Senin, 21 Maret 2016

KELOMPOK SEATE PRAKTEKAN KRIPIK PISANG


Wahana Tani Mandiri (WTM) dalam analisa usaha tani, terutama difokuskan pada hasil kebun yang banyak dalam konteks pemasukan yang diterimanya secara langsung dan terus terjadi. Pisang menjadi salah satu hasil kebun yang bisa dikelolanya menjadi setengah jadi dan hasilnya justru jauh memberi nilai tambahan pendapatan. Bahwa, bila petani dengan kapasitas yang memadai dan mengelola pisang dalam berbagai produk. Untuk itu, dalam program Peningkatan Kapasitas Masyarakat Tani dalam Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi, kerja sama dengan Miserior - Jerman mendorong petani agar menjadikan pisang sebagai salah satu pendapatan alternatif petani.
Kelompok Se'ate, yang beranggotakan sembilan (9) menjadikan pisang sebagai salah potensi yang dapat dikelolanya. Sebagai kelanjutan dari analisis yang dibuat WTM dan para anggota Kelompok Se'ate dilakukan praktek pembuatan Kripik Pisang. Kegiatan yang difasilitasi Ernest Dua Sina (staf WTM) itu juga dihadiri oleh Kegiatan ini disaksikan oleh Bernard Kelan (kepala Desa Rero Roja) dan Fransiskus Toki (anggota BPD Rero Roja) serta Herry Naif (Koordinator Advokasi, Riset Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Hasil WTM), pada Jumat, (18/03/2016).
Ernest menyatakan bahwa masih banyak ketrampilan yang bisa dipraktekan. Hari ini kita fokus pada pembuatan kripik pisang, sebagai langka awal dalam mendorong pisang sebagai salah potensi masyarakat desa Rero Roja terutama di dusun Koro. Praktek seperti ini akan kita dorong sampai pada pengemasan. Malah ia, mengajak mereka untuk memberi nama pada kripik pisang yang akan dihasilkan di koro. Dari diskusi disepakati Kripkor (Kripik Pisang Koro), kata ibu tiga anak iniLebih lanjut
Di sela-sela praktek itu, Kepala Desa Rero Roja menyatakan bahwa sebagai pemimpin di wilayah ini sangat mendukung kegiatan-kegiatan pemberdayaan seperti ini. Kami dari pemerintah desa siap membantu petani untuk mengembangkannya, yang penting bahwa kegiatan ini tidak sekedar dan terjadi hari ini. Bahwa kegiatan seperti ini harus terus berlanjut dan kami pemerintah desa akan mengikutinya dan bila serius dilakukan kami siap mendukung petani, ujarnya.
Sedangkan Herry Naif, menyatakan bahwa WTM sedang menjadi turis lokal yang mana selain mendorong usaha tani terpadu juga bertanggung jawab dalam mengelola hasil kebun. Kita bukan hanya penjaga kebunnya orang, tetapi hasil yang ada harus diproduksi menjadi produk yang dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi. Kalau pisang dijual langsung dengan harga yang murah, artinya tidak sadar kita sedang menjadi penjaga kebunnya orang. Sederhana saja kawan memilhat, orang yang tidak punya pohon pisang, tetapi dia membeli dan membuat pisang molen, kue pisang atau kripik dan lain-lain, kehidupan mereka jauh lebih baik dari kita yang bangga punya banyak rumpun pisang, ujarnya.
Saatnya, petani perlu menyadari ini sebagai sebuah kesadaran baru yang perlu melahirkan inisiatif-inisiatif lokal dalam upaya memperbaiki kualitas hidup. Selain itu, ajaknya untuk memulihkan lingkungan di koro yang mungkin sedang dalam kondisi kritis, mumpung sedang hujan. Mari kita menanam pohon-pohon yang mendatangkan air seperti sule, gaja, lele, bambu dan pohon-pohon lain yang dapat menghasilkan air, ajaknya.
Seusai praktek dan diskusi bersama, Afriana (ketua) mengucapkan terima kasih kepada para semua pihak yang selalu mendorong kelompoknya untuk terus maju. Menurutnya, kami mendengar dan menerima motifasi dari semua pihak agar kami lebih bersemangat dalam berorganisasi dan mengembangkan apa yang kami punya.







