suara halus yang bersumber dari suatu kepolosan teramat suci. Gema suara itu mengharukan nurani anak sabana. Dalam kepolosan dan keluguan, anak sabana jatuh dalam getaran suara halus, laksana burung camar mengepak sayap menantang gelapnya samudera biru, yang mendarat pada tanjung hati pendamba belaian ilahi. Anak sabana pun mengembangkan layar bahtera panggilan demi menantang samudera hati manusia lalu mendarat pada tanjung ketulusan akan sebuah pengabdian.

Layar sudah berkembang. Bahtera pangilan terus berlayar menuju puncak idaman terluhur di iringi kisah yang terpahat sejalan tapak. Kisah hidup yang ternota dalam lembaran hidup di negeri cendana makin indah terlukis.

Saat musim semi negeri luhur nusantara, anak sabana persembahkan diri dalam ikrar suci di nusa cendana perbatasan Timor Leste. Realitas sakral ini disaksikan ribuan mata yang berkanjang dalam bangunan tua yang berlabur putih. Insan terpangil terus mendayung bahtera melaju terus. Bulan Agustus tahun terakhir abad kedua puluh satu, bahtera pangilan anak sabana merapat pada sebuah dermaga di Nusa Bunga. Indahnya Nusa Bunga seakan menggusur pergi kerinduan akan kampung halaman.

Kedatangan anak sabana di sini demi merias diri dalam suatu pribadi yang humanistis di puncak bukit suci.

Hari terus berkisah seiring cahaya mentari yang berpijar indah di balik bukit suci. Tekat putera sabana masih terpaut pada cinta dan cita tungal “Berbakti seutuhnya pada Dia". Nuansa keheningan di bangun yang berlabur putih pula di negeri bunga tepatnya pada peergantian edaran purnama, sepoi angin menebarkan bayang indah seraut wajah puteri bunga tepatnya pada pergantian edaran purnama,  datang brcengkrama dalam angan insan terpangil.
Pertemuan pertama ini terus melintas dalam tapak suci. Kembali kisah suci kebersamaan semakin mengalun indah menerpa hati yang masih ada pada cinta tungal yang luhur. Melodi itu semakin lantang mengiringi peredaran purnama dengan mengabarkan pada penguasa siang.
Nikmatnya melodi, kian terasa bila bayangan sang puteri membayang bersama peraduan.

Ach….Inikah sebuah pratanda akan diterpanya cinta teramat mulia yang selama ini menjadi obsesi?.....oh.... aku tak kuasa, ujarku.
Bagaimana pun itu adalah sebuah rasa yang dimiliki oleh insan penghuni dunia.
Haruskah selubung pakain putih tak boleh diterpa ……? Tidak……..! Tidak ……!
Mungkin ada yang mengelak.

Tatapan puteri bunga saat seakan menghanyutkan.
Cinta akan kerinduan bersamanya terus bersemi. Arus dan gelombang pun terus berdatangan. Bahtera panggilan mulai goyah.
Kompas penunjuk arah seolah tak berfungsi. Ke mana harus ditujui mulai kabur. Lantaran, signal kasih akan puteri nusa bunga terus menampak bagai sang malaikat penghibur.

Motif mulai terjerumus dalam rona peraduan sebuah kasih ……..
Bahtera pun terus berkabar bagai musafir membawa terus kasih itu dalam nuansa  kebersamaan. Slogan kasih mulai berkibar di hati putera sabana dan puteri nusa bunga.

Kebimbangan datang meraja di nubari masing–masing insan pemilik kasih itu.
Sementara dalam bangunan putih, benih kasih berkecambah di plataran sanubari.
Apakah dia di sana tahu telah memiliki untuk mengasihinya….?
Di sudut nurani terus bertutur “barang siapa mengikuti Aku, ia harus tingalkan segala-galanya.
Antara rasa dan nurani berebut tempat dalam cita anak sabana di hadapkan pada dua pilihan yang sama-sama mengembangkan nuansa kasih yang berpusat pada rasa untuk mengasihi.

Ku lihat sesuatu yang indah padanya” kira-kira kata itulah yang terus berdendang dalam asa sebuah rasa.  
“Tuhan ….. izinkanlah aku mencintainya tanpa mengurangi kisah sayangku pada-Mu.
Nada permohonan terperanjat ke haribaan sang guru ilahi.

