Selasa, 19 Februari 2013


SURAT TERBUKA BUAT BUPATI SUMBA TIMUR, SUMBA TENGAH
DAN GUBERNUR NTT JANGAN KORBANKAN RAKYAT SUMBA

Kami adalah RAKYAT, perwakilan Komunitas Bengkel Tolak Tambang (BTT), Barisan Rakyat Anti Tambang Minerba di Sumba (BRANTAS), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sumba, KONTRAS, KIARA, Komunitas Peduli Martabat Tanah Sumba (KPMTS), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Solidaritas Petani Manupeu Tanadaru & Wanggameti, Warga Desa Wahang, JPIC OFM, Sinode GKS, Gerakan PNS Progresif Baik (GPPB), Forum Peduli Masyarakat Sumba Timur (FORPEMAST).

Sejak lama kami telah menolak keberadaan tambang Minerba di pulau kecil seperti di Pulau Sumba. Kami sudah berulangkali melakukan berbagai bentuk penolakan mulai dari surat hingga berdemonstrasi. Hal ini kami lakukan karena kami tahu dampak tambang telah menimbulkan kerusakan baik secara ekonomi, HAM, lingkungan hidup hingga sosial budaya politik.

Dalam kerangka ekonomi, warga yang semula adalah para petani peternak telah mulai kehilangan lahannya. Sala hsatu contoh kasus, adanya pengeboran di lahan penggembalaan warga di Rara Wu, Desa Prai Karoku Jangga, Sumba Tengah.

Dalam konteks HAM, bahwa sesungguhnya telah terjadi pelanggaran HAM dalam perijinan hingga pelaksanaan tambang di lapangan. Salah satu contoh, warga pemilik lahan baik secara pribadi maupun ulayat tidak dilibatkan dalam proses pembuatan rekomendasi hingga ijin. Berikutnya petani yang menolak tambang dan pemilik sah lahan justru dikriminalisasi seperti yang terjadi pada Umbu Djanji, Umbu Mehang dan Umbu Pindingara di Sumba Tengah dan kini yang tengah berlangsung kriminalisasi terhadap para petani di desa Wahang, Sumba Timur. 16 orang dijadikan tersangka dan 1 orang korban penganiayaan oleh Oknum/Antek PT Fathi Resourches yang juga menjabat sebagai kepala sekolah SDN Wahang (Wempi Djawa Lenang). Tindakan jemput paksa dan swipping yang dilakukan kepolisian tidak patut untuk dilakukan kepada warga Wahang dan mencederai HAM.

Dalam konteks lingkungan hidup, adanya pengeboran di kawasan hutan lindung. Ingat, Manupeu Tanadaru dan Wanggameti merupakan kawasan Taman Nasional. Berikutnya kerusakan sosial budaya politik. Kerusakan ini terjadi dan paling terasa dampaknya. Berikut beberapa contohnya, pertama, konflik vertikal antara pemerintahan dan masyarakat di Sumba Timur dan Sumba Tengah. Ketidakpercayaan rakyat telah menurunkan wibawa pemerintah dari level desa, kabupaten hingga provinsi yang justru lebih berpihak pada perusahan tambang (PT. Fathi Resources). Konflik horizontal, politik adu domba (ala “belanda” di masa penjajahan) telah membuat sesama warga yang semula hidup rukun di desa menjadi bermusuhan bahkan sampai melakukan tindak kekerasan baik secara fisik maupun psikologis. Kasus Wahang dan Prai Karoku Jangga, Karipi jadi preseden terburuknya.

Atas berbagai fakta di atas dan berbagai aktivitas penolakan baik dari unsur pemerintahan mulai dari DPRD hingga para pegawai negeri sipil, kalangan keagamaan seperti GKS dan Keuskupan serta warga Sumba dari berbagai ragam pekerjaan lain seperti petani, pedagang dan lain sebagainya, maka melalui surat terbuka ini kami menyampaikan, BUPATI SUMBA TIMUR DAN SUMBA TENGAH

  1. Kami mendukung bupati untuk mencabut rekomendasi yang diberikan kepada gubernur NTT yang menjadi salah satu syarat keluarnya IUP (Ijin Usaha Pertambangan) untuk PT. Fathi Resourches resources
  2. kami berharap bupati berempati atas kerusakan segala bidang yang telah terjadi dan meminta bupati untuk berhenti mengeluarkan rekomendasi maupun ijin pertambangan minerba bagi perusahan apapun di kabupaten ini
  3. Kami mendukung bupati untuk melakukan penguatan ekonomi lokal sumba yang berdasarkan pertanian, peternakan maupun pariwisata yang pro rakyat dan ekonomi lain yang tidak merusak secara masif daya dukung lingkungan dan sosial budaya
  4. Kami mendukung bupati untuk segera melakukan perdamaian sosial bersama warga di wilayah konflik segera sesudah perusahan tambang berhenti beroperasi di sumba timur
  5. Kami meminta agar mendorong aparaturnya maupun pihak terkait lainnya seperti kepolisian untuk berhenti melakukan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga negara dan aparatur negara lain yang melakukan penolakan terhadap tambang Gubernur NTT
  6. Kami meminta gubernur untuk mencabut iup eksplorasi pt. fathi resources di sumba atas pertimbangan konflik sosial yang telah timbul dan kerusakan bidang kehidupan warga lainnya
  7. Kami meminta gubernur untuk meninjau semua ijin tambang di NTTyang dikeluarkan oleh pemerintah propinsi. hal ini karena saudara-saudara kami juga di berbagai kabupaten lain baik di Pulau Flores, Timor, Alor juga melakukan penolakan terhadap aktivitas penambangan sebagai warga negara yang mencintai tanah leluhurnya, sampai kapan pun kami, tidak akan berhenti untuk melakukan penolakan terhadap aktivitas penambangan atau pembangunan apapun yang menempatkan rakyat sekitar MENJADI KORBAN. KAMI JUGA PERCAYA BAHWA BILA SUMBA DAN NTT BENAR-BENAR DIBANGUN BERDASARKAN KEARIFAN EKONOMI LOKAL YANG TELAH TUMBUH SEJAK NENEK MOYANG MAKA KESEJAHTERAAN DAN KESELAMATAN TANAH SUMBA AKAN SEMAKIN MEMBAIK. NDA HUMBA LI LA MOHU AKAMA (KAMI BUKAN SUMBA YANG MENUJU KEMUSNAHAN)!

    Demikian surat ini kami buat dengan nurani yang sesadar-sadarnya dan tanpa paksaan dari siapapun, kami berharap Bapak menjawab surat terbuka ini. PESAN DARI RAKYATMU

    28 JANUARI 2013


MIGRAN DAN PERANTAU DALAM BINGKAI PERLAWANAN DAN CITA-CITA
Oleh: Herry Naif*

Kabupaten Sikka adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang beribukota Maumere. Kabupaten Sikka memiliki perkembangan cukup pesat dibanding dengan kabupaten lain di pulau Flores dan NTT pada umumnya. Ini terlihat jelas dari roman kota Maumere yang berubah dari waktu ke waktu. Seiring dengan maraknya pembangunan itu pula, perdagangan manusia (human traficking) menjadi sesuatu permasalahan sosial. Padahal, Maumere dikenal sebagai kota persemaian pewarta iman Katolik yang sudah tersebar di empatpuluhan negara ini tentunya memiliki spiritualitas keagamaan yang baik. Keanggunan kota Maumere tenga dinodai sekitar 15 pub dan Karaoke yang setiap malamnya menyuguhkan musik dan sejumlah perempuan yang rata-rata berumur mulai dari 15 sampai 18 tahun. Kehadiran mereka untuk melayani tamu yang datang berkunjung mereka juga memberikan pelayanan atau servis plus. Aktivitas dunia malam ini dimulai sejak pukul 21.00 wita sampai dengan pukul 01.00 wita, pada jam jam tertentu juga terdapat aparat dari Kepolisian Polres Sikka yang mendatangi satu persatu lokasi pub dan karaoke sebagai upeti. Apakah ini telah ditetapkan dalam sebuah produk hukum? Lantas nurani kita tergugah dengan sebuah pertanyaan, Apakah permasalah ini terus dilestarikan ataukah perlu disikapi?

Sentilan pertanyaan dan fakta-fakta sosial mendorong TRUK–F (Tim Relawan untuk Kemanusian Flores) Divisi Perempuan untuk menyelenggarakan seminar sehari tentang Perdagangan manusia (human trafficking) dengan tema “Sisi Kelam para Migran dan Perantau dalam Bingkai Perlawanan dan cita-cita” di Hotel Permatasari Maumere pada Rabu, 8 Desember. Kegiatan itu dibuka Blasius Pedor (Asisten I Setda Sikka) dan dihadiri empat narasumber, yakni; Sr. Eustochia SspS (Koordinator Truk-F Divisi Perempuan), Sri Nurherawati, SH (Komnas Perempuan), dr. Yovita Mitak (Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan Setda Provinsi NTT) dan Dr. John Prior, SVD (Teolog). Kegiatan ini dimoderatori oleh Dr. Otto Gusti, SVD dosen STFK Ledalero dihadiri kurang lebih seratus peserta dari Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang memiliki kinerja dengan isu terkait, aktivis mahasiswa, ormas-ormas dan beberapa LSM di kota Maumere.

Keempat narasumber menyampaikan persepsi mereka tentang perdagangan manusia, human trafficking. Suster Estochia, Ssps mempertanyakan “Apakah manusia telah menggapai sebuah kehidupan yang lebih baik”. Hampir setiap hari, kami mendengar pengaduan rakyat soal kekerasan dalam rumah tangga ataupun yang dialami perempuan lainnya seperti: human trafficking. Perlu diacungkan jempol bahwa Maumere berubah wajah baik dari sarana maupun pra-sarana. Maumere menjadi tempat asal, transit dan tujuan trafficking. Apakah benar kita merdeka?

Pemerintah provinsi NTT dalam upaya pencegahan tindakan perdagangan manusia menurut dr. Yovita Mitak, digambarkan bahwa secara nasional, NTT termasuk sebagai daerah penyuplai TKI selain DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Jumlah TKI yang dikirim dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pemerintah Provinsi NTT sedang berjuang meningkatkan kapasitas para TKI agar memiliki pengetahuan dan skill sehingga memiliki bargaining position di negara tujuan kerja, demikian kata mantan pimpinan RSUD Prof. WZ. Yohanes Kupang.

Selain itu, Sri Nurherawati mengemukakan berbagai permasalahan tentang “Mengapa dikatakan perdagangan manusia”. Secara tidak langsung, “Perdagangan manusia adalah salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)”. Dari prosesnya human trafficking perlu dilihat dari relasi gender, kekerasan terhadap perempuan, konflik bersenjata, politisasi identitas, keinginan mayoritas dan kekerasan akibat konflik sumberdaya alam. Sri menegaskan bahwa penanganan korban perdagangan manusia dibutuhkan pelayanan terpadu dan sistem peradilan pidana terpadu yang mana terjadi koordinasi antar aparat penegak hukum. Lebih dari itu, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007. Dalam produk hukum ini, kesepakatan korban diabaikan. Artinya bahwa kendatipun terindikasi adanya kesepakatan korban dan pelaku human trafficking dalam permasalahan itu diabaikan, tidak dilihat sebagai sesuatu yang meringankan hukuman bagi pelaku. Dalam undang-undang ini juga adanya kepastian hukum yang mana secara tegas menghukum para pelaku trafficking.

John Prior, yang pernah menjadi dosen STFK Ledalero dan beberapa universitas di Australia dan Canada memberikan sebuah refleksi Teologis atas human trafficking. Mengawali presentasi itu, John mempertanyakan bahwa “Dimanakah Allah dalam semua ini? Kehidupan manusia bagai dalam perantauan dan pengembaraan. Dalam perantauan umat Ibrani terjadi pembentukan iman umat, dimana mereka berharap pada apa yang ditunjukkan Allah dan bersandar pada Allah. Pada konteks sekarang, umat mengalami migrasi dan perantauan. Di sana terjadi pertemuan antar umat yang berbeda-beda? Apakah kondisi itu bisa terjadi saling menerima sebagai saudara? Ataukah, kondisi ini dilihat sebagai eksploitasi diantara manusia?

Dalam misi kerasulan hendaknya migrasi dilihat salah satu wacana yang mesti diwartakan Gereja katolik. Misi migrasi harus menjadi prioritasi di tengah memburuknya sistem kapitalis yang menjebak manusia dalam pertarungan kelompok kuat dan lemah. Gereja harus mampu melihat dan berbenah diri untuk memperkuat posisi kaum marginal. Seyogyanya, migrasi melepas orang dari sekat suku, agama, ras dan gender.

John mengajak peserta forum untuk melihat bahwa “Apakah benar negara ini tengah membawa suatu kehidupan yang membahagiakan rakyatnya?”. Ironisnya, negara yang kaya raya sumber daya alam tidak dikelola untuk kemakmuran rakyatnya tetapi diberi kepada pihak asing sedangkan rakyatnya dibiarkan miskin, melarat dan rakyatnya pergi mencari kerja di negara lain. Potensi alamnya dibiarkan diisap oleh asing. Tak heran bila maraknya investasi di sini, demikian kata salah satu pastor yang menjadi Tim Penasehat Paus (Pemimpin Gereja Katolik Roma).

Seusai presentasi, dibuka dialog peserta dengan para nara sumber. Menariknya, dalam dialog tersebut, Kapolsek Nita, AKP Flavianus Flavi menyatakan bahwa “Saya tidak suka dengan orang yang kerjanya kritik melulu, apa yang dibuat bagi masyarakat. Ada telivisi yang kerjanya hanya mengkritik meluluh.” Pernyataan ini seakan membakar semangat para peserta yang hadir dalam diskusi itu. Pertanyaan ini kemudian dijawab Moderator, Dr. Otto Gusti, SVD dengan menyatakan bahwa Negara tanpa kritik adalah Otoriter. Tidak ada demokrasi tanpa kritikan. Di dalam negara demokrasi, kritik menjadi sarana penting dalam proses pengakhawalan terhadap pemerintahan agar tidak menjadi otoriter. Pernyataan moderator ini kemudian disambut riang oleh peserta, sebagai ekspresi ketidaksukaan mereka atas pernyataan yang disampaikan oleh kapolsek Nita.

Peserta lainnya sebatas mengungkap bagaiman permasalahan tersebut bisa diatasi bersama. Mengatasi permalahan tersebut dibutuhkan keseriusan dan partisipasi aktif dari berbagai pihak termasuk pemerintah dan aparatur penegak hukum. Yosef Benyamin (sekretaris Korpri) melihat bahwa herannya negara ini sudah memiliki perangkat hukum tetapi perdangangan manusia terus terjadi, ada apa dibalik semuanya. “Sejauhmana kepedulian pemerintah terhadap penanganan masalah ini”. Apakah hanya dengan memberikan sebuah handphone (HP) masalah penanganan TKI bisa diatasi?, demikian kata Benya yang pernah bekerja di Bagian Hukum Setda Sikka. Sedangkan Lorens Ritan, melihat bahwa perdagangan manusia adalah bentuk eksploitasi manusia yang lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan eksploitasi sumber daya alam. Aneh rasanya, belum selesai eksploitasi sumber daya alam, masyarakat Indonesia dieksploitasi lagi. Bangsa ini tunduk dengan bangsa pemodal. Ini indikator lemahnya kedaulatan Republik Indonesia di depan bangsa lain, demikian tukas aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) Sikka.

Diakhir sesion seminar ini, ada beberapa hal yang direkomendasikan forum adalah soal perlu adanya Perda Trafficking sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 dan penetapan Gugus Tugas oleh Bupati Sikka. Selama ini sudah ada lembaga yang bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintah untuk menangani permasalahan ini tetapi belum mendapatkan legitimasi hukum dan alokasi anggaran yang cukup. Inilah yang kemudian memandekan kinerja dan koordinasi para pihak dalam penangan permasalahan perdagangan manusia di Kabupaten Sikka.

Penulis adalah Manajer Program Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT dan Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sikka – Maumere Flores NTT
email: herrynaif@yahoo.com atau herrynaif@gmail.com

“PERTAMBANGAN MANGAN: MENJAWABI ATAU MEMBAWA MULTI-KRISIS?

“PERTAMBANGAN MANGAN:
MENJAWABI ATAU MEMBAWA MULTI-KRISIS?”
(1)1
Oleh: Herry Naif2


Abstract   

Manusia memerlukan sumberdaya alam berupa tanah, air, udara, energi dan sumberdaya alam lain termasuk keadaan sumberdaya alam yang terbaharukan ataupun yang tidak terbaharukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya alam yang dibutuhkan itu memiliki keterbatasan kuantitas, kualitas serta keterbatasan ruang dan waktu. 

Sumberdaya alam dan manusia mempunyai kaitan yang erat. Kualitas kehidupan manusia ditentukan oleh dirinya dan keadaan sumberdaya alam di sekitarnya atau sebaliknya aktivitas manusia berpengaruh terhadap keberadaan sumberdaya dan lingkungan. Kerusakan lingkungan banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Misalnya;  pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan.

Alasan sekelompok orang bahwa pembangunan dengan berfokus pada penggerukan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanyalah rasionalisasi pembenaran atas kebinalannya yang terurai dalam tindakan eksploitatif dan ekstraktif tanpa mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan yang berimbang.

Maraknya pertambangan mangan di pulau Timor bukan merupakan pilihan yang arif dalam menjawabi krisis pangan akibat gagal panen. Apalagi kondisi ekologi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat tengah di ambang kegentingan. Pilhan ini akan berdampak pada krisis pangan, krisis air, kriris energi dan lingkungan yang berkepanjangan.

Sekilas Tentang Provinsi NTT

Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan propinsi kepulauan dengan total pulau sebanyak 566 buah pulau, diantaranya terdapat 3 gugusan pulau yaitu Flores, (Komodo, Rinca, Flores, Solor, Adonara, Lembata), Sumba dan Timor (Sabu, Rote, Semau, Timor, Alor dan Pantar). Dari gugugasan pulau itu yang sudah berpenghuni (42 buah), tak berpenghuni (524 buah), sudah bernama (246 buah), belum bernama (320 buah). Batas wilayah propinsi ini sebelah Utara: Laut Flores; Selatan: Laut Hindia; Barat: Selat Sape (Propinsi NTB); Timur: Negara Timor Leste dan Australia.

Secara administratif, NTT memiliki 20 Kabupaten dan 1 Kota, 215 kecamatan dan 2.762 desa. Jumlah penduduk NTT tahun 2009: 4.534.319 jiwa, dengan kepadatan penduduk 95,76 jiwa per km2. Lebih dari 70% penduduk bermukim di pedesaan. Sedangkan secara geografis, provinsi NTT memiliki posisi strategis dimana sebagai pintu masuk perdagangan menuju benua Australia. Peluang ini sama sekali sepih dari pehatian pemerintah, malah justru dimanfaatkan amat baik oleh investor pertambangan Cina, Korea, Jepang, India dan Australia untuk menggeruk sumber daya alam yang ada di kepulauan ini.

NTT yang dilabeli sebagai daerah gersang, kering-kerontang, kurang pangan dan air (daerah serba kekurangan) ternyata menyimpan segudang potensi mineral yang menyilaukan mata para komprador untuk kepentingan investasi dan kepentingan para penguasa dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Setelah diketahui NTT memiliki banyak potensi mineral, para pemimpin seakan kehilangan daya kreatif-inovatif dalam mengembangkan sumber-sumber penghidupan yang bersentuhan langsung dengan kenyataan hidup rakyat Timor dan NTT pada umumnya, seperti: pertanian, peternakan, perikanan dan pariwisata. Padahal, sebelum diketahui akan adanya potensi mineral seperti mangan, marmer, emas, minyak bumi, biji besi dan beberapa potensi mineral lainnya, hampir seluruh perhatian dikonsentrasikan pada sumber-sumber penghidupan rakyat tersebut. Ini terbukti bahwa sepanjang sejarah kehidupan masyarakat NTT disuplai oleh semua sumber penghidupan tersebut.

Pulau Timor pernah dikenang sebagai gudang ternak setelah Sumatera. Tetapi kini peternakan tidak lagi mendapatkan perhatian serius sebagai salah satu potensi dalam mengembangkan kualitas hidup rakyat. Rupanya orang sedang lupa-ingatan. Padahal hampir seluruh pemenuhan hak-hak dasar rakyat (pendidikan, kesehatan, perumahan, pangan) ditopang oleh adanya peternakan sapi. Jawaban “kami sekolah karena hasil jual ternak sapi” akan ditemukan dari bibir para penguasa di daratan Timor. Jawaban ini sebetulnya membuktikan peternakan mampu memberi jaminan pemenuhan hak-hak dasar warga tanpa merusak yang lain. Masih ada potensi lain yang semestinya dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten di NTT dalam mendorong kesejahteraan rakyat.

Provinsi NTT sedang gencar melakukan pengembangan industri garam, pengembangan ternak, pengembangan rumput laut, pengembangan cendana dan gaharu, pariwisata. Artinya, perlu mengedepankan keunggulan daerah masing-masing sehingga pembangunan terfokus3.

Ironis, seiring dengan gencarnya pengembangan program-program tersebut, aktivitas industri ekstraktif (pertambangan) pun tak kalah dilakukan di seluruh wilayah kepulauan NTT. Misalnya Jumlah pemohon ijin di Kabupaten Kupang sampai Desember 2010, 80 perusahaan (rata-rata sudah beroperasi. Jumlah pemohon ijin di Kabupaten TTS 176 (IPR dan IUP), 3 telah mendapat IUP Produksi yaitu PT. Soe Makmur Resources (2010), PT. Elang Perkasa Resources dan PT. Nisso Steel Indonesia (2011) Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah pemohon ijin 27 IUP eksplorasi, 112 IPR, 4 telah mendapat IUP eksplorasi PT. Elang Perkasa Resources Indonesia, PT. Elang Perkasa Kencana Resources Indonesia, PT. Elgary Resources Indonesia. Dan di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan. Dan di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan. Selain itu ada pertambangan Minyak di Blok Migas Kolbano – TTS yang mencakupi 16 Kecamtan TTS dan 2 Kecamatan Kabupaten Kupang oleh PT. Eni West Timor.  Di pulau Sumba;  Sumba Timur dan Sumba Tengah yang mencakupi kawasan Lai Wanggi Wanggameti dan Kawasan Manupeu Tana Daru. Sedangkan di Pulau Flores, pertambangan mangan di Sirise, Torong besi (Kabupaten Manggarai) yang memasuki areal kawasan hutan lindung, pertambangan biji besi dan batu bara di Riung Kabupaten Ngada, yang merupakan kawasan penyangga untuk kawasan pariwisata 17 pulau. Pertambangan emas di Tebedo dan Batu Gosok (Kabupaten Manggarai Barat), serta pertambangan emas di pulau Alor, daerah yang sering dikunjungi bencana gempa bumi. Tambang Emas di pulau Lembata yang mendapatkan perlawanan rakyat  dan Gereja yang kemudian Surat Keputusan Bupati harus dicabut.4

Selama ini, beberapa pertambangan yang mendapatkan perlawanan adalah pertambangan emas di Lai Wanggi Wanggameti (Sumba Timur) dan Manupeu Tanadaru (Sumba Tengah). Kedua tempat ini adalah kawasan lindung yang mana terdaftar sebagai Taman Nasional. Tambang Mangan di Sirise dan Torong besi sementara dalam proses hukum dimana ada gugatan class action dari warga setempat. Di Kabupaten Manggarai Barat semua Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dicabut dan ditolak permohonannya oleh Bupati Agustinus Dula. Masyarakat Adat Leragere menolak pertambangan emas lembata. Aliansi Rakyat Anti Tambang (ARANG) TTS menolak semua pertambangan mangan di Kabupaten TTS dan NTT pada umumnya.

