Senin, 25 Januari 2016

Panas Panjang dibalas dengan Hujan Terus

Panas panjang dialami hampir seluruh wilayah NTT. Panas panjang ini mulai dari bulan Maret hingga Desember.

Ketika tiba musim penghujan banyak orang terutama petani pikirnya sudah memasuki musim penghujan. Banyak petani bergegas menanam kebunnya dengan pangan untuk cadangan makanan setahun.

Ternyata faktanya terbalik. Di beberapa daerah setelah menanam justru tanaman tidak dikunjungi hujan. Ini adalah sebuah fakta yang secara tidak langsung orang berprediksi bahwa gagal panen akan terjadi.

Kendati demikian orang terus berharap datangnya hujan, dengan harapan bahwa hujan bisa mengubahnya. Bila hujan ini sampai dengan bulan Mei maka harapan akan adanya pasokan pangan seperti yang diharapkan bisa terjadi.
Dari fakta ini, sebuah refleksi kritis atas kondisi ekologi NTT. Bahwa secara global tentunya mengkwatirkan seiring dengan berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kerakusan segelintir manusia untuk memenuhi nafsunya mengumpulkan modal bagi dirinya, dengan menghancurkan lingkungan.

Dalam konteks NTT semestinya fakta ini menumbuhkan semangat baru dalam memulihkan ekologi terutama di kawasan-kawasan resapan. Penetapan kawasan lindung itu pastinya telah berasas pada sebuah kajian ilmiah dimana itu merupakan kawasan resapan yang akan menghidupi masyarakat sekitar.
Karena itu, semestinya, upaya memulihkan kawasan-kawasan ini menjadi sebuah kebutuhan mendesak yang diharusutamakan. Bila tidak, warga NTT akan terus dihantui dengan kekeringan.

Namun perlu dicatat bahwa proses penanaman atau pemulihan ini tentunya juga harus menyeleksi pohon-pohon yang dapat menyerap air. Bukannya menanam pohon yang memiliki daya isapan air yang tinggi.
Kesalahan selama ini bahwa di kawasan-kawasan hulu sering ditanami pohon-pohon komoditi yang banyak menghisap air.

Untuk itu, hendaknya bersama masyarakat sekitar perlu mengidentifikasi pohon yang mampu menyerap air dan terus menghijau sepanjang tahun. Dengan demikian, kekuatiran kita terobati.

tulisan permenungan pagi di saat hujan terus mengguyur.... (27/01)

Jumat, 15 Januari 2016

Forum Peduli Penanggulan Bencana Sikka Selenggarakan Diskusi

Dalam beberapa bulan terakhir ini, Kabupaten Sikka dirisaukan dengan dampak kekeringan dan status gunung Egon pada level 3 (siaga). Dua ancaman bencana ini perlu disikapi secara serius oleh para komponen di Kabupaten Sikka. Untuk itu, beberapa lembaga yang tergabung dalam Forum Peduli Penanggulangan Bencana Kabpaten Sikka, seperti: WTM, Sanres, Caritas, Yaspem, PMI, Tagana, WVI, Child Fund serta beberapa awak media menyelenggarakan Diskusi terfokus di kantor WTM, Jumat 15 Januari 2015.

Kegiatan ini dibuka oleh Alex Armanjaya (Ketua Forum) bahwa kekeringan dan erupsi egon sedang menjadi kerisauan bersama di Kabupaten Sikka. Kegiatan ini difasilitasi oleh Winfridus Keupung (sekretaris Forum). Mengawali diskusi ini para peserta diajak untuk melakukan identifikasi pemetaan dampak dari kekeringan. Dari pemetaan itu ditemukan bahwa Wilayah Timur (Tana Ai): hutan terakhir 21 Desember yang berdampak pada kekeringan tanaman pangan dan tanaman komoditi (Kakao), Wilayah Barat (Paga, Mego, Tanawawo juga mengalami yang sama. Kecuali Masabewa dan Renggarasi yang masih normal. Wilayah Magepanda, sejak musim hujan ini baru mengalami tiga kali hujan. Sedangkan Wilayah kecamatan Lela banyak pohon kelapa yang mati.

Dari paparan dampak yang disebutkan membuat forum diskusi semakin seru. Banyak pendapat terungkap dari peserta diskusi dimana bahwa kekeringan tahun ini sungguh fenomenal. Artinya, disimpulkan bahwa sembilan puluh (90) persen sedang mengalami gagal tanam dan akan semakin parah karena praksisnya tahun ini tidak ada produksi makanan di Sikka, demikian ujar win.

Kemudian ada yang mempertanyakan soal kebijakan Pemkab Sikka yang tak kunjung muncul. Padahal dampak kekeringan ini akan sangat memiskinkan rakyat dan kondisinya akan sangat genting bila tidak diantisipasi sejak dini. 

Dari diskusi ada beberapa rekomendasi yang dihasilkan yakni: Pertama:  Pemkab Sikka semestinya mendatakan dampak ancaman kekeringan agar dicarikan solusi yang substansif membantu rakyat. Kedua,  Pemkab Sikka harus segera menetapkan Kabupaten Sikka sebagai Darurat Pangan dan Air karena dalam setahun ini rakyat Sikka akan mengalami lilitan permasalah hidup. Ketiga, Dalam menyikapi kasus ini juga diantara instansi-intansi yang ada harus melakukan fungsi koordinasi agar ditemukan sebuah solusi yang mumpuni dalam mengatasi permasalahan tersebut. Keempat, Hentikan penebangan hutan dan kerusakan lain yang berdalih pembangunan serta pemboran air tanah harus dihentikan agar sumber mata air ini menjadi cadangan bagi rakyat Sikka dalam masa darurat. Utamakan program pengamanan lingkungan hidup. Kelima, Pemkab Sikka harus menemukan sumber penghidupan lain yang akan dikembangkan melalui program-program yang pro-lingkungan. Untuk itu semua pembangunan yang ada harus memiliki dokumen analisa resiko.

Sedangkan pada topik pembahasan mengenai ancaman erupsi egon. Bahwa kondisi egon sedang dalam level 3 (siaga). Untuk itu, Pemkab Sikka harus segera melakukan tindakan-tindakan yang responsif. Misalnya menyiapkan tempat evakuasi bagi para pengungsi. Sebab menurut tim vulkanologi egon menyatakan bahwa ada tiga dusun yang harus menjadi prioritas untuk diungsikan yakni,warga desa Egon Gahar. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sikka sebagai instansi terkait harus lebih progresif di lapangan. Bila tidak akan berdampak fatal. Sebab kondisi terakhir yang terekam dari lapangan bahwa ada 3 sekolah di Egon tidak melakukan KBM karena mereka sadar upaya dini harus dilakukan. Malah ada warga yang sudah melakukan evakuasi mandiri. Fakta-fakta ini semestinya dilihat sebagai hal yang penting agar segera disikapi. Pemkab Sikka harus menujukkan prestasi yang baik dalam upaya penanggulangan bencana di Sikka.

Setelah Diskusi bersama ini, para peserta dibawa koordinasi Alex Armanjaya itu bertemu dengan Wakil Bupati Sikka untuk melakukan dengar pendapat. Rekomendasi-rekomendasi forum disampaikan agar Pemkab Sikka meresponnya. Menyambut kedatangan Forum Penanggulangan Bencana Kabupaten Sikka, Wabup Sikka mengucapkan apreseasi kepada forum yang selalu mengingatkan Pemkab Sikka. Bahwa penanggulangan bencana itu harus menjadi tanggung jawab bersama. Pemerintah wajib melakukan tindakan penanggulangan, demikian ujar wabup.

Dari dengar pendapat itu, Wabup meminta BPBD Sikka mengagendakan agar dilakukan pertemuan koordinasi antar SKPD pada hari selasa, 19 Januari. Pertemuan ini menjadi momentum untuk membagi peran sesuai dengan tugas setiap instansi yang ada, ujarnya. 






Kerja Sama Petani bentuk Solidaritas

Dalam diskusi terbatas, yang diselenggarakan kelompok Tani Gae Muri, dampingan Wahana Tani Mandiri. Kelompok ini adalah kelompok petani yang semua anggotanya adalah perempuan petani. Diskusi yang dibuka oleh Lusiana, bahwa kerja kelompok adalah wujud solidaritas petani. Bahwa dengan kerja sama seperti kerja kelompok tentunya meringankan beban kerja di kebun.

Lanjutnya bahwa, kendati dalam kesibukan di rumah para perempuan membangun wadah kelompok tani untuk membantu para suami. Bahwa dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar keterlibatan perempuan menjadi penting agar menunjang peran suami.

Sedangkan Martha Muda, dalam diskusi tersebut memfokuskan pembahasan mengenai dampak atau perubahan setelah kelompok tani ini bergabung dengan WTM yang didukung Miserior Jerman. Bahwa dalam program ini tentunya berbeda dengan program-program lain yang mana kelompok tani dikasih bantuan. WTM berbeda. WTM memberi pencerahan tentang bagaimana teknis pengelolaan pertanian yang organik. Bahwa alam sudah menyiapkan semua tinggal saja bagaimana ketrampilan petani memanfaatkan itu sebagai pupuk organik dan pestisida organik, demikian tutur fasilitator lapangan wilayah Magepanda.

Bahwa kerja sama dalam tim itu penting karena dapat dilihat sebagai wujud solidaritas. Kelompok tani harus kuat dan menjadikan kerjasama sebagai spirit bersama untuk saling membantu satu sama lain.

Kamis, 14 Januari 2016

KELOMPOK TANI "KASIH IBU" OJANG LAKUKAN SAKO SENG DAN BELAJAR BERSAMA

Kelompok Tani "Kasih Ibu" Ojang, Desa Dobo Kecamatan Mego lakukan gotong royong untuk membersihkan kebun secara bergilir dalam kelompok. Kegiatan ini dalam bahasa Sikka disebutnya "sako seng" dihadiri oleh 16 anggota kelompok Tani. Kegiatan ini pun dihadiri oleh kader tani (Genovasia Dua) dan Fasilitator Lapangan dari WTM (Martinus Maju), (13/01).

Sebelum dilakukan  sako seng terlebih dahulu dilakukan demo pembuatan teras sering dengan menggunakan bingkai "A'' yang difasilitasi oleh Martinus Maju dari WTM. Menurutnya, tujuan pembuatan teras dikebun adalah untuk menjaga erosi  dan mengembalikan kesuburan tanah. Selain itu juga, tanaman teras juga dapat dijadikan sebagai pupuk hijau  dan pakan ternak. Para petani hendaknya melakukan penanaman jenis-jenis tanaman teras; seperti: kaliandra merah, kaliandra putih,  lamtoro, gamal dan fleminqia, demikian ujar Tinus.

Saya akan mengunjungi setiap anggota dan terlibat melakukan kerja bergilir sesuai dengan rencana kelompok.   Pada hari yang sama pula dilakukan kunjungan ke beberapa kebun pangan anggota yang sudah mulai ditanami jagung lokal dan kacang tanah serta ubi kayu  secara tumpang sari. Sesuai pantauan saya, mereka mulai melakukan penanaman sesuai dengan denah kebun yang sudah di rencanakan oleh setiap anggota, katanya.  

Sedangkan, Genovasia Dua menjelaskan bahwa sebelum memulai menanam,  para petani terlebih dahulu melakukan penyebaran daun-daun hijau dan kotoran ternak; seperti kambing dan babi serta kotoran ayam sebagai pupuk dasar di kebun mereka. Setelah selang dua (2) minggu mulai dengan penanaman jenis-jenis tanaman yang akan ditanam. Setelah tanaman tumbuh, mereka kembali untuk melakukan penyiangan dan penggemburan, sekaligus melakukan penyemprotan dengan menggunakan pestisida organik guna mencegah serangan hama dan penyakit tanaman, demikian kata Genovasia.       
Lebih lanjut dikatakan bahwa, pestisida organik dan pupuk organik adalah bahan alam yang tersedia di sekitar kebun petani,  hendaknya petani membuat dan menggunakan untuk menyemprot tanaman sebelum diserang hama atau penyakit. Seyognya, petani sudah menyiapkannya sebelum kebun mereka ditanami tanaman. 