Kebersamaan kami kian terangkai pada kedekatan hati bersenandung kasih – mesrah.
Mungkinkah kasih yang disenandungkan oleh dua insan berlaianan pulau; akan beranjak pada konser kerinduan yang berpuputkan cinta…….
Terima kasih buat dia yang pernah menjalin cinta dan memperkenalkan keindahan dunia.

Kota tsunami, valentine's day 2000

Selasa, 30 Juli 2013

Kerusakan Lingkungan Oekopa Harus Segera Direklamasi




Kerusakan Lingkungan Oekopa Harus Segera Direklamasi


Secara historis-kultural, desa Oekopa termasuk wilayah kevetoran Tamkesi (Biboki). Suku yang dominan di wilayah itu adalah Usatnesi Sonaf’Kbat, Soanbubu, Suilkono selain itu ada suku Monemnasi, Tasi, Amteme Taekab, Amsikan, Naitsea, Leoklaran, Taslulu, Usboko. Sedangkan secara Administrasi-geografis, desa Oekopa terletak di Kecamatan Biboki Tanpah, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang mana sebelah Utara Berbatasan dengan dengan desa Tualene, Selatan dengan desa Oerinbesi, Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belu, Sebelah Barat berbatasan dengan desa Tautpah. Jumlah penduduk desa Oekopa, 1.271 jiwa (2010), 1.563 (2011).

Mayoritas penduduk desa Oekopa berprofesi petani sawah.

Oekopa dikenal sebagai salah satu pemasok beras bagi masyarakat Kabupaten TTU dan Kabupaten Belu. Seyogyanya, Oekopa dan Oerinbesi diidentifikasi sebagai daerah potensial pertanian (persawahan) dalam kerangka mendukung program pertanian yang telah dicanangkan sebagai salah satu program strategis Pemerintahan Kabupaten TTU saat ini, yakni: Program Padat Karya Pangan (PKP) dan Program Sari Tani yang sedang gencar dikampanyekan. Tanpa dukungan apa pun dari pemerintah Kabupaten TTU, Oekopa tetap mengahasilkan beras yang akan didistribusikan di Kabupaten TTU dan Belu.
Potensi persawahan Oekopa dan Oerinbesi didukung kawasan penyanggah yang mana terdapat enam sumber mata air, yakni: Oetobe, Oenenas, Oecikam, oeekam, Oeoni dan Oesanlat. Keenam sumber mata air tersebut selain digunakan untuk kebutuhan warga juga untuk mengairi persawahan Oekopa seluas 840 ha dan peternakan.

Selain itu, kawasan itu menjadi kawasan resapan air (water scatchman area) bagi desa Oekopa dan lima (5) desa lainnya, seperti: (Tualene, Oerinbesi, Tautpah, Taunbaen dan Biloe). Bahkan juga menjadi salah satu kawasan penyangga untuk hamparan persawahan Lurasik, Inggareo, Matamaro.
Kawasan itu pun menjadi kawasan penggembalaan ternak yang mana setelah panen ternak itu akan digembalakan di wilayah persawahan tetapi ketika persawahan dikelola maka ternak akan digembalakan di wilayah tersebut. Desa Oekopa memiliki sapi 752 ekor. Belum terhitung binatang lainnya, seperti kerbau, kambing, babi dan lain-lain yang sedang dimiliki rakyat Oekopa.

Malah secara historis-cultural, wilayah ini dipandang warga sebagai kawasan yang harus dilindungi karena di kawasan itu ada tempat ritus adat (fatukanaf dan Oekanaf) dari beberapa suku yang ada di Oekopa. Itu berarti, pengelolaan lingkungan berasas pada sebuah kearifan lokal yang bernuansa nilai perlindungan ekologis (kosmosentris) perlu dilestarikan dan diakomodir dalam konsep pengeloaan sumber daya alam.Hubungan timbal-balik manusia dengan alam dipandang dalam sebuah keadilan demi pewarisan lingkungan bagi generasi selanjutnya.

Kendatipun demikian profil Oekopa, pada tahun 2012 Pemerintah Kabupaten TTU dalam Surat Bupati TTU No. Ek.540/102/IV/2012 tentang Ijin Prinsip Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Biji Mangan kepada PT. Gema Energy Indonesia.

Dari aktivitas pertambangan melalui pemboran itu telah meninggalkan lubang-lubang. Menurut warga, peninggalan lubang ini menjadi bumerang karena saat musim hujan digenangi air dan menjadi bumerang bagi masyarakat Oekopa yang mana banyak ternak yang tenggelam dan mati.