Tulisan ini, difokuskan pada pertambangan mangan di pulau Timor yang hampir terjadi di wilayah kabupaten, (TTU, Belu, TTS, Kupang dan Kota Kupang) yang menimbulkan banyak perdebatan baik di tingkat rakyat atau pun para elit penguasa.

Mangan Menurut Atoni Pah Meto

Mangan dalam bahasa dawan disebut fatu metan. Fatu metan adalah padanan bahasa dawan, fatu yang berarti batu dan metan berarti hitam. Secara harafiah fatu metan diterjemahkan batu hitam. Mayarakat dawan memberikan nama berdasarkan jenis dan wujud yang dilihatnya. Namun secara historis-cultural mangan bagi atoin pah meto5 sungguh bernilai. Mangan dipandang bernilai mistik-magis yang harus dihormati. Bila tidak bencana longsor, angin kencang, kekeringan dan bencana lainnya akan terjadi sebagai konsekuensi atas tindakan tersebut. Mangan tidak sembarang diambil atau dipungut untuk kepentingan apa pun, sekalipun mangan hampir ditemukan dalam semua wilayah Timor. Pada masa kejayaan kekuasaan tuan tanah (tobe)6, siapa pun tidak diperkenankan untuk memilih atau memindahkan dari tempatnya.

Tradisi ini dipertegas dalam filosofi atoni pah meto melihat alam (bumi). Bahwa bumi diidentifikasi sesuai dengan struktur fital tubuh manusia. Tanah (nijan) dilihatnya sebagai daging; Batu (fatu) dipandangnya sebagai tulang. Air (oel) bagai darah yang terus mengalir dalam tubuh. Sedangkan hutan adalah paru-paru. Sesuai dengan paradigma bisa dibayangkan bila seluruh tulang manusia diambil dari tubuh seseorang bisa disaksikan apa yang terjadi di sana?

Selain itu, batu dipakai atoin pah meto sebagai simbol untuk suku (fatu kanaf). Tidak heran bila hampir semua gunung batu di Pulau Timor dinamakan sesuai dengan suku yang ada di pulau Timor. Pemberian nama suku pada sebuah gunung batu, sekalian suku itu adalah penguasa di wilayah tersebut. Di sini, setiap kita pasti tergugah dan bertanya: Mengapa batu sangat penting bagi masyarakat di pulau Timor. Atau mengapa, kearifan lokal masyarakat Timor menempatkan batu pada posisi yang sangat berharga?

Prinsipnya, kepercayaan ini dilandasi pada sebuah argumentasi mendasar yang tidak bisa dilepaspisahkan dari kelestarian lingkungan. Lebih dari itu, dalam konteks struktur tanah dan geologi, Pulau Timor adalah sebuah pulau kecil yang unik. Timor disebut daerah gersang, kering-kerontang. Topografinya, berbukit-bukit dan kering. Dimanakah kawasan penyimpan air (water scatchman area) berupa kawasan hutan.  Kawasan hutan yang ada kualitasnya tidak sama dengan hutan di Kalimantan, Papua dan Sumatera.

Herannya di pulau Timor, air muncul di daerah gunung batu. Berarti secara geologi, pulau ini unik. Daerah-daerah gunung batu ada air. Dengan demikian, orang Timor memberikan penghargaan yang luar biasa kepada sebuah batu. Alasannya, dengan banyak batu akan memberikan sumber mata air  dan kehidupan bagi pulau ini.

Sekilas Pertambangan Mangan di Pulau Timor

Setelah diketahui NTT memiliki banyak potensi mineral, para pemimpin seakan kehilangan daya kreatif-inovatif dalam mengembangkan sumber-sumber penghidupan seperti: pertanian, peternakan, perikanan dan pariwisata. Sumber-sumber penghidupan ini bersentuhan langsung dengan kenyataan hidup rakyat Timor dan NTT pada umumnya,. Oleh sebab itu, sebelum diketahui akan adanya potensi mineral seperti mangan, marmer, emas, minyak bumi, biji besi dan beberapa potensi mineral lainnya, hampir seluruh perhatian dikonsentrasikan pada sumber-sumber penghidupan tersebut.

Banyaknya deposit mangan ini, mendorong para geolog berdatangan ke pulau Timor. Sejak tahun 2000-an, mangan mulai diperkenalkan para geolog kepada masyarakat di Pulau Timor. Bahwa di dalam perut  pulau Timor  banyak terkandung mineral mangan yang sangat berharga. Informasi ini disambut gembira masyarakat di pulau Timor. Mayoritas masyarakat Timor adalah petani lahan kering  yang mana sangat bergantung pada cuaca. Ketika itu mereka sedang mengalami perubahan cuaca ekstrem dimana kelebihan curah hujan sehingga membuat para petani tidak bisa bertani pada lahan kering.

Informasi ini seakan menjadi jawaban atas krisis pangan, ketika tidak ada pilihan lain dalam menghadapi keterdesakan ekonomi saat itu. Kapasitas mereka umumnya sangat terbatas. Tanpa mengerti apa itu mangan dan dampak-dampaknya, secara berjemaat orang berubah menjadi penambang. Mayoritas masyarakat Timor yang sebelumnya adalah petani lahan kering serentak berubah profesi menjadi penambang mangan. Malah ada yang sebelumnya sopir, tukang, honorer, buruh bangunan di kota pun beralih profesi menjadi penambang mangan. Pergeseran profesi ini seakan membawa kegemilangan hidup melalui uang tunai yang diterima.
    Pilihan ruang aktivitas menambang disesuaikan dengan kapasitas yang dimiliki dan diminati masyarakat. Ada yang harus setiap berhari dan bahkan berminggu-minggu berada di lokasi pertambangan untuk menggali. Ada penimbun atau penampung mangan, yang akan mengambil fee dari hasil penjualan kepada pengusaha. Ada pelobi antar warga dengan pengusaha (calo mangan) dan Pengusa tambang dan Ijin Resmi (Petir). Sedangkan di Soe Kabupaten TTS, ada kelompok Obama7 (Ojek Bawa Mangan).

Pertambangan mangan di Timor bisa disebut Pertambangan Berjemaat.

Ini tergambar jelas dari jumlah perijinan yang dikeluarkan oleh pemberintah kabupaten di daratan Timor. Misalnya: Jumlah pemohon ijin di Kabupaten Kupang sampai Desember 2010, 80 perusahaan (rata-rata sudah beroperasi. Jumlah pemohon ijin di Kabupaten TTS 176 (IPR dan IUP), 3 telah mendapat IUP Produksi yaitu PT. Soe Makmur Resources (2010), PT. Elang Perkasa Resources dan PT. Nisso Steel Indonesia (2011) Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah pemohon ijin 27 IUP eksplorasi, 112 IPR, 4 telah mendapat IUP eksplorasi PT. Elang Perkasa Resources Indonesia, PT. Elang Perkasa Kencana Resources Indonesia, PT. Elgary Resources Indonesia. Dan di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan.

Melihat masifnya pertambangan berjemaat ini, kemudian banyak pihak memperdebatkannya dalam berbagai aspek kehidupan, entah pada dampak ekonomis, lingkungan, sosial dan budaya.

Kerusakan lingkungan dan nilai-nilai sosial lainnya tidak sebanding dengan yang diterima masyarakat dan pemerintah kabupaten. Bahkan banyak perusahaan masih menunggak keuangannya yang semestinya wajib disetor ke Pemerintah Kabupaten sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) bandingkan Tabel 1.  
Tabel 1. Data Perusahaan-perusahaan Penunggak Royalti dan Iuran Tetap di Kabupaten TTU

NO
PERUSAHAAN
JENIS TUNGGAKAN
JUMLAH (RP)
1
PT. Bola Dunia Mandiri
Royalti
22.750.000,00
Iuran Tetap
2.000.000,00
2
PT. Putra Indonesia Jaya
Royalti
24.817.500,00
3
CV. Lintas Jaya Group
Royalti
30.940.000,00
Iuran Tetap
2.500.000,00
4
PT. Wanda Jaya Utama
Royalti
11.990.000,00
5
PT. Batavia Cyclindo Industry
Royalti
3.503.500,00
6
CV. Bumi Timor Pantura
Royalti
27.570.000,00
7
CV. Titian Kasih
Roayalti
45.500.000,00
8
CV. Asia Traco
Royalti
12.097.000,00
9
PT. Elgary Resources
Royalti
15.925.000,00
10
PT. Elgary Resources Indonesia
Royalti
22.750.000,00
11
PT. Ainun Persada Sakti
Royalti
45.500.000,00
12
PT. Artha Envirotama
Iuran Tetap
1.200.000,00
13
CV. Fajar Utama
Iuran Tetap
1.000.000,00


Total Tunggakan Royalti dan Iuran Tetap
271.102.000,00
Sumber: Pos Kupang
Mencermati data tabel 1. Data Perusahaan-perusahaan Penunggak Royalti dan Iuran Tetap di kabupaten TTU, sebuah pertanyaan terus menggugah bahwa apakah dengan besar dana yang ada akan mampu menghantar rakyat pada kualitas hidup yang baik? Dan apa dana sebesar ini akan mampu memulihkan kerusakan lingkungan yang timbul akibat penggalian mangan yang masif dilakukan?
Di sini, dibutuhkan sebuah kebeningan berpikir untuk mencermati lebih jauh tentang manfaat pertambangan mangan bagi masyarakat Timor. Ataukah keadilan ekonomi (economy justice) ini akan terbayar setelah adanya Peraturan Daerah tentang Pertambangan Mangan di Kabupaten TTU, Belu, TTS dan Kupang?
Ataukah ada yang lebih substansi harus dilihat sebagai sebuah proses penjajahan baru (neo-liberalisme) yang selama ini dikampanyekan secara luas oleh anak negeri yang masih peduli dengan kemandirian bangsa. Bahwa skema Neo-liberalisme terurai dalam kepentingan Trans National Corporation (TNC) dan Multi National Corporation (MNC) harus kemudian diamini dengan adanya program Corporation Social Reponsibility (CSR) yang diberikan melalui kelompok-kelompok kritis seperti LSM, Akademisi, OKP-OKP atau langsung pada komunitas di kawasan tambang. Alasan bahwa ada program pemberdayaan hanya pelumas hati yang diberikan perusahaan untuk  menghindari kekritisan rakyat atas ketidakadilan ekonomi yang diterimanya.
Disadari atau tidak, pertambangan mangan berjemaat tengah membius kekritisan rakyat dan kelompok civil society di pulau Timor yang sedang berangan-angan bahwa pertambangan akan memberikan dampak ekonomi. Dimana ditemukan bahwa dengan pertambangan mangan, warga membeli motor, Telivisi dan perabot lainnya yang dinilai elit. Tetapi ketika pendapatan dari hasil penggalian mangan mulai menurun, semua peralatan yang dibeli ini kembali digadai/dijual untuk membeli makan atau memenuhi kebutuhan lainnya. Peningkatan ekonomi sesaat memang dirasakan rakyat. Bagaimana dengan lubang-lubang yang dibiarakan mengangah itu, apa bisa dipulihkan agar kembali menjadi lahan pertanian.
Pembenaran pertambangan melalui perhitungan uang tunai yang diterima masyarakat dan berbagai kajian sebagai alasan tambahan merupakan sebuah proses pelegitimasian atas kerusakan ekologi yang tengah berada di ambang kegentingan.
Pertanian, peternakan dan Industri Rumah Tangga (tenun-ikat) yang sudah ratusan tahun terbukti menjadi pemenuh kehidupan masyarakat di Pulau Timor. Lalu ini harus ditinggalkan dengan bayangan akan adanya uang tunai yang diterima. Apa yang diprioritaskan adalah memenuhi kebutuhan hari ini dengan merusak lingkungan hidup secara permanen, hilangnya sumber air, memotong keberlangsungan hidup generasi yang akan datang, sampai pada kehilangan nyawa akibat tertimbun tanah dan batu mangan. Baca Tabel 2, data korban mangan.

Tabel 2. Data Korban Mangan1

No.
HARI /TANGGAL
NAMA
USIA (thn)
KEJADIAN
LOKASI
1.
17 Agust. 2009
Daud Lomi Pita
48
Tewas tertimbun galian mangan
RT 22 / RW 06 Dusun C, Desa Tubuhue, Kec. Amanuban Barat, TTS
2.
10/02/09
    Simon Linsini
    Etri Linsini

Tewas tertimbun tanah saat sedang menggali mangan
Kel. Naioni
3.
10/06/09
    Melianus Bariut
    Petrus Sabloit
    Ambrosius Seran
    Marice Ton
51
38
11
38
Tewas tertimbun saat sedang menggali mangan
Kiumabun, Desa Oebola dalam, Kec. Fatuleu, Kab. Kupang
4.
18 oktober 2009
    Klara Abuk
    Hans
50
30
Tewas Tetimbun tanah ketika sedang menggali batu mangan
Tuataun, Kec.Feoana, TTS
5.
1 Desember 2009
Agustinus Sila
30
Tewas mengenaskan dalam lubang tambang mangan
RT 09, Lingkungan 2, Kel.Oelami, Kec. Bikomi Selatan, TTU, Tempat penggalian mangan, Fatukoko
6.
1 Desember 2009
Timotius Sali Lisu
29
Ditemukan sekarat dilubang galian mangan, dan harus mnjalani perawatan intensif di RSU Kefamenanu
Kel. Oelami, Kec.Bikomi Selatan, TTU, Tempat penggalian mangan, Fatukoko
7
15 Desember 2009
Marta Laitoto
39
Tewan tertimbun tanah di lokasi tambang Nulopo
Kelurahan Ponu, Kecamatan Biboki Ainleu, Kabupaten TTU
8
27 Februari 2010
Marsel Amnesi
30
Tewas tertimbun tanah dilokasi penggalian mangan
RT 20 / RW 2, Naioni,Kupang (Lokasi penggalian mangan Oelnunfafi, kel. Naioni, Kec. Alak,Kota Kupang)
9
5 Mei 2010
Remon Aklili
8
Tewas tertimbun bongkahan tanah saat menggali batu mangan
Murid kelas 2, SDI Oelusapi, dusun 3, Desa Poto,Kec. Fatuleu Barat
10

Dita Nono
38
Tewas di tempat Penggalian Mangan
Desa Nimasi, Kecamatan Kab. TTU
11
10/01/10
Martinus Tasik
Maria Bita Luan

Tertimbun longsoran tanah akibat penggalian Mangan
Tabean B, Desa Tukuneno Kecamatan Tasifeto Barat, Kab. Belu
Sumber : Pos Kupang dan informasi lapangan
1Data ini dikumpulkan dari hasil liputan Pos Kupang, 2009 – 2011 dan beberapa data lapangan lainnya.
 
Harus dimengerti juga tentang apa dan bagaimana dampak dari pertambangan serta urgensinya bagi kondisi NTT sebagai provinsi kepulauan yang merupakan daerah ring of fire  yang mana rentan terhadap berbagai bencana seperti: kekeringan, longsor, gempa bumi, tsunami, banjir  serta bencana lainnya yang terus menjadi langganan masyarakat di pulau Timor.

Respon Para Pihak di Kabupaten TTU

Carut-marut pertambangan di Kabupaten TTU yang lagi santer dibicarakan publik baik media maupun dalam pembicaraan warga TTU dan pulau Timor pada umumnya. Pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten TTU telah menerbitkan 82 Surat Kuasa Pertambangan yang terdiri dari 64 Ijin KP eksplorasi dan 18 KPR dengan total areal tambang 92.532 hektar tidak termasuk areal tambang yang belum mendapatkan ijin.

Semangat jual murah, keruk habis bahan tambang sedang dipertontonkan dengan alasan  peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal, daerah ini terkenal dengan busung lapar, rawan tanah longsor, gagal panen. Dipikirnya bahwa pertambangan menjadi jawaban atas kemiskinan yang terus menggurita.

Merespon semua fakta permasalahan pertambangan mangan di Kabupaten TTU yang selalu diwarnai pro-kontra, DPRD Kabupaten TTU berinisiasi untuk menyikapi pertambangan mangan tersebut dengan membahasnya secara khusus. Dibentuklah Tim Panitia Khusus (Pansus) Mangan untuk melakukan kajian administrasi dan lapangan.

Lambannya inisiasi pembentukan Pansus Mangan di Kabupaten TTU, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Kefamenanu dan Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMNI) cabang Kefamenanu mendesak DPRD TTU segera menindaklanjuti membentuk Tim Pansus. Aspirasi ini kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuk Tim yang beranggotakan: H. Frengky Saunoah, SE (Ketua), Yasintus Naif, SE (Wakil Ketua), Aloysius Talan, SP (Sekretaris) serta beranggotakan: Frans Tatang Salu, Atonius M. Z. Lake, SH.,  Karolus Sonbai, F. X. Dwiyanto Tantri Sanak, Thimotheus Atolan dan Agustinus Ndun. Tim ini kemudian melakukan aktivitas dalam rangka memberikan kesimpulan dan rekomendasi atas berbagai masalah yang berkaitan dengan pengelolaan pertambangan mangan di wilayah Kabupaten TTU.

Hasil kerja Tim Pansus sudah dirampung sejak akhir bulan Juni 2010 sesuai dengan Jadwal Sidang semestinya dilaporkan pada Sidang Paripurna tanggal 6 Juli 2010. Namun itu tidak bisa dijalankan karena ketidakhadiran Bupati TTU (Drs. Gabriel Manek. Msi.) lalu diputuskan untuk diundurkan sampai pada tanggal 8 Juli 2010. Akan tetapi pada kesempatan itu juga tidak dihadiri oleh Bupati TTU dan instansi-instansi terkait. Sikap menyepelehkan ini akhirnya berdampak pada belum terlaksananya Sidang I DPRD Kabupaten TTU tahun sidang 2010 dan fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah mundurunya penghargaan dan penghormatan terhadap Tugas, Fungsi, Wewenang dan Kedudukan DPRD sebagaimana diamanatkan oleh Ketentuan Peraturan Perundang-udangan.9

Pembentukan Pansus tidak ada niat apa pun yang terselubung mencederai dan mendiskreditkan individu dan atau sekelompok orang tertentu melainkan sebagai suatu wahana tertentu bagi terlaksananya penataan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang baik dalam semangat “good government and clean government”.

Akhirnya, pada tanggal 4 September 2010 dipresentasikan hasil kesimpulan dan rekomendasi DPRD TTU atas permasalahan pertambangan Mangan di Kabupaten TTU. Beberapa Kesimpulan10 diantaranya:
  1. Dalam menerbitkan Surat Keputusan Bupati tentang Ijin Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bupati Timor Tengah Utara telah melanggar Pasal 8 ayat 1, 2, 4, 5 huruf c dan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten TTU Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pertambangan Umum;
  2. Pemerintah Daerah melalui Dinas-Dinas terkait tidak melakukan pengawasan yang baik terhadap kegiatan pertambangan mangan sehingga investor telah melakukan kegiatan yang melampaui ijin yang diberikan dimana kegiatan yang dilakukan sudah pada tahap eksploitasi
  3. Penetapan harga yang tidak berpihak pada masyarakat sehingga tidak ada jaminan menuju kesejahteraan bagi masyarakat penambang
  4. Sistem Administrasi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU sangat Amburadul sehingga berada di bawah garis kewajaran sebuah institus pemerintahan.
  5. Ada Ijin Kuasa Pertambangan Eksplorasi yang tidak tercatat pada dokumen pengiriman batu mangan (dok. Dari kantor Perhubungan laut Atapupu Atambuan).
Dari beberapa kesimpulan itu, DPRD TTU memberikan beberapa rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten TTU.  Beberapa rekomendasi11 yakni:
  1. Sehubungan dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik dilakukan secara sendiri atau bersama-sama terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan maka Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum melakukan proses hukum sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
  2. Pansus merekomendasikan  kepada paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum mengusut dugaan kerugian negara dan daerah;
  3. 3.Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum mengusut dugaan tindak pidana pemalsuan paraf Sekretaris Daerah kabupaten TTU
  4. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan pemalsuan surat Keputusan Bupati TTU tentang Ijin Kuasa Pertambangan Mangan oleh PT Tiara Utfar Mandiri dan PT Parikesit Tambang Jaya;
  5. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU untuk menghentikan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU Lodofikus Sila, SH dari jabatannya karena tidak mempunyai kecakapan dan kapasitas yang memadai untuk memimpin Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU;
  6. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU mencabut ijin Perusahaan-Perusahaan yang mendapat penolakan dari masyarakat dan melakukan praktek kolusi dengan oknum pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU
  7. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar segera melakukan revisi terhadap Perda Kabupaten TTU No. 5 Tahun 2003
  8. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar pengelolaan potensi pertambangan mangan lebih memprioritas pemberdayaan pengusaha lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat TTU dengan memberi akses yang luas untuk pola pengelolaan melalui Ijin pertambangan Rakyat [IPR]
  9. Pansus merekomendasikan kepada paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar segera mencabut surat Keputusan Bupati tentang harga mangan dan selanjutnya harga mangan dibiarkan untuk mengikuti mekanisme pasar
  10. Pansus merekomendsikan kepada Paripurna DPRD agar menegaskan kepada Bupati TTU untuk segera melaksanakan Peraturan Bupati TTU Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pelimpahan sebagian Kewenangan Bupati di Bidang Peijinan kepada kepala KP2YSP Kabupaten TTU khususnya perijinan bahan Galian B karena sampai saat ini masih melekat pada Dinas Pertanbangan dan Energi
  11. Pansus merekomendasikan kepada Paripura DPRD untuk membentuk tim Pengawas Pelaksanaan Keputusan DPRD 
Dari beberapa kesimpulan dan rekomendasi ini, sejak dipresentasikan hingga hari ini belum ada kemajuan yang jelas dalam mengatasi permasalahan pertambangan mangan di kabupaten TTU.

Di tengah perguncingan itu, muncul kelompok civil society yang melakukan studi cepat, Perempuan dan Pertambangan Mangan di Timor Barat yang dikoordinir oleh Yayasan Bife Kuan. Hasil studi cepat ini kemudian ditindaklanjuti dengan Workshop “Perempuan dan Pertambangan Mangan di Timor Barat” yang dilakukan pada tanggal, 23 November 2010 dengan Nara Sumber: Bupati Kupang, Bupati TTU Terpilih (Raymundus Fernandez), Herry Naif (WALHI NTT) dan Fili Tahu (Direktris Yabiku). Ada beberapa poin rekomendasi yang dihasilkan, terutama harus ada penghentian sementara pertambangan mangan sampai pada sebuah kejelasan.

Setelah Pelantikan Bupati TTU, 21 Desember 2010 Bupati TTU terlantik (Raymundus Sau Fernandez) mengeluarkan SK Bupati No.188.33 pada tanggal 31 Desember 2011 bahwa untuk melakukan evaluasi kegiatan pertambangan dalam wilayah Kabupaten TTU serta untuk mewujudkan pengelolaan pertambangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan ketentuan perudang-perundangan:  sejak tanggal 1 Januari 2011 untuk sementara segala pengurusan berkaitan dengan perijinan pertambangan batu mangan baik IUP eksplorasi, IUP Operasi pertambangan maupun ijin pertambangan rakyat. 12

Sebagai tindak lanjut dari surat Penghentian Tambang Mangan di Kabupaten TTU,  dibentuklah Tim Verifikasi Mangan. Tim ini juga kemudian melakukan akvitasnya misalnya melakukan pemantauan lapangan, kajian administrasi. Dengan hasil itu, Yabiku13  menindaklanjuti program ini hingga pada penyusunan draft akademis menuju sebuah Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Pertambangan di Kabupaten TTU.
Untuk mencapai tujuan itu, dilakukan Seminar dan lokakarya: Membangun Tata Kelola Minerba yang Pro Eco-Populis, yang diselenggarakan oleh Yabiku, Oxfam Australia dan Pemkab TTU. Kegiatan ini dilakukan di hotel Frawijawa pada tanggal 20 – 21 Juni 2011. Kegiatan ini dihadiri oleh para pihak seperti: instansi-instansi terkait dengan lingkungan dan pertambangan, masyarakat, LSM, Pers, Pengusaha, Mahasiswa, kelompok perempuan dan para pihak lainnya. Narasumber dalam kegiatan tersebut, Bupati TTU, Ketua Pansus Mangan, Ketua Komisi C, Ketua Tim Verifikasi Mangan, Perwakilan CSO dan Ketua LKBH Undana.

Materi-materi yang disampaikan nara sumber dan peserta difokuskan pada kompromi akan adanya pertambangan dengan memperhatikan keadilan ekonomi dan reklamasi dilakukan pada pasca tambang. Pemerintah Kabupaten perlu menetapkan Peraturan Daerah (Perda) sesui dengan ketetapan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (minerba) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pengawasan Perijinan. Diyakini bahwa dengan hadirnya Perda tentang pengelolaan pertambangan mangan di Kabupaten TTU akan menyelesaikan berbagai konflik yang terungkap dalam forum-forum atau diskusi.

Analisis Dampak Pertambangan Mangan di Kabupaten TTU

Perubahan Bentangan Alam (landscape)

Luas wilayah kabupaten TTU adalah 2.669.70 km2 atau 5,6% dari Luas Provinsi NTT. Sedangkan, luas laut Kabupaten TTU adalah 950 km2. Dari luas wilayah daratan ini, diklasifikasi bahwa tanah yang rawan erosi seluas 142, 99 Ha (39,4%) sedangkan tanah yang relatif stabil seluas 161, 74 (60,6%).14

Penggalian dan pengambilan mangan di Kabupaten TTU yang dilegitimasi Pemerintah Kabupaten TTU dengan diterbitkannya 82 Surat Kuasa Pertambangan yang terdiri dari 64 Ijin KP eksplorasi dan 18 KPR dengan total areal tambang 92.532 hektar tidak termasuk areal tambang yang belum mendapatkan ijin. Kondisi ini diperparah dengan tanah rawan erosi di Kabupaten TTU, seluas 142,99 Ha (39,4%).

Permukaan tanah dikupas, digali, menjadi lubang-lubang, dan hilangnya keanekaragaman hayati, akibat perubahan bentangan alam dan kerusakan ekologi. “Selama ini, struktur perekonomian Kabupaten TTU didominasi sektor pertanian (74,7%) khususnya sub-sektor tanaman pangan yang menjadi tempat sebagian besar masyarakatnya mencari sumber penghasilan, sehingga keberadaan dan keberlangsungan sub sektor ini menjadi sangat strategis”.15

Perubahan bentangan alam yang tergambar jelas dalam ratusan lubang yang kedalamannya 2 – 8 meter. Selain itu berdampak juga pada menyempitnya lahan pertanian rakyat. Alasan cuaca ekstrem selama dua tahun 2009 – 2010 ini mestinya menjadi kajian pemerintah kabupaten dan memfasilitas rakyat menuju musim paceklik (keterdesakan ekonomi) seperti yang dialami sekarang. Bukannya memperparah kondisi ekologi dengan banyak tanah dibongkar (lubang). Praksisnya tidak gampang dipulihkan untuk dijadikan lahan pertanian seperti sebelumnya.
   
Kerusakan Tata Hidrologi Air

Ketersedian air sangat bergantung pada luas hutan dimana berfungsi sebagai water cathcman area (kawasan penangkapan air). Kabupaten TTU memiliki luas hutan seluas 126,235 ha (47,3%) dari luas wilayah daratan16. Itu berarti, Kabupaten TTU memiliki kawasan penyangga yang memenuhi syarat, tetapi apakah kondisinya memenuhi syarat sebagai hutan. Ataukah itu hanya data administratif yang tidak pernah dimoratorium kerusakannya?Logikanya, bila Kabupaten TTU memiliki wilayah hutan seluas itu dalam kondisi baik semestinya tidak ada permasalahan kekurangan air seperti yang dialami?

Kenyataan bahwa sebagian besar wilayah TTU ada daerah kekurangan air. Malah ada tempat yang ketiadaan air. Masyarakat dapat memenuhi kebutuhan air dengan mendatangkan air dari tempat yang jauh. Misalnya: warga kota kefa memenuhi kebutuhan air dengan berharap pada air yang didatangkan dari Sumber Mata Air di Mutis.
Belum ada itikad baik pemerintah kabupaten TTU dalam proses pemulihan ekologi.

Pertambangan mangan berdampak pada kerusakan hutan dan perubahan tata hidrologi air. Pertambangan mangan dilakukan di luar kawasan hutan pun akan sangat mengganggu ekologi dimana akan menimbulkan pencemaran udara dan air. Kondisi keterbatasan air ini pun akan semakin menambah permasalahan karena air juga harus didistribusi untuk persawahan rakyat dan berbagai kebutuhan lainnya. Mumpung, belum dilakukan proses pencucian dan pemurnian mangan dilakukan di wilayah kabupaten TTU.

Limbah Beracun/Tailing

Secara teoritis, mangan adalah kimia logam aktif, abu-abu merah muda yang di tunjukkan pada symbol Mn dan nomor atom 25. Ini adalah elemen pertama di Grup 7 dari tabel periodic. Mangan merupakan dua belas unsur paling berlimpah di kerak bumi (sekitar 0,1%) yang terjadi secara alamiah. Mangan merupakan logam keras dan sangat rapuh. Sulit untuk meleleh, tetapi mudah teroksidasi. Mangan bersifat reaktif ketika murni, dan sebagai bubuk itu akan terbakar dalam oksigen, bereaksi dengan air dan larut dalam asam encer. Menyerupai besi tapi lebih keras dan lebih rapuh.”17

Mangan bila diserap tubuh terlalu banyak akan merusak hati, membuat iritasi, karsinogen  atau menyebabkan kanker. Kondisi ini dikwatirkan akan menimpah para penambang mangan di Kabupaten TTU yang tanpa dilengkapi dengan masker dan kaos tangan. Perlahan-lahan penambang mengalami keracunan.

Mengenai hal tersebut ada warga yang melakukan eksperimen dengan merendam mangan di air dan kemudian air tersebut diberikan kepada anjing. Hasilnya bahwa anjing tersebut mati.18

Dari eksperimen rakyat tersebut, disimpulkan bahwa mangan memiliki kadar racun yang cukup tinggi. Bisa dibayangkan bila itu kemudian dialami oleh penambang, yang tidak pernah mengetahui dampak fatal tersebut. Rakyat menambang tanpa mengerti apa dampak dari pertambangan mangan.

Pragmatis Ekonomi-Politik

Politik sesungguhnya memiliki arti yang sangat luhur, dimana tercipta banyak cara untuk mecapai kesejahteraan bersama (bonum commune). Apakah itu sungguh terjadi? Ataukah politik telah disalahpahami untuk kekuasaan dan meraup keuntungan untuk diri penguasa dan kelompoknya.

Dalam konteks perhelatan politik di kabuapten TTU, pertambangan menjadi sesuatu yang dipakai sebagai kampanye publik untuk meraup kemenangan demokrasi. Tetapi apakah kemenangan itu kemudian berdampak pada perbaikan pengelolaan sumber daya alam.

Pada masa kepemimpinan sebelumnya (2005 - 2010), pemerintah Kabupaten TTU menerbitkan 82 Surat Kuasa Pertambangan yang terdiri dari 64 Ijin KP eksplorasi dan 18 KPR dengan total areal tambang 92.532 hektar tidak termasuk areal tambang yang belum mendapatkan ijin.  Argumentasi Pemerintah yang diwakili Dinas Pertambangan Kabupaten TTU bahwa ada jaminan tiap titik 50 juta. Bila didistribusikan pada titik tambang maka tidak ada artinya dibanding kerusakan yang ditimbulkan. Dana itu bila diperlukan untuk rabat jalan dusun pada sebuah desa juga tidak cukup.

Kepemimpinan TTU (2010 – 2015) tetap melihat pertanian dan peternakan sebagai lokomotif pembangunan Kabupaten TTU. Tetapi kenyataan bahwa dunia pertambangan pun tetapi mendapat perhatian serius dimana sedang didorong adanya Perda Pertambangan. Malah sementara juga dilakukan penyesuaian ijin pertambangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan PP 22 dan PP 23 Tahun 2010. Dari 60 pemohon Kuasa Pertambangan sementara 48 IUP Eksplorasi dalam taraf proses penyesuaian sambil menunggu kajian AMDAL dari Bapedalda TTU.

Dari kenyataan ini terlihat bahwa sistem politik yang ada cendrung pro tambang. Semua proses yang sedang dilakukan hanyalah simbol kompromistis antara berbagai kepentingan pemodal dan para pihak berkepentingan. Bahwa harmonisasi para pihak ini apakah akan melahirkan sebuah konsep perbaikan ekologi atas berbagai kerusakan yang telah ditimbulkan akibat pertambangan.
   
Kearifan Lokal Tergusur

Masyarakat dawan menganalogikan bumi seperti seorang manusia. Batu dipandangnya sebagai tulang, tanah sebagai daging, hutan sebagai paru-paru dan air adalah darah yang terus mengalir. Keluhuran pandangan ini harus dipelihara  anak cucu masyarakat dawan, yangmana bernuansakan perlindungan bumi dan isinya demi menjaga keseimbangan ekologi.

Akibat pergeseran zaman, sosial communal yang dihidupi masyarakat dawan gampang digeser kepentingan individualistik - kapitalistik. Hubungan sosial terbentuk karena kesamaan kepentingan atas pengelolaan sumber-sumber produksi setempat, kesamaan atas tanah dan kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya. Direnggutnya penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam menyebabkan fondasi modal sosial mereka lenyap dan berdampak pada: lenyapnya daya ingat sosial, hilangnya tatanan nilai sosial yang dulunya dimiliki komunitas. Misalnya, budaya nekaf mese ansaof mese akan ditinggalkan akibat perebutan mineral (mangan).
   
Keracunan Bumi dan Manusia

Mangan diserap tubuh terlalu banyak akan merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker atau menurunnya daya tahan tubuh, karena merosotnya mutu kesehatan, mental warga, dan seringkali munculnya penyakit-penyakit baru, baik penyakit yang berupa metabolisme akut akibat pencemaran (udara, air, tanah dan bahan-bahan hayati yang dikonsumsi), penyakit menular (kelamin)dan penyakit lain yang dibawa oleh pekerja yang berasal dari luar daerah.

Di Kabupaten TTU, jumlah penderita rawat jalan pada Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan RSUD Kefamenanu selama 2006 sebanyak 17248 kali kunjungan (pasien) atau turun 11,8% dibanding tahun 2005 (19568). Jenis penyakit yang dominan masing-masing: Infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA) 50,8 %, penyakit lainnya 29,6%, penyakit dengan tanda gejala tak jelas lainnya 6,3%, penyakit yang lainnya di bawah 5%. Sedangkan Penderita rawat inap selama tahun 2006 pada RSUD Kefamenanu sebanyak 2.267 kunjungan (pasien) atau turun 38,3 persen dari keadaan tahun sebelumnya. Penyakit dominan untuk kunjungan rawat inap: Diare 34,7% penyakit lainnya sebesar 24,6 %, pneumonia 11,5%, penyakit dengan tanda gejala dan keadaan tak jelas 5,69%, malaria 5,43%, penyakit lainnya dibawah 5% (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan (TTU).

Pertambangan mangan yang dilakukan manual di Kabupaten TTU akan berakibat buruk terhadap kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten TTU akibat tercemarnya lahan pertanian, sumber air dan peternakan. Sebelum adanya pertambangan mangan di Kabupaten TTU, penyakit dominan yang dialami adalah ISPA (Infeksi memperburuk kondisi kesehatan masyarakat kabupaten TTU. Dengan 82 SKP yang dilakukan hampir di seluruh wilayah kabupaten TTU. Pencemaran bumi dialami akibat pertambangan pada wilayah tertentu.

Kondisi ini diperparah karena Dinas Kesehatan Saluran Pernapasan Akut) dan diare akan mengalami peningkatan yang luar biasa, karena tercemarnya udara, air dan lahan pertanian. Sebelum pertambangan, data BPS (2006) menunjukkan dari 236.853 balita, 142. 535 dalam keadaan baik gizinya, 78.883 mengalami gizi sedang dan 15.435 mengalami gizi buruk.

Jumlah balita yang mengalami gizi buruk ini akan mengalami peningkatan karena ibu hamil dan anak juga ikut dalam pertambangan mangan. Apalagi, kedua penyakit ini memiliki korelasi dengan pencemaran udara dan air. Untuk itu, pencemaran udara dan air akibat pertambangan mangan akan  sendiri tidak memiliki rekomendasi layak tidaknya pertambangan. Dinas Kesehatan bukan pemadam kebakaran tetapi mestinya sebelum pertambangan Dinas Kesehatan sudah memiliki Kajian tentang dampat Pertambangan bagi kesehatan masyarakat.    

Pola Konsumeristik dan Kapitalistik

Kehilangan sumber produksi (tanah dan kekayaan alam) melumpuhkan kemampuan masyarakat setempat menghasilkan barang-barang dan kebutuhan pangan.

Pertambangan mangan akan mempersempit lahan pertanian dan peternakan yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat TTU. Misalnya, pengembangbiakan ternak sapi 70.229 (2005) meningkat menjadi 75. 475 (2006) (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU). Artinya, ternak sapi sangat cocok dikembangkan di Kabupaten TTU yang selama ini juga menjadi pendapatan alternatif rakyat dalam memenuhi hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan dan perumahan.

Rusaknya tata konsumsi. Pertambangan mangan akan membawa perubahan pola konsumsi yang individualistik dan konsumeristik. Masyarakat akan sangat bergantung pada pada pasokan pangan dari luar. Selain itu pertambangan berdampak pada rusaknya tata distribusi. Kegiatan distribusi setempat semakin didominasi oleh arus masuknya barang dan jasa ke dalam komunitas. Biasanya awal sebuah  pertambangan dibangun opini publik bahwa pertambangan akan membawa kesejahteraan dengan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat.

Kenyataan di berbagai tempat lain, janji investor dan Pemerintah Kabupaten TTU adalah peningkatan ekonomi rakyat akan berubah roman menjadi kuli di negeri sendiri, seperti yang terjadi pada Pertambangan Buyat Minahasa Raya dimana warga harus meniggalkan tempat kelahirannya karena tidak mampu menanggung derita dampak pertambangan.

Kesimpulan

Akselerasi pembangunan melalui pengelolaan sumber daya alam terutama melalui bidang pertambangan sebagai jawaban untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), penyedian lapangan kerja, percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan desa tertinggal atau pengurangan kemiskinan di kabupaten TTU perlu dicermati. Para pelaku pertambangan juga selalu memberikan ilusi-ilusi tentang kemakmuran dan kesejahteraan dari eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari bumi Indonesia umumnya dan Kabupaten TTU pada khususnya adalah mantera yang digulirkan terus-menerus untuk menghegemoni rakyat bahwa kehadiran industri tambang mangan mutlak diperlukan.

Dari kenyataan yang ada, belum pernah ada bukti. Tambang Emas Freeport di Papua hanya bisa dibanggakan Indonesia sebagai Tambang Emas terbesar tetapi hasilnya adalah Propinsi Papua menjadi propinsi termiskin. Atau tambang Buyat Minahasa, masyarakat setempat harus melepastinggalkan tanah warisan leluhur karena tidak mampu menanggung derita akibat pertambangan.

Prinsipnya, pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui penggalian. Masyarakat hanya akan menjadi penikmat warisan jutaan ton limbah tambang dan kerusakan lingkungan dan sosial lainnya. Apalagi dicermati bahwa lingkungan hidup di NTT diambang kegentingan akibat pemanasan global, global warming dan perubahan iklim, climate change yang terus terjadi.

Apabila kondisi ini tidak disikapi secara objektif oleh pemerintah maupun masyarakat TTU, tidak heran wilayah ini akan mengalami kondisi yang mengenaskan. Pertama, bumi Biinmaffo berada di antara tiga lempeng yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng pasifik Pan lempeng Eurosia. Karena letak ini, maka tak heran wilayah ini sering terjadi bencana. Kedua, bumi Biinmaffo berada di Pulau Timor yang merupakan gugus pulau kecil karena itu sangat rentan dengan kehilangan pulau. Ketiga, bumi Binmaffo tidak hanya bisa dibangun dengan pertambangan. Kabupaten TTU bisa membangun dengan potensi alam dalam bidang pertanian dan kelautan yang terkandung di dalamnya. Keempat, bumi Biinmaffo harus dikembalikan keasriannya dengan menolak seluruh pertambangan yang sedang diproses, karena pertambangan akan menghancurkan ekosistem yang ada di Kabupaten TTU.

Mangan: Berkah atau Petaka?

-->
Oleh: Herry Naif

Pulau Timor adalah salah satu pulau di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) selain Pulau Flores, Sumba, Alor dan berbagai pulau kecil lainnya. Isi perut pulau Timor, yang sering disebut Nusa Cendana, didominasi oleh mineral Mangan.

Mangan adalah unsur kimia yang digunakan untuk peleburan logam (metalurgi) proses produksi besi baja, baterai kering, keramik dan gelas. Jika mangan terserap oleh tubuh dalam jumlah banyak, akibatnya dapat merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker pada manusia, hewan dan tumbuhan melalui rantai makanan.

Kini, potensi mangan sedang dikampanyekan secara luas baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Mangan dinilai sebagai potensi mineral yang memiliki nilai jual dimana menarik banyak pemodal berdatangan ke pulau tersebut. Hal ini pun disambut gencar oleh rakyat (masyarakat) di Pulau Timor yang sedang dilanda gagal panen, akibat perubahan iklim yang tidak bisa diduga oleh petani. Penambangan mangan seakan menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat Timor dalam memenuhi kebutuhan hidup, tanpa mengerti dampak kerusakan yang ditimbulkan, baik itu terhadap kondisi ekologi yang diambang kegentingan, sosial-budaya yang makin renggang dari waktu ke waktu, dan bahkan kesehatan masyarakat Timor yang makin terpuruk.

Hasil Pantauan

Pertambangan Mangan di Salu Miomaffo, kulun Maubes, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dan Timor umumnya adalah penambangan mangan yang dilakukan rakyat. Menurut pengakuan warga, awalnya mereka sama-sama mengambil mangan yang tampak di permukaan tanah namun ada korban jiwa yang terus-menerus di beberapa tempat, sehingga sebagian orang kemudian meninggalkan aktivitas itu. Sekarang para penambang sudah harus menggali tanah beberapa meter karena mangan di atas permukaan tanah sudah mulai kurang bahkan tidak ada lagi.

Dalam tradisi masyarakat TTU (Dawan), mangan disebutnya fatu metan atau fatu pah yang tidak boleh diganggu apalagi dipindahkan siapa pun. Dulu bila mangan muncul di kebun, kemudian diposisikan pada tempat yang layak dan dijadikan sebagai tempat persembahan di kebun itu. Fatu metan diyakini memiliki nilai mistik-magis yang sangat dihormati masyarakat Dawan. Oleh karena itu sampai kapan pun, tidak boleh diapa-apakan. Bila dilanggar, akan terjadi bencana atau peristiwa yang luar biasa dan membawa korban. Kepercayaan ini kemudian tergerus zaman kapitalistik dimana modal menguasai manusia dan angan-angan kesejahteraan akan digapai melalui penambangan mangan.

Dalam perjalanan, ternyata fatu metan ini bukannya membawa kesejahteraan tetapi malah mengantar jiwa orang karena tertimbun tanah.
Fakta ditemukan bahwa penambang tidak dilengkapi pelindung tubuh, misalnya masker pelindung mata, mulut, hidung dan kaos tangan. Para penambang pun tidak menggunakan perlengkapan itu karena mereka juga tidak pernah diinformasikan mengenai dampaknya bagi kesehatan, terutama pada pernapasan. Mereka melakukan aktivitas itu selayaknya bekerja kebun. Padahal, apabila mangan itu diserap tubuh terlalu banyak ia sanggup merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker pada manusia, hewan dan tumbuhan melalui rantai makanan.

Analisis Daya Rusak Tambang Mangan di Kabupaten TTU:

Dampak Ekologi Perubahan Bentangan Alam (landscape)

Luas wilayah kabupaten TTU adalah 2.669.70 km2 atau 5,6% dari Luas Provinsi NTT, sedangkan luas laut Kabupaten TTU adalah 950 km2. Dari luas wilayah daratan ini, diklasifikasi bahwa tanah yang rawan erosi seluas 142, 99 Ha (39,4%) sedangkan tanah yang relatif stabil seluas 161, 74(60,6%) (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU).
Dari data ini dapat dikaji bahwa penggalian dan pengambilan mangan di Kabupaten TTU yang dilegitimasi dalam 82 Surat Kuasa Pertambangan (SKP), tentunya akan menggusur ribuan lahan pertanian, peternakan, hutan, dan sumber air
(hidrologi).

Aktivitas penambangan mangan juga dinilai menyebabkan terganggunya tata air setempat, resiko bencana, longsor serta banjir. Kondisi ini diperparah dengan tanah rawan erosi seluas 142,99 Ha (39,4%), karena permukaan tanah dikupas, digali, menjadi lubang-lubang, dan hilangnya keanekaragaman hayati di kabupaten TTU, akibat perubahan bentangan alam dan kerusakan ekologi.

Struktur perekonomian Kabupaten TTU didominasi oleh sektor pertanian (74,7%) khususnya sub-sektor tanaman pangan yang menjadi tempat bagi sebagian besar masyarakatnya mencari sumber penghasilan, sehingga keberadaan dan keberlangsungan sub sektor ini menjadi sangat strategis (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU).

Kabupaten TTU dikenal sebagai wilayah yang sangat cocok dalam pengembangan peternakan (sapi, kerbau, babi, kambing, dll). Itu berarti, dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan (SKP) berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan yang tidak akan menunjang pengembangan pertanian dan peternakan. Itikad Pemerintah Kabupaten TTU dalam Panca Program strategis dengan memfokuskan sektor pertanian khususnya tanaman pangan menjadi salah satu program utama 17 dalam mengkatalisasi pertumbuhan ekonomi daerah, hanyalah sebuah mimpi, bila pertambangan kemudian dilihat sebagai leading sector.

Pada titik ini dapat disimpulkan bahwa dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan (SKP) akan mengubah tatanan ekologi yang selama ini ada, malah membawa malapetaka. Anggapan bahwa mangan selalu ada di kawasan gersang dan tanah liat yang selama ini tidak dimanfaatkan untuk pertaniaan adalah rasionalisasi pembenaran atas aktivitas perusakan bentangan alam. Oleh karena itu, dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan bisa dibayangkan berapa luas bentangan alam yang dirusakan. Alasan, uang jaminan 50 juta per titik adalah bentuk pelumasan hati warga agar rakyat bisa membenarkan dan menyepakati kebijakan ini.

Siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan bentangan alam di Kabupaten TTU?

Pertambangan: Industri Rakus Air

Air adalah unsur hakiki untuk bertahannya hidup manusia dan tanaman dan hewan yang tengah bertumbuh kembang. Beberapa dasawarsa lalu persoalan air adalah persoalan wilayah perkotaan, sebab di sana banyak kawasan industri, sehingga banyak lahan dikonsersi menjadi lahan penduduk. Sekarang kelangkaan air telah menggejala di dunia tanpa mengenal sekat-sekat wilayah. Bahwa di banyak wilayah pedesaan, permukaan air bawah tanah jauh menurun, mata air- mata air tercemar dan persediaan menurun secara drastis seiring dengan gencarnya eksploitasi sumber daya alam besar-besaran. Persaingan atas sumber daya air diantara para pemanfaat irigasi, pemilik industri dan konsumen rumah tangga acapkali menguntungkan para penguasa, sehingga menelantarkan masyarakat yang kurang berdaya.

Menghadapi permasalahan krisis air yang terus meningkat dari waktu ke waktu, banyak argumentasi yang dilontarkan. Misalnya: Pertama, kekurangan air akibat penduduk yang semakin bertambah. Kedua, pembagian, pemborosan dan kurangnya penghormatan terhadap air di tengah masyarakat yang materialistis dan konsumeristis. Ketiga, krisis air berkenaan dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan kepemilikan atasnya. Dari beberapa pandangan di atas, dalam konteks Kabupaten TTU dapat ditemukan bahwa beberapa wilayah menjadi pelanggan kekurangan air atau bahkan ketiadaan air. Pada musim kemarau masyarakat harus pergi mencari air untuk minum, mandi, cuci dan berbagai kebutuhan lainnya.

Secara teoritis ataupun empirik, ketersedian air sangat bergantung pada luas hutan dimana berfungsi sebagai water cathcman area (kawasan penangkapan air). Kabupaten TTU memiliki luas hutan seluas 126,235 ha (47,3%) dari luas wilayah daratan. Itu berarti, Kabupaten TTU memiliki kawasan penyangga yang cukup bagus.

Dengan hingar-bingarnya 82 Surat Kuasa Pertambangan mangan tentunya akan berdampak pada kerusakan hutan. Pertambangan mangan yang dilakukan di luar kawasan hutan pun akan sangat mengganggu ekologi karena tentunya akan menimbulkan pencemaran udara dan air.

Mumpung, belum dilakukan proses pencucian dan pemurnian mangan dilakukan di wilayah kabupaten TTU. Hal ini akan sangat terasa ketika penggalian, pencucian dan pemurnian dilakukandi wilayah TTU.

Lebih dari itu dapat dibayangkan bahwa dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan, mengindikasikan bahwa Kabupaten TTU akan mengalami krisis air. Sebelum ada tambang, air menjadi langka. Apalagi ada tambang mangan yang merusak tatanan hidrologi.

Pertambangan Menyebabkan Limbah Beracun/Tailing

Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pertambangan. Selain tailing, kegiatan tambang juga menghasilkan limbah lain seperti: limbah kemasan bahan kimia dan limbah domestik. Tailing menyerupai lumpur kental, pekat, asam dan mengandung logam. Logam berat itu berbahaya bagi keselamatan makhluk hidup.

Pertambangan skala besar biasanya menggunakan bahan kimia seperti sianida, merkuri dan xanthat untuk memisahkan mineral dari batuan. Emisi beracun (limbah berbentuk gas) berupa timbal, merkuri dan sianida, senya sian (CN) kalau dikonsumsi tubuh akan mengganggu fungsi otak, jantung, menghambat jaringan pernapasan, sehingga terjadi asphyxia orang menjadi seperti tercekik dan cepat diikuti oleh kematian.

Kabupaten TTU merupakan wilayah yang cocok untuk pengembangan ternak. Dari data BPS TTU dilihat bahwa peternakan di kabupaten TTU terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Misalnya, pengembangbiakan ternak sapi dari 70.229 (2005) meningkat menjadi 75. 475 (2006) (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU) . Artinya, ternak sapi sangat cocok dikembangkan di Kabupaten TTU yang selama ini juga menjadi pendapat alternative rakyat dalam memenuhi hak-hak dasar seperti; pangan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan perumahan yang layak. Pengembangan ternak (sapi, kerbau, kambing dan babi) berkontribusi riil bagi peningkatan kualitas hidup rakyat tanpa merusak.

Sedangkan, penambangan mangan di Kabupaten TTU akan berpengaruh pada sumber-sumber penghidupan rakyat (lahan, air, ternak dll) di wilayah ini akan tercemar oleh tailing. Apalagi mangan itu, bila diserap tubuh terlalu banyak akan merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker. Hal ini diperparah karena masyarakat melakukan penambangan mangan tanpa dilengkapi dengan masker dan kaos tangan. Tidak heran para penambang akan perlahan-lahan mengalami keracunan. Penambang sedang bunuh diri dan membunuh anak cucu.

Dengan 82 Surat Kuasa Pertambangan (SKP) di Kabupaten TTU berapa jumlah masyarakat yang diracuni setiap hari dan terancam keselamatannya? Berapa racun yang disebarkan pada lahan pertanian dan peternakan? Apakah pendapatan dari harga mangan 1000-1500/kg melebihi pendapatan pertanian, peternakan dan perkebunan? Bila argumentasinya adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), berapa masyarakat Kabupaten TTU yang mengetahui dan mengontrol PAD Kabupaten TTU, sehingga dapat diketahui bahwa Pertambangan Mangan akan meningkatkan PAD. budaya dan modal sosial. Modal sosial dapat diterjemahkan sebagai hubungan atau jaringan (network) antara orang-orang yang memiliki pikiran dan gagasan sama tentang suatu hal. Dalam konteks budaya masyarakat Kabupaten TTU, bahwa hubungan sosial (social communal) terbentuk karena kesamaan kepentingan atas pengelolaan sumber-sumber produksi setempat, kesamaan atas tanah dan kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya. Direnggutnya penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam menyebabkan fondasi modal sosial mereka lenyap dan berdampak pada:

Pertama, lenyapnya daya ingat sosial, hilangnya tatanan nilai sosial yang dulunya dimiliki komunitas. Budaya nekaf mese ansaof mese akan ditinggalkan akibat perebutan mineral (mangan) sebagai pilihan alternatif dalam menunjang kualitas hidup rakyat: Talas/banu (larangan untuk alam yang sementara utuh dan tidak boleh dirusakkan oleh siapa pun); fuatono (ritual adat untuk minta hujan, paska musim kemarau; pembukaan lahan pertanian yang dilandasi dengan adat; ritus adat kepada Faut Kanaf, Oe Kanaf masih dipertahankan; Sek Hau Nomate (untuk panggil lebah dan panen lebah); mengenal pembagian Suf yang sudah ada ketentuan sejak awal oleh leluhur; mempertahankan dan mengenal tempat ritual adat dari masing-masing suku.

Kedua, putusnya hubungan silahturami antar warga menyebabkan perpecahan, persengketaan bahkan konflik (saling melenyapkan eksistensi satu sama lain). Mekanisme resolusi konflik tradisional yang telah hidup dalam komunitas tidak lagi dijadikan.

Dampak Sosial-Budaya
Dalam “The Forms of Capital” kontrol dalam kehidupan sosial. (1986), Piere Boudieu membagi Padahal, dalam konteks masyarakat modal menjadi modal kapital, modal Kabupaten TTU, untuk menaati ketentuan hukum adat (banu) yang tidak tertulis biasanya diberi sangsi seperti: Oni (Suni); Satwa (tanduk, kepala babi, bulu); Nuta (Api); Nono hau ana (Hau No’); Opat (denda biasanya disepakati bersama warga).

Dampak Kesehatan

Apabila mangan itu diserap tubuh terlalu banyak ia sanggup merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker atau menurunnya daya tahan tubuh, karena merosotnya mutu kesehatan, mental warga, dan seringkali munculnya penyakit- penyakit baru, baik penyakit yang berupa metabolisme akut akibat pencemaran (udara, air, tanah dan bahan-bahan hayati yang dikonsumsi), penyakit menular (kelamin)dan penyakit lain yang dibawa oleh pekerja yang berasal
dari luar daerah.

Di Kabupaten TTU, jumlah penderita rawat jalan pada Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan RSUD Kefamenanu selama 2006 sebanyak 17248 kali kunjungan (pasien) atau turun 11,8% dibanding tahun 2005 (19568). Jenis penyakit yang dominan masing-masing: Infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA) 50,8 %, penyakit lainnya 29,6%, penyakit dengan tanda gejala tak jelas lainnya 6,3%, penyakit yang lainnya di bawah 5%. Sedangkan Penderita rawat inap selama tahun 2006 pada RSUD Kefamenanu sebanyak 2. 267 kunjungan (pasien) atau turun 38,3 persen dari keadaan tahun sebelumnya. Penyakit dominan untuk kunjungan rawat inap: Diare 34,7% penyakit lainnya sebesar 24,6 %, pneumonia 11,5%, penyakit dengan tanda gejala dan keadaan tak jelas 5,69%, malaria 5,43%, penyakit lainnya dibawah 5% (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU).

Dari data itu, dapat dianalisis bahwa pertambangan mangan yang dilakukan secara manual di Kabupaten TTU akan berakibat: Pertama, dengan 82 SKP akan memperparah kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten TTU akibat tercemarnya lahan pertanian, sumber air dan peternakan. Sebelum adanya pertambangan mangan di Kabupaten TTU, penyakit dominan yang dialami adalah ISPA (Infeksi memperburuk kondisi kesehatan masyarakat kabupaten TTU. Kedua, mempersulit penanganan kesehatan akibat penambangan dengan 82 SKP, karena hampir dilakukan hampir di seluruh wilayah kabupaten TTU. Artinya bahwa pencemaran ini akan dialami daerah yang memiliki potensi pertambangan (tidak terkonsentrasi) pada wilayah tertentu. Kondisi ini diperparah karena Dinas Kesehatan
 
--> Tabel data korban pertambangan mangan di Timor

No.
HARI / TANGGAL
NAMA
USIA (thn)
ALAMAT
KEJADIAN
LOKASI
1.
17 Agust. 2009
Daud Lomi Pita
48
RT 22 / RW 06 Dusun C, Desa Tubuhue, Kec. Amanuban Barat, TTS
Tewas tertimbun galian mangan

2.
2 Oktober 2009
  • Simon Linsini
  • Etri Linsini

Kel. Naioni
Tewas tertimbun tanah saat sedang menggali mangan

3.
6 oktober 2009
  • Melianus Bariut
  • Petrus Sabloit
  • Ambrosius Seran
  • Marice Ton
51
38
11
38
Kiumabun, Desa Oebola Dalam, Kec.Fatuleu, Kab.Kupang
Tewas tertimbun saat sedang menggali mangan
Kiumabun, Desa Oebola Dalam, Kec. Fatuleu, Kab. Kupang
4.
18 oktober 2009
  • Klara Abuk
  • Hans
50
30
Desa Taaba, Kec.Weliman, Kab. Belu
Tewas Tetimbun tanah ketika sedang menggali batu mangan
Tuataun, Kec.Feoana, TTS
5.
1 Desember 2009
Agustinus Sila
30
RT 09, Lingkungan 2, Kel.Oelami, Kec. Bikomi Selatan, TTU
Tewas mengenaskan dalam lubang tambang mangan
Tempat penggalian mangan, Fatukoko
6.
1 Desember 2009
Timotius Sali Lisu
29
Kel. Oelami,Kec.Bikomi Selatan, TTU
Ditemukan sekarat dilubang galian mangan, dan harus mnjalani perawatan intensif di RSU Kefamenanu
Tempat penggalian mangan,
Fatukoko
7.
27 Februari 2010
Marsel Amnesi
30
RT 20 / RW 2, Naioni,Kupang
Tewas tertimbun tanah dilokasi penggalian mangan
Lokasi penggalian mangan Oelnunfafi, kel. Naioni, Kec. Alak,Kota Kupang
8.
5 Mei 2010
Remon Aklili
8
Murid kelas 2, SDI Oelusapi,dusun 3, Desa Poto,Kec. Fatuleu Barat
Tewas tertimbun bongkahan tanah saat menggali batu mangan

Sumber: Pos Kupang

Tabel Korban Mangan (Sesuai dengan Pemberitaan Pos Kupang) Sumber: Pos Kupang) Saluran Pernapasan Akut) dan diare akan mengalami peningkatan yang luar biasa, karena tercemarnya udara, air dan lahan pertanian.