Cara-cara inilah yang dikembangkan Wahana Tani Mandiri (WTM) bersama para kelompok tani dampingan guna melestarikan kehidupan petani untuk mandiri dalam bekerja sebagai petani. Lebih dari itu, ini adalah teknis usaha tani yang adaptif dengan perubahan iklim sesuai dengan kerja sama WTM - Miserior Jerman. (Tim KN)


Selasa, 12 Januari 2016

Kawasan Mata Air Wolokoli, Desa Rero Roja Siap Dikonservasi Warga

Kawasan Mata air Wolokoli yang terletak di desa Rero Roja, Kecamatan Magepanda merupakan sumber mata air yang mengairi persawasan di Woloboa dan Duli. Bahkan mata air ini pun menjadi sumber penghidupan warga Rero Roja. Menurut pengakuan Simon, salah satu petani asal Rero Roja mengaku bahwa setiap tahun pada bulan Januari mereka sudah menanam pada petak-petak yang disiapkan. Tetapi tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Saya sudah siapkan bibit padi tetapi karena belum ada air yang mengalir maka solusinya adalah menyiapkan mesin pompa air untuk membantu saya dalam pengairan persawahan, demikian tuturnya.

Lebih lanjut simon mengaku bahwa sudah tiga tahun, saya tidak menggunakan pupuk kimia. Saya menggunakan pupuk organik seperti yang diajarkan Wahana Tani Mandiri (WTM) dan ini tentunya lebih hemat dalam produksi. Hasilnya ternyata sama dan malah menguntungkan kondisi tanahnya tetap subur dan tanah tidak bergantung dengan pupuk, ujar petani tiga anak ini.

Sedangkan, dalam diskusi terbatas dengan beberapa petani yang difasilitasi oleh Maria Martha Muda (Fasilitator WTM), tentang konservasi mata air. Dalam diskusi dalam program yang difasilitasi oleh WTM dukungan Miserior, Martha menyatakan bahwa konservasi adalah sebuah kebutuhan yang harus dilakukan segera. Bahwa tanpa konservasi terhadap mata air ini akan menimbulkan bencana yang lebih parah. Sekarang tentunya para petani mengalami sendiri bagaimana kondisi alam yang sangat panas, ini akibat akumulasi kerusakan lingkungan yang terjadi secara global, termasuk kita di Kabupaten SIkka dan khususnya kita di Woloboa, Rero Roja, demikian pernyataan Oa, sapaan petani baginya.

Diskusi yang dilakukan di Kebun itu terkesan sangat bersahaja dengan alam. Hadir dalam kegiatan itu, Herry Naif (Kooordinator Riset dan Advokasi Lingkungan Hidup) Wahana Tani Madiri mengatakan bahwa keterlibatan warga dalam konservasi adalah suatu yang mendesak. Bahwa rakyat harus menanam dan merawatnya. Setelah itu baru Pemerintah memberi insentif bukannya memberi insentif pada penanaman, kritiknya. Karena itu, pemerintah sudah saatnya mengubah pola konservasi yang dibangun. Pemerintah jangan bernafsu besar menanam seribu milyard pohon tetapi penebagan, pembakaran terus dilakukan. Pemerintah harus realistis dalam konservasi, lebih baik setiap warga diwajibkan menanam satu pohon dan dirawat sampai besar maka sepuluh tahun Sikka menjadi hijau.

Sedangkan Frans Toki, salah satu tokoh BPD Rero Roja mengatakan bahwa mengembalikan alam seperti sebelumnya harus menjadi niatan bersama. Karena daerah ini dulu kaya akan air dan hampir semua lokasi persawahan dikelola. Sekarang malah dari waktu ke waktu, luasan sawah yang dikelola itu menyempit bersamaan seiring dengan berkurangnya debit air.  Karena itu saya ajak kita untuk lindugi kawasan selain menanam pohon pada kawasan mata air juga kita memagar kawasan tersebut agar kawasan itu tidak dimasuki kerbau, kambing dan binatang lain yang akan merusak pohon dan mata air tersebut.

Sekarang jagung-jagung di kebun warga daunya mulai layu, sebab sudah dua minggu tidak turun hujan. Kondisi ini bisa berdampak pada kegagalan panen yang bisa membuat rakyat Rero Roja dalam memenuhi kebutuhan pangan, demikian ujar franto.

Penulis adalah Direktur Wahana Lingungan Hidup Indonesia (WALHI) dan
Koordinator Penelitian dan Advokasi Lingkungan Hidup Wahana Tani Mandiri (WTM)

Sabtu, 09 Januari 2016

Instansi Teknis di Sikka Harus Bertanggung Jawab dengan Pengrusakan Kawasan Egon Ilimedo




Kawasan Hutan Lindung Egon Ilimedo seluas 19.456,80 ha merupakan kawasan hutan terluas di Kabupaten Sikka. Kawasan ini dipandang masyarakat Sikka sebagai paru-paru yang harus dijaga karena memberi penghidupan bagi mereka. Dalam perkembangannya, sebulan terakhir kawasan Egon Ilimedo mengalami sebuah permasalah yang sedang menjadi perhatian publik, dimana terjadi pembangunan fasilitas publik (pembukaan jalan baru yang menghubungkan Dusun Ewa menuju Dusun Hikon), Desa Runut, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka.
Pada hakikatnya pembangunan atau pembukaan jalan ini penting bagi akses rakyat tetapi secara prosedural hukum seyogyanya dilakukan berasas pada hukum. Seturut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (pasal 1), menyatakan bahwa Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Atau, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan berisi sumber daya alam hayati yang didominanasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.Karena itu, “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap”
Berasas pada pemikiran ini, pembangunan apa pun dalam kawasan hutan harus dilakukan dalam prosedur hukum. Karena itu berkaitan dengan kasus pembangunan jalan di Runut, kami Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT menggarisbawi bahwa, Kasus Runut adalah wujud pelanggaran hukum.
  1. Karena itu harus diproses oleh pihak yang berwewenang. Prinsipnya, Hutan sungguh penting karena memiliki 3 (tiga) fungsi diantaranya: fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Seluruh aktifitas dalam kawasan hutan harus diaskan pada prosedur hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 19, ayat 1-3 bahwa; (1). Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu. Apakah sudah dilakukan penelitiannya agar dilakukan pembangunan tersebut
  2. Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Apakah DPRD Sikka telah mengetahui proses pembangunan yang di sana (Pasal, 19, ayat 2). Bila mengetahuinya dan tidak memiliki sikap yang tegas maka DPRD pun harus bertanggung jawab.
  3. Ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasna hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud ada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 19). Apakah Pemkab Sikka dan DPRD Sikka sudah mengkonsultasikannya kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau asal tabrak. Bila sudah dilakukan maka hasilnya itu mestinya dipublikasikan kepada rakyat di kawasan agar mengetahui. Sebab rakyat yang berada dipinggiran pun berkewajiban menjaga kawasan tersebut. Sebab jelas diatur dalam pasal 2 bahwa Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan. Dan malah pada pasal 68, point c dikatakan bahwa memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan.
  4. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.14/Menhut-Ii/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Bahwa Pinjam pakai kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan dan fungsi kawasan tersebut
    Perlu dicatat, bahwa Pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan atas dasar persetujuan Menteri. Pinjam pakai kawasan hutan bertujuan untuk membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan strategis atau kepentingan umum terbatas di luar sektor kehutanan tanpa mengubah status, fungsi dan peruntukan kawasan hutan;
  1. Dari keempat point analisis, WALHI NTT melihat bahwa berkaitan dengan kasus ini yang harus bertanggung jawab adalah Dishut Sikka, Bapeda dan PU Sikka.

Demikian pernyataan kami atas perhatian diucapkan terima kasih


Maumere, 6 Januari 2016

Hormat Kami


(Herry Naif)
Direktur WALHI NTT