Menyikapi adanya permasalahan tersebut, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT sebagai organisasi independen yang bekerja independen dalam isu lingkungan hidup, Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi ingin menggarisbawahi beberapa hal diantaranya: Pertama, Pemerintah Kabupaten TTU sebagai pihak pemberi Ijin Usaha Pertambangan (IUP) kepada PT. Gema Energi Indonesia (GEI) perlu bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di sana. Sebab sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Pasal 1 (1) menyatakan bahwa: lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. (2): Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Dari dua pasal ini, dilihat bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi di Oekopa adalah pelanggaran hukum kalau semua kerusakan itu tidak direklamasi oleh Pemerintah Kabupaten TTU dan PT. Gema Energi Indonesia (GEI); Malah secara tegas dalam Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Pasal 1 (26) menyatakan bahwa: Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas liingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukkannya; sedangkan, kegiatan paska tambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebahagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah pertambangan?

Dari pemahaman ini, pada pasal 99 (1) Undang-Undang No. 4 tahun 2009 dinyatakan, bahwa “setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi dan IUPK operasi Produksi. (2) Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pasca tambang dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan pasca tambang;
Itu berarti jelas bahwa Kegiatan reklamasi pasca tambang adalah sebuah tanggung jawab yang harus dituntaskan sebelum meninggalkan Wilayah Pertambangan. Malah pada pasal 100 juga ditegaskan bahwa “pemegang IUP dan IUPK menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang”.
Karena itu, Pemerintah Kabupaten TTU dan PT. GEI segera wajib melakukan reklamasi terhadap lubang-lubang yang telah ditimbulkan akibat adanya pertambangan mangan di sana, seperti tertuang dalam Surat Bupati TTU No. Ek.540/102/IV/2012 tentang Ijin Prinsip Pembangunan Pabrik Pengolahan dan Pemurnian Biji Mangan kepada PT. Gema Energy Indonesia.

Kedua, Kesadaran kritis rakyat Oekopa untuk menuntut akan adanya reklamasi atas kerusakan yang terjadi di Oekopa adalah hal positif yang harus didukung berbagai pihak karena ini adalah proses pembelajaran menarik mengenai suatu kebiasaan dimana kerusakan lingkungan itu tidak dipulihkan setelah sebuah proses pertambangan kendatipun dalam berbagai produkuk hukum mengatur mengenai hal itu.

Ketiga, Pemerintah Provinsi NTT dan Pemkab TTU pada khususnya untuk segera melakukan evaluasi dan monitoring terhadap seluruh pertambangan agar mengidentifikasi semua kerusakan yang timbul dan menyiapkan rumusan stategi untuk melakukan pemulihan dan penyelamatan ekologi yang tersisah.
Selain itu perlu dichek seberapa jauh perkembangan yang didatangkan dari pertambangan apakah sungguh memberikan kesejahteraan. Apabila dalam evaluasi dan pemantauan itu, ternyata ditemukan bahwa pertambangan tidak memberikan nilai tambah bagi rakyat dalam upaya memperbaiki kualitas hidup rakyat maka sekiranya Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten mendukung program-program yang mengutamakan kepentingan rakyat seperti:Program Padat Karya Pangan (PKP) dan Program Sari Tani. Menurut kami, apabila program ini serius dijalankan tentunya akan memberi dampak positif bagi kehidupan petani, demikian ungkap Walhi NTT.

Jumat, 28 Juni 2013

Walhi NTT: Oekopa Lumbung Pangan, Bukan Tambang

Walhi NTT: Oekopa Lumbung Pangan, Bukan Tambang

  • Penulis :
  • Kontributor Timor Barat, Sigiranus Marutho Bere
  • Minggu, 16 Juni 2013 | 00:36 WIB
Tambang mangaan Di Desa Oekopa, Kecamatan Biboki Tanpah, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur. Nampak warga menggali mangan di kedalaman tiga meter. | KOMPAS.COM/SIGIRANUS MARUTHO BERE
KEFAMENANU, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai wilayah Desa Oekupa, Kecamatan Biboki Tanpah, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT, tak layak dijadikan lokasi pertambangan.

Meski demikian kini PT Gema Energi Indonesia sudah memulai aktivitas penambangan mangan di wilayah desa tersebut.

Direktur Walhi NTT, Heribertus Naif, kepada Kompas.com, Sabtu (15/6/2013) malam, mengatakan daerah Oelopa tersebut, selain menjadi lumbung beras juga merupakan daerah penyangga yang menjamin ketersediaan air bagi lahan persawahan bagi daerah Oekopa, Oerinbesi dan Lurasik.

"Pertambangan yang sangat dekat dengan perumahan warga, sumber air dan kawasan hutan akan merusak ekosistem serta berakibat fatal bagi kelangsungan hidup masyarakat. Karena itu dibutuhkan sebuah tata ruang yang jelas," jelas Heribertus.

Menurut Heribertus, secara normatif telah dimandatkan agar pemerintah daerah melakukan penataan ruang, tetapi hingga hari ini pemerintah Kabupaten TTU belum menjalankan mandat tersebut.

"Berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 sebuah pertambangan dapat dilakukan jika mendapat persetujuan masyarakat setempat. Jika ada masyarakat yang tidak setuju, seperti halnya yang terjadi pada pertambangan di desa Oekopa, maka secara hukum, aktivitas pertambangan tidak diperbolehkan di daerah tersebut karena masih dinilai ada konflik agrarian," tegasnya.

Heribertus mengatakan, pemerintah semestinya memediasi agar tidak mengorbankan rakyat terutama berkaitan dengan sumber-sumber penghidupan warga. Apalagi bagi petani, tanah adalah alat produksi yang dijadikan sumber penghidupan.

"Desa Oekopa merupakan salah satu lumbung pangan di Kabupaten TTU. Sehingga tidak dibenarkan bila daerah tersebut dikonversi menjadi kawasan tambang. Hal tersebut bertolak belakang dengan program yang dicanangkan pemerintah yakni gerakan cinta petani menuju pensiun petani dan program padat karya pangan," tambah Heribertus.

"Bila tidak dinilai, Pemkab TTU gagal dalam program tersebut dan tidak memiliki arah. Kiranya Pemkab melalui dinas Pertanian TTU mengidentifikasi daerah-daerah lumbung pertanian agar diberdayakan dan menjadi modal dalam pemenuhan pangan warga TTU. Tidak perlu berharap raskin," sambungnya.

Selain itu, wilayah desa Oekopa merupakan kawasan hutan yang berfungsi daerah tangkapan air yang menghidupi lahan persawahan Oekopa, Oerinbesi, dan Lurasik yang menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat.

Aktivitas tambang yang dilakukan PT Gema Energi Indonesia, dinilai akan membawa dampak negatif bagi produktivitas pertanian dan kehidupan warga setempat.

"Potensi pertanian dan peternakan yang ada di Oekopa telah menghidupi warga. Tanpa tambang masyarakat berkelimpahan pangan. Jika wilayah tersebut dikonversi menjadi daerah tambang, maka masyarakat akan kehilangan sumber penghidupan mereka," kata Heribertus.

"Pertambangan juga mengganggu keharmonisan sosial masyarakat, karena ada dua kubu yang memiliki pendapat yang bertolak belakang terkait aktivitas pertambangan yang dilakukan PT. Gema Energi Indonesia. Hal tersebut bisa mengakibatkan konflik sosial. Pemkab TTU semestinya memediasi konflik ini. Karena Pengelolaan Sumber daya alam harus berbasis pada keadilan sosial dan keadilan antar generasi," pungkasnya.

Untuk diketahui, penolakan warga Oekopa dengan kehadiran perusahaan tambang mangan sudah berlangsung sejak tahun 2012 lalu.

Warga juga sudah berulang kali mendatangi DPRD TTU, bahkan mengadu hingga ke DPRD Provinsi NTT. Meski demikian, praktik tambang mangan masih terus berlangsung.
Editor : Ervan Hardoko 
http://regional.kompas.com/read/2013/06/16/00363085/Walhi.NTT.Oekopa.Lumbung.Pangan..Bukan.Tambang

Senin, 24 Juni 2013

Koalisi Bebas Berserikat NTT Tolak RUU ORMAS


PERNYATAAN SIKAP
UU ORMAS HARUS DI CABUT BUKAN DI REVISI

Menanggapi rencana Panitia Kerja (Panja) RUU ORMAS akan melakukan konsultasi publik RUU Ormas di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tanggal 3-4 Juni 2013, maka dengan ini kami yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Berserikat Nusa Tenggara Timur akan menyampaikan saran dan sikap sebagai wujud partisipasi masyarakat.

Konsultasi publik yang dilakukan oleh Panja RUU ORMAS ini terkesan menghambur-hamburkan uang rakyat karena sikap tegas warga NTT yang diundang untuk terlibat dalam konsultasi publik pada Juni 2012 di Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW)  adalah menolak RUU ORMAS dan segera mencabut UU No.8/1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Sangat disayangkan RUU Ormas yang teramat penting ini dalam konsultasi publik kali ini dilakukan sangat tertutup dengan tidak melibatkan LSM terkait, Organisasi Kemahasiswaan dan Organisasi kemasyarakatan untuk terlibat dalam konsultasi publik di NTT.

Perlu dipahami bahwa kerangka hukum yang ada untuk organisasi yang bergerak di bidang sosial di Indonesia terbagi menjadi dua jenis. Pertama, untuk organisasi tanpa anggota (non-membership organisation), hukum Indonesia menyediakan jenis badan hukum Yayasan yang diatur melalui UU Yayasan. Kedua, untuk organisasi yang berdasarkan keanggotaan (membership-based organisation), hukum Indonesia menyediakan jenis badan hukum Perkumpulan yang masih diatur dalam peraturan kuno Stb.1870-64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtpersoonlijkheid van Verenegingen).

Bentuk Ormas tidak dikenal dalam kerangka hukum yang benar, ini merupakan kreasi rezim Orde Baru yang bertujuan mengontrol dinamika organisasi masyarakat di Indonesia. UU No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) lahir dengan semangat ‘mengerdilkan’ dinamika organisasi masyarakat. Bentuk Ormas sendiri adalah bentuk yang sebetulnya tidak memiliki tempat dalam kerangka hukum di Indonesia, namun dipaksakan karena kebutuhan rezim Orde Baru untuk menerapkan konsep “wadah tunggal” nya. Konsep wadah tunggal bertujuan untuk mempermudah upaya kontrol pemerintah. Selain itu, UU Ormas juga memuat ancaman pembekuan dan pembubaran yang  represif tanpa mensyaratkan proses pengadilan yang adil dan berimbang. Tindakan pemerintah semacam ini merupakan warisan dari pemerintahan kolonial.

UU Ormas ini jelas merupakan UU yang salah kaprah, dan salah arah. Untuk itu UU ini seharusnya dicabut, bukan direvisi. Untuk mengatur organisasi yang merupakan sekumpulan orang, DPR dan Pemerintah seharusnya kembali pada kerangka hukum yang benar yaitu UU Perkumpulan. 

RUU Perkumpulan sendiri sudah masuk dalam Prolegnas 2010-2014. Namun RUU Perkumpulan yang telah masuk dalam Prioritas Legislasi tahun 2011 dan secara hukum lebih punya dasar, malah tergeser dengan RUU Ormas yang salah arah,.

Ironisnya, para pengambil kebijakan sampai dengan saat ini tidak berniat untuk mencabut UU Ormas yang salah kaprah ini. Bahkan, sejak tahun 2006 Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri malah terus berupaya menghidupkan UU yang salah kaprah dan tidak efektif ini. Hal ini tentu tidaklah mengherankan, karena Kemendagri sangat berkepentingan untuk mempertahankan kewenangannya terkait kegiatan masyarakat untuk berserikat berkumpul di Indonesia. Pada masa Orde Baru, Ditjen Sospol (kini Ditjen Kesatuan Bangsa dan politik - Kesbangpol), merupakan salah satu ujung tombak rezim Orde Baru dalam mengawasi dinamika dan kebebasan berorganisasi bagi masyarakat. Bila UU Ormas ini dicabut dan dikembalikan kepada kerangka hukum yang benar (diatur UU Perkumpulan di bawah kewenangan Departemen Hukum dan HAM), maka kewenangan Ditjen Kesbangpol terkait organisasi masyarakat akan hilang.

Upaya represif semakin tampak jadi benar ketika Pemerintah seperti tak berdaya menghadapi berbagai kasus kekerasan yang dikaitkan dengan beberapa Ormas. Pasca rentetan tindak kekerasan beberapa waktu lalu, Presiden SBY bahkan sampai memerintahkan pada aparat penegak hukum agar mencarikan jalan yang sah atau legal untuk membubarkan Ormas perusuh.