Sebelum pertambangan, data BPS (2006) menunjukkan dari 236.853 balita, 142. 535 dalam keadaan baik gizinya, 78.883 mengalami gizi sedang dan 15.435mengalami gizi buruk. Kondisi ini akan diperparah lagi. Jumlah balita yang mengalami gizi buruk ini akan mengalami peningkatan karena ibu hamil dan anak juga ikut dalam pertambangan mangan. Apalagi, kedua penyakit ini memiliki korelasi dengan pencemaran udara dan air. Untuk itu, pencemaran udara dan air akibat pertambangan mangan akan sendiri tidak memiliki rekomendasi layak tidaknya pertambangan. Dinas Kesehatan bukan pemadam kebakaran tetapi mestinya sebelum pertambangan Dinas Kesehatan sudah memiliki Kajian tentang dampak Pertambangan bagi kesehatan masyarakat.

Dalam konteks Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), negara bertanggung jawab atas korban jiwa akibat pertambangan. Itu bukan dilihat sebagai konsekuensi dari pertambangan yang harus ditanggung penambang. Karena tugas Negara adalah melindungi, memenuhi, menghormati serta memajukan hak-hak rakyat.
Dari data korban mangan (tabel) dilihat bahwa pertambangan mangan bukan hanya berdampak pada buruknya kesehatan tetapi bahkan membawa korban jiwa. Itu berarti tugas negara belum secara maksimal dijalankan. Data Pos Kupang di wilayah KabupatenTTU telah terdapat 4 korban jiwa. Itu berarti ada preseden buruk dari pertambangan yang katanya membawa kesejahteraan bagi rakyat TTU.

Dampak Ekonomi

Ekonomi dibagi menjadi kegiatan Produksi, Distribusi dan Konsumsi. Daya rusak tambang pada ekonomi setempat, merupakan penghancuran pada tata produksi, distribusi dan konsumsi lokal. Pertama, rusaknya tata produksi. Kabupaten TTU merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan peternakan selain pertanian.

Apabila Pemerintah kabupaten TTU pro-rakyat maka yang didorong adalah pengembangan pertanian lahan kering dan pengembangan peternakan. Ini didukung dengan kondisi wilayah TTU.

Operasi pertambangan mangan dengan 82 SKP di Kabupaten TTU membutuhkan lahan yang luas, dipenuhi dengan cara menggusur tanah milik dan wilayah kelola rakyat. Kehilangan sumber produksi (tanah dan kekayaan alam) melumpuhkan kemampuan masyarakat setempat menghasilkan barang-barang dan kebutuhan pangan. Pertambangan mangan akan mempersempit lahan pertanian dan peternakan yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat TTU. Misalnya, pengembangbiakan ternak sapi 70.229 (2005) meningkat menjadi 75. 475 (2006) (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU). Artinya, ternak sapi sangat cocok dikembangkan di Kabupaten TTU yang selama ini juga menjadi pendapatan alternatif rakyat dalam memenuhi hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan dan perumahan.

Kedua, tusaknya tata konsumsi. Lumpuhnya tata produksi menjadikan masyarakat makin tergantung pada barang dan jasa dari luar. Untuk kebutuhan sehari-hari mereka semakin lebih jauh dalam jeratan ekonomi. Uang tunai yang cendrung melihat tanah dan kekayaan alam sebagai faktor produksi dan bisa ditukar dengan sejumlah uang tidak lebih. Bahwa masyarakat kabupaten TTU yang memiliki tata konsumsi yang sosialis, artinya antar warga saling membahu dalam kesulitan. Kondisi ini akan mengalami pergeseran akibat masuknya tambang mangan.

Pertambangan mangan akan membawa perubahan pola konsumsi yang individualistik dankonsumeristik. Lebih dari itu, masyarakat akan sangat bergantung pada pada pasokan pangan dari luar. Ketiga, rusaknya tata distribusi. Kegiatan distribusi setempat semakin didominasi oleh arus masuknya barang dan jasa ke dalam komunitas.

Padahal, biasanya pada awal sebuah proses pertambangan akan dibangun opini publik bahwa pertambangan akan membawa kesejahteraan dengan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat. Namun, seperti yang terjadi di berbagai tempat lain, janji investor

Dampak Politik

Politik seringkali diartikan sebagai proses pembuatan keputusan dalam sebuah kelompok. Menurut Dickerson dan Flanagan, politik sebagai “sebuah proses resolusi konflik (kepentingan), dimana segala daya dan usaha dikerahkan untuk pencapaian tujuan bersama”. Kenyataannya, ia berwujud upaya seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuannya dengan berbagai cara, bisa mempengaruhi dan meyakinkan, membohongi atau bahkan menyingkirkan pihak lain. Sedangkan menurut Harold Lasswell, politik adalah “siapa mendapatkan apa, kapan, dimana dan bagaimana?”

Dalam konteks politik dapat dibenarkan pendapat Dickerson, Flanagan dan Harold Lasswell, dimana pemimpin Kabupaten TTU memengaruhi dan meyakinkan masyarakat bahwa potensi mangan menjadi pilihan alternatif tanpa menginformasikan dampak buruknya. Rakyat menambang tanpa mengerti apa dampak dari pertambangan mangan. karena tidak mampu menanggung Politik menjadi sasaran daya rusak derita dampak pertambangan. untuk memenangkan kepentingan Karena itu, pertambangan industri tambang. Ini dapat dilihat mangan di Kabupaten TTU perlu dari beberapa indikasi: dikaji secara cermat oleh Pemerintah, Pertama, margininalisasi tata- Kabupaten TTU. Bukan dengan kepemimpinan yang membela pragmatis pertambangan disetujui kepentingan warga oleh negara dan dan diakhiri dengan kekesalan. korporasi. Ini bisa dilakukan dengan Permasalahan pertambangan mangan mendorong penggunaan perangkat- ngan di Kabupaten TTU bukan perangkat kepemimpinan formal, hanya diperdebatkan soal harga yang harus patuh kepada ketentuan mangan tetapi yang perlu dilihat negara. Argumentasi Pemerintah adalah keberlanjutan wilayah dan Kabupaten TTU yang diwakili Dinas potensi TTU bagi anak-cucu. 

Bila Pertambangan Kabupaten TTU tidak, pertambangan mangan akan bahwa ada jaminan tiap titik 50 merusak lingkungan dan generasi juta. Itu berarti dari 82 SKP, Pemkab penerus TTU.
TTU memiliki pemasukan dari dan Pemerintah Kabupaten TTU adalah peningkatan ekonomi rakyat akan berubah roman menjadi kuli di negeri sendiri, seperti yang terjadi pada Pertambangan Buyat Minahasa Raya dimana warga harus meniggalkan tempat kelahirannya bidang pertambangan sebanyak 4,1 miliyard. Sedangkan bila didistribusikan pada titik tambang maka tidak ada artinya dibanding kerusakan yang ditimbulkan. Dana itu bila diperlukan untuk rabat jalan dusun pada sebuah desa juga tidak cukup.

Argumentasi ini dinilai sebagai rasionalisasi pembenaran atas pertambangan. Padahal, pemerintah yang baik, perlu menginformasikan tentang kerusakan yang ditimbulkan sehingga rakyat mengetahui resiko baik bagi manusia, lingkungan, sosial budaya. Dan bila perlu sudah bisa diprediksi tentang kerusakan yang ditimbulkan dan apa dana itu mampu untuk merehabilitasi kerusakan yang terjadi. Apakah Pemerintah Kabupaten TTU pernah mendiskusikan rencana pertambangan itu dengan rakyat ataukah ini diambil sebagai inisiasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Apakah sudah diperhitungkan dengan berapa  besar dana rehabilitasi yang dibutuhkan?

Kedua, rontoknya kelembagaan politik setempat digantikan oleh tata kelembagaan yang patuh kepada aturan-aturan negara. Ini menyebabkan lenyapnya ruang aspirasi dan partisipasi warga, dalam pengambilan keputusan politik setempat. Proses politik menjadi ajang legitimasi sosial bagi operasi tambang di tanah-tanah milik dan wilayah kelola warga. DPRD Kabupaten TTU telah membentuk Pansus Mangan. Apakah Pansus ini memiliki kekuatan dalam menyikapi pertambangan di kabupaten TTU?

Kekuatiran yang terbersit adalah adanya kompromi kepentingan antara kekuasaan, DPRD dan investor. Bila ini terjadi maka masyarakat TTU akan mengalami permasalahan yang bersentuhan dengan berbagai aspek kehidupan.
Ketiga, program Community Development adalah cara yang digunakan untuk menggusur kelembagaan politik setempet. Ini biasanya dipakai jaringan LSM/ NGO makanya banyak NGO tidak banyak berkomentar tentang pertambangan atau kerusakan lingkungan hidup. LSM model ini biasanya sangat akrab dengan birokrat dan sangat kompromistis. Sejauh pantauan, dapat dilihat bahwa kelompok civil society yang mestinya dimotori oleh LSM/NGO di Kabupaten TTU itu tidak dilakukan.

Kesimpulan
Akselerasi pembangunan melalui pengelolaan sumber daya alam terutama melalui bidang pertambangan sebagai jawaban untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), penyedian lapangan kerja, percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan desa tertinggal atau pengurangan kemiskinan di kabupaten TTU perlu dicermati. Para pelaku pertambangan juga selalu memberikan ilusi-ilusi tentang kemakmuran dan kesejahteraan dari eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari bumi Indonesia umumnya dan Kabupaten TTU pada khususnya adalah mantera yang digulirkan terus-menerus untuk menghegemoni rakyat bahwa kehadiran industri tambang mangan mutlak diperlukan.

Dari kenyataan yang ada, belum pernah ada bukti. Tambang Emas Freeport di Papua hanya bisa
dibanggakan Indonesia sebagai Tambang Emas terbesar tetapi hasilnya adalah Propinsi Papua menjadi propinsi termiskin. Atau tambang Buyat Minahasa, masyarakat setempat harus melepastinggalkan tanah warisan leluhur karena tidak mampu menanggung derita akibat pertambangan.

Prinsipnya, pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui penggalian. Masyarakat hanya akan menjadi penikmat warisan jutaan ton limbah tambang dan kerusakan lingkungan dan sosial lainnya. Apalagi dicermati bahwa lingkungan hidup di NTT diambang kegentingan akibat pemanasan global, global warming dan perubahan iklim, climate change yang terus terjadi. Apabila kondisi ini tidak disikapi secara objektif, baik oleh pemerintah maupun masyarakat TTU, tidak heran wilayah ini akan mengalami kondisi yang mengenaskan.
Pertama, bumi Biinmaffo berada di antara tiga lempeng yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng pasifik Pan lempeng Eurosia. Karena letak ini, maka tak heran wilayah ini sering terjadi bencana. Kedua, bumi Biinmaffo berada di Pulau Timor yang merupakan gugus pulau kecil karena itu sangat rentan dengan kehilangan pulau. Ketiga, bumi Binmaffo tidak hanya bisa dibangun dengan pertambangan. Kabupaten TTU bisa membangun dengan potensi alam dalam bidang pertanian dan kelautan yang terkandung di dalamnya. Keempat, bumi Biinmaffo harus dikembalikan keasriannya dengan menolak seluruh pertambangan yang sedang diproses, karena pertambangan akan menghancurkan ekosistem yang ada di Kabupaten TTU. ***

Penulis adalah Manajer Program WALHI NTT dan Staf pada Pusat Riset Pengelolaan Lingkungan Jiro-Jaro – Maumere. 

Tulisan ini pernah dipublikasikan pada Majalah Jong Indonesia, edisi 4 tahun 2010