PETANI WTM DAN MASIPAG FILIPINA LAKUKAN PERKAWINAN SILANG PADI

"Peningkatan kapasitas Masyarakt Tani dalam Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi" kerja sama Wahana Tani Mandiri (WTM) dengan Miserior Jerman, memiliki salah satu aktifitas yang dilakukan adalah Pemulian Benih. Pemulian Benih dimaksudkan untuk kembali mengidentifikasi benih-benih padi lokal yang hampir punah setelah masuknya varietas-varietas baru yang dibawa oleh korporasi dan dinas pertanian.
Dalam program:
Untuk itu, Wahana Tani Mandiri (WTM) bersama Masipag Filipina melakukan kegiatan Perkawinan Silang benih padi di Puskolap Jiro-Jaro, Tanali, desa Bhera, Kecamatan Mego (14-16/01/2016).
Kegiatan yang berlangsung tiga hari ini difasilitasi oleh Yuni (Petani Masipag – Filipina, Elisabet (Konsultan People Led Development Miserior Jerman), Kristof (Satu Nama) didampingi Herry Naif (Koordinator Advokasi, Riset, Lingkungan dan Pengelolaan Hasil).
Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) dalam sambutan pembukaannya mengucapkan terima kasih kepada Miserior sebagai penyokong dana kepada WTM, dan kepada para fasilitator. Bahwa, kegiatan ini penting untuk dilakukan oleh petani, yang mana petani bisa melakukannya (mempraktekan) di kebun masing-masing. Diharapkan, beberapa tahun ke depan para petani dampingan WTM di tiga kecamatan (Magepanda, Mego dan Tanawawo) pastinya memberi sebuah nilai baru dalam proses pemulian benih lokal.
Lanjut Win, kegiatan ini juga merupakan kesempatan untuk menaikan barganing potition petani yang selama ini hanya menjadi penanam tetapi tidak menjadi peneliti. WTM bersama petani melakukan Kaji Banding dan Uji terap yang pelakunya juga adalah para kader tani. Kami melihat bahwa saatnya petani harus didorong untuk merebut kembali kedaulatan benih yang lama hilang, Ujarnya.
Sedangkan Herry, secara terpisah mengatakan bahwa kegiatan penelitian ini dilakukan dalam dua metode yakni in class untuk mengetahui apa dan tujuan penelitian ini dilakukan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan dan out class adalah untuk mempraktekan teori-teori yang disampaikan. Dengan dua metode ini akan mempermuda proses pemahaman petani dalam melakukan praktek kawin silang benih, ujarnya.
Kegiatan praktek kawin silang ini diawali dengan penjelasan soal persiapan kawin silang setelah itu para peserta bersama fasilitator menuju lokasi persahawan Lowolo, Bhera untuk pengambilan sampel padi yang siap kawin. Jenis padi yang dijadikan sampel perkawinan adalah pare Kupang dan pare Chiherang. setelah pengambilan Benih dilanjutkan dengan penjelasan tentang bagaiman melakukan kawin silang. Dari penjelasan itu, para peserta kemudian melakukan praktek pemotongan malai benih yang siap kawin.
Hampir semua peserta, serius mengikuti  praktek tersebut, kendati harus dilakukan dalam beberapa tahapan penerjemahan dari bahasa tagalog, Inggris, dan Indonesia. Atau sebaliknya bila dari peserta maka harus diterjemahkan dari bahasa Indonesia, Ingris dan Tagalog.
Praktek pemotongongan malai betina yang siap kawin, ditutup dengan kertas minyak dan dilanjutkan dengan penjelasan tentang bagaimana melakukan perkawinan. Tetapi perkawinan ini akan dilakukan dengan harus memperhatikan waktu (jam) birahi dari padi jantan. Menurut fasilitator waktu kawin padi adalah jam (9 - 11). Maka pada (16/01/2016) dilakukan perkawinan silang padi yang telah disiapkan.
Perkawinan silang benih setelah dilakukan, para peserta kembali ke kelas dan melakukan evaluasi tahapan dan proses serta membuat perencanaan bersama tentang apa yang dilakukan setelah acara praktek tersebut. Kegiatan ini dinilai cocok karena hampir sebagian besar padi ladang dan sawah di wilayah Magepanda, Mego dan Tanawaso belum berbulir. Ini adalah kesempatan bagi kami para peserta, untuk melakukan kawin silang, kata Siprianus Rehing (petani peneliti) asal Bu Selatan.
Semua proses penelitian dilakukan acara penutupan. Menurut Yuni (Masipag-Filipina) dan Ibu Bes (Miserior) sangat bangga karena para petani tampingan WTM sangat serius dalam megikuti kegiatan in. Haranpannya semoga mereka bisa melakukannya di lapangan agar benih-benih lokal yang hampir punah ini diselamatkan melalui pemulian benih.