Tidak tegasnya aparat penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian, tidak ada kaitannya dengan UU Ormas maupun upaya untuk merevisinya. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kita sudah lebih dari cukup untuk menjerat pelaku, yang turut serta, yang memerintahkan suatu tindak kejahatan, ataupun yang menyatakan permusuhan ataupun kebencian terhadap suatu golongan secara terbuka di muka umum. Seringkali tindak kejahatan itu bahkan tampil gamblang ditayangkan di layar kaca, sehingga seharusnya tidak lagi ada alasan bagi Kepolisian untuk tidak menindak tegas para pelaku.

Buruknya pola pikir dari pengambil kebijakan sebagaimana yang telah digambarkan diatas tergambar dengan jelas dalam Naskah akademik RUU ORMAS. Agumentasi utama dari pengambil kebijakan untuk menghadirkan RUU ORMAS bertolak dari latar belakang bahwa “Pesatnya perkembangan organisasi masyarakat paska reformasi, tidak diiringi dengan penyesuaian peraturan. Ditambahkan Bahwa Undang- Undang 5/1985 tentang Organisasi Kemayarakatan sudah tua dan perlu “disempurnakan”. Ditambahkan, bahwa telah terjadi berbagai “aktivitas organisasi masyarakat yang oleh sebagian kalangan dinilai mengganggu stabilitas sosial masyarakat. Fakta-fakta munculnya berbagai  anarkisme, seperti di Cikeusik, Pandeglang, Banten terkait konflik jemaat  Ahmadiyah dan anarkisme di Temanggung Jawa Tengah, memicu desakan untuk melakukan pembubaran organisasi masyarakat yang dianggap terlibat dalam peristiwa tersebut.”

Dengan naskah akademik yang seperti ini, maka harus tegas dikatakan bahwa perancang naskah akademik ini telah gagal mendiagnosa masalah-masalah social yang ditimbulkan oleh ormas2 bermasalah. Di samping itu, RUU Ormas secara epistimik tidak diperlukan karena ormas adalah kebutuhan organik manusia yang juga di jamin oleh UUD 1945. Buruknya naskah akademik ini, juga  menunjukan bahwa Parlemen Indonesia saat ini kehilangan semangat reformasi karena secara telak gagal mengawal proses lahirnya legislasi-legislasi yang pro reformasi, sebaliknya mengkianati semangat reformasi, sebagaimana terlihat dari draft RUU versi Badan Legislasi yang saat ini di bahas di DPR.

Berdasarkan paradigm diatas, maka kami dari Koalisi kebebasan berserikat Nusa tenggara Timur menyatakan menolak RUU ORMAS dan mendesak pemerintah dan DPR untuk:
1.Mencabut UU No. 8 Tahun 1985, tentang Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) dan mengembalikan pengaturan mengenai organisasi masyarakat pada kerangka hukum yang benar dan relevan yaitu berdasarkan keanggotaan (Membership-Based Organization) yang diatur dalam UU Perkumpulan dan yang tidak berdasarkan keanggotaan (Membership-Based Organization) diatur dengan UU Yayasan.
2.Menghentikan pembahasan dan pengesahan RUU ORMAS, serta mendorong pembahasan RUU Perkumpulan yang sudah masuk dalam program legislasi nasinal (Prolegnas) 2010-2014.


Kupang, 2 Juni 2013
Koalisi Kebebasan Berserikat Nusa Tenggara Timur

Kontak Person:
Elcid Li/IRGSC - (HP: 081219650415)
Merry Kolimon/JPIT - (HP:  081339469002)
Winston Rondo/CIS Timor - (HP: 0811383960)
Paul SinlaEloE/PIAR NTT - (HP: 085239052689)

 KOALISI KEBEBASAN BERSERIKAT NUSA TENGGARA TIMUR
PIAR NTT, IRGSC, CIS Timor, Forum Academia NTT, LBH APIK NTT, RUMAH PEREMPUAN, BP.Pemuda GMIT Sinode, WALHI NTT, Yayasan Cemara, Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT), INCREASE, Forum Peduli Aspirasi Rakyat (FPAR), Forum Karya Ampera, Himpunan Kelompok Serabutan Oebobo (HKSO), Komunitas Pasar Kuanino (KPK), GMKI Cab. Kupang, Forum Kebijakan NTT, KoAR NTT, Serikat Persaudaraan Guru (SPG) Kota Kupang, Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) NTT, Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Kampanye We Can NTT, Komunitas Pace Maker Kupang (KOMPAK)
Sekretariat: Jln. Lalamentik, RT.32/RW.10, Kel. Fatululi, Kec. Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Tlp/Fax: 0380-827917