Sabtu, 22 Oktober 2016

Beatriks Rika, Perempuan Peraih Penghargaan Female Food Hero

Beatriks Rika, Perempuan Peraih Penghargaan Female Food Hero

Beatrix Rika, sosok petani perempuan sederhana yang memiliki dedikasi  tinggi terhadap masyarakat tani di wilayahnya. Ia menekuni dunia pertanian sejak masih muda dengan mengelola lahan sawah  dan kebun landang yang dimilikinya dengan menanami tanaman pangan, seperti: padi, jagung serta hortikutura, sambil aktif sebagai kader posyandu.
Sejak tahun 2014, WTM merekrutnya sebagai kader tani WTM yang siap membantu Fasilitator Lapangan untuk mendampingi 5 kelompok di desa Bhera, yakni: kelompok santu Yosef, Sinar Tani, Usaha Bersama, Lowo Lo’o, dan Wore Tau Mbombe. Beatrix adalah anggota kelompok tani Lowo Lo’o dan menjadi kader tani yang berperan mendampingi dan memotifasi 5 kelompok tani di wilayahnya dengan jumlah anggota 75 orang (55 perempuan. 25 laki-laki).
Di samping mendampingi kelompok tersebut, Beatriks Rika kemudian melakukan penelitian kawin silang padi, setelah mendapatkan pelatihan kawin silang padi (pemulian benih) yang diselenggarakan WTM dalam kerjasamanya dengan Misserior Jerman dalam Program “Penguatan Kapasitas Masyarakat Tani Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi” (2014 – 2016).
Beatriks mengawali penelitiannya dengan memilih padi varietas lokal, yakni: pare mite dan pare kupa. Dua varietas ini kemudian saya tanam di polibag. Hanya sayangnya, upaya ini kemudian gagal karena padi itu baru tumbuh sudah dipagut ayam. Namun, kejadian ini tidak membuat saya putus asa. Saya malah berpikir, bagaimana caranya agar saya bisa lakukan penelitian padi karena ini sesuatu yang baru. Saya kemudian  menyemaikan benih padi kupa dan ciherang di areal persawahan Lowo lo’o, biar bisa lebih nyaman, kisahnya.
Ia mengaku banyak waktunya tersita karena ia harus mengontrol padi yang ditelitinya. Malah warga di sekitar menganggapnya dia lagi gila. Ia tidak gubris, baginya yang penting, usahanya dalam penelitian ini harus sukses.
Berkat keseriusannya dalam melakukan penelitian ini, ia diakui sebagai salah satu perempuan pejuang pangan di Indonesia oleh Oxam Indonesia.
Selain Ibu Beatriks ada 8 perempuan lain dari beberapa daerah di Indonesia yang juga meraih penghargaan ini. Ibu Beatrix Rika dipilih menjadi salah satu pemenang oleh karena kontribusinya pada petani di Bhera, Sikka, NTT.
“Ibu Beatriks punya jasa besar dalam menggerakkan pertanian lokal dan memberdayakan komunitas di kampungnya, di Sikka terutama agar petani dapat berdaulat atas benih dan menguasai teknologi,” ujar Wiwid, Project Manager Hak Atas Pangan Oxfam Indonesia kepada media ini.
Penghargaan Female Food Hero atau Perempuan Pejuang Pangan ini dibuat untuk mendorong masyarakat dan pemerintah Indonesia agar memberikan peran yang besar kepada kaum perempuan dalam kegiatan produksi pangan. Selama ini, demikian Wiwid, penghargaan terhadap perempuan di NTT sangat kurang. “Perempuan tak dihargai, tak dianggap dalam kegiatan produksi pangan. Status mereka dianggap buruh, bayaran lebih rendah ketimbang laki-laki. Pemberian bantuan pemerintah juga cenderung lebih berpihak pada laki-laki,” ungkap Wiwid.

Petani Peneliti
Ibu Beatriks telah menekuni dunia pertanian sejak usia muda. Ia menanami lahannya dengan padi, jagung, umbi-umbian dan kacang-kacangan. Perempuan kelahiran Lekebai, 26 April 1968 ini merupakan salah satu kader tani dampingan Wahana Tani Mandiri di kampungnya, Desa Bhera.
Sebagai kader tani, Beatriks yang bergabung dalam kelompok tani Lowo Lo’o ini juga turut mendampingi empat kelompok tani lainnya di desa setempat dengan total anggota 75 orang, yang mana hanya 25 di antaranya adalah laki-laki.
Selain menjadi tempat bertanya petani lain di Desa Bhera, Beatriks juga mendampingi para petani secara khusus terkait teknis dan manajemen usaha tani. “Semua ini saya lakukan dengan sukarela. Ilmu yang saya pelajari dari teman-teman Wahana Tani Mandiri saya bagikan kepada petani di desa,” ujar Ibu Beatriks
Saat ini Ibu Beatriks sedang melakukan penelitian kawin silang atas benih padi lokal.
 “Alasan kami lakukan kawin silang ini karena selama ini kami bergantung pada benih dari luar sementara benih yang ada belum sempurna serta masih tidak mampu bertahan terhadap hama dan iklim setempat,” ungkapnya.
Berkat ketekunannya ia telah berhasil sampai pada tahap F2 untuk jenis padi baru. Hasil benih F2 akan dikawinkan lagi untuk kemudian menghasilkan benih lokal baru.
 ” Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, apabila berhasil maka kami akan menghasilkan benih baru yang besar bulirnya, tahan hama, dan tahan terhadap iklim lokal yang panas,” ungkap Ibu Beatriks.
Selain itu, Beatrix Rika juga seorang fasilitator kader posyandu untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi bagi ibu dan anak. Sebelumnya, ia aktif sebagai anggota BPD Desa Bhera Kecamatan Mego.
Sedangkan menurut Carolus Winfridus Keupung WTM mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa WTM mendorong penelitian kawin silang yakni: Pertama: Banyak padi lokal yang mulai punah karena masuknya padi-padi varietas luar, yang blum tentu cocok dengan wilayah lio (Pulau Flores); Kedua. Petani yang selama ini hanya dilihat sebagai penjaga kebun tetapi sekarang juga sudah punya kemampuan untuk melakukan pemulian benih, agar memenuhi kebutuhan petani dengan varietas lokal; Ketiga. Mengembangkan padi varietas lokal telah terbukti tahan terhadap hama dan cocok dengan iklim yang curah hujannya sedikit;  Keempat. Sebagai upaya kedaulatan benih, karena petani harus memenuhi kebutuhan benih jangan bergantung pada benih padi yang didatangkan dari luar; Kelima. Sebagai salah satu ilmu yang dapat meningkatkan kapasitas bagi petani di Sikka.
Sambung Herry Naif, koordinator Penelitian dan Pengelolaan Lingkungan mengatakan bahwa penelitian ini punya beberapa tujuan: Pertama. Menyediakan informasi yang holistik tentang varietas padi lokal dan karakter masing-masing varietas yang diidentifikasi dan dikawinkan; Kedua. Menjadikan Petani sebagai peneliti dalam meningkatkan kapasitas terutama penemuan varietas baru (pemulian) padi; Ketiga. Memperdalam hasil penelitian benih demi terciptanya laboratorium padi lokal di Puskolap Jiro-Jaro, demikian harapannya.