Minggu, 06 Maret 2016

REVITALISASI NILAI LOKAL


REVITALISASI NILAI LOKAL
News Analisis, Herry Naif, Mantan Direktur WALHI NTT

TAHUN lalu beberapa daerah di NTT dilanda fenomena alam yang berbeda yaitu ketiadaan hujan. Hujan baru turn pertengahan Februari dan awal Maret 2016 tapi intensitasnya belum mampu meningkatkan debit air yang menjadi sumber PDAM Sikka melayani warga kota Maumere dan sekitarnya.

Minimnya curuh hujan hendaknya dilihat sebagai momentum refleksi berbagai pihak di NTT dan kabupaten Sikka pada khususnya. Kondisi ini menuntut perhatian pemerintah Kabupaten Sikka agar melakukan tindakan-tindakan adaptif mitigatif.

Air adalah unsur hakiki bukan saja bagi manusia melainkan bagi tanama dan heawan. Tiada kehiduapan tanpa air. Dulu krisis air adalah masalah perkotaan sebab di sana banyak jumlah penduduk dan banyak lahan dikonversi. Kini kelangkaan air tanpa mengenal sekat wilayah, baik di daerah kota maupun daerah hulu sekalipun. Penurunan debit air dari waktu ke waktu terjadi seiring dengan kerusakan lingkungan di kawasan resapan (kawasan hutan), atau gencarnya eksploitasi sumber daya alam besar-besaran.

Persaingan atas sumber daya air, baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (konsumen rumah tangga) maupun kebuhan irigasi dan lainya sering hanya menguntungkan para penguasa dan pemodal sehingga mereka yang tak berdaya (rakyat) terlantar dan kehausan.

Banyak warga kota Maumere mengeluh karena mendapatkan distribusi air. Padahal ada lembaga daerah yang ditugaskan mengurus pemenuhan air bagi warga seperti Perusahan Daerah Air Minum (PDAM). Ada pula lembaga yang didanai oleh Word bank seperti Pansinmas. Mengherankan, kondisi ini kemudian melahirkan begitu banyak perusahaan air minum (swasta) yang mengambil air tanah dan dijadikan sebagai lahan bisnis.

Sebagian orang mungkin mengatakan bawa krisis air terkait jumlah penduduk yang semakin bertambah. Sebahagian berujar bahwa pembagian pemborosan dan kurangnya penghormatan terhadap air di tengah masyarakat yang materialistis dan konsumeristis. Yang lain akan mengatakan bahwa krisis air berkenaan dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan kepemilikan atasnya dimana 9 persen dari pelayanan air dikendalikan oleh sektor publik.

Berhadapan dnegna persoalan tersebut hanya sedikit orang yang menganalisis bahwa keterbatasan air dan pangan diakibatkan oleh kondisi ekologi, terutama kesimbagan ekologi dan makin sempitnya kawasan penyanggah di setiaip pulau. Ini diperparah oleh merebaknya dampak global warming dan climate change. Lebih jauh telusuri NTT yang merupakan gugus pulau api (ring of fire) yang sangat kecil. Ini dituntut agar benar memiliki kawasan penyangga yang cukup seimbang.

Dari beberapa uraian di atas tentang krisis air di Sikka maka beberapa rekomendasi aktifitas penting yang perlu dilakukan adalah monitoring dan evaluasi terhadap kualitas kawasan lindung dan hulu yang ada di kabupaten Sikka agar diketahui kondisinya.

Perlu penanaman kembali paada kawasan yang dinilai rusak dan hendaknya ini menjadi gerakan bersama rakyat. Rakyat harus dilibatkan secara penuh dan diberi tanggung jawab . Bahwa rakyat yang sukses menghijaukan dan menjaga wilayahnya perlu diberi apreseasi dana stimulan.

Rakyat Sikka perlu merevitalisasi nilai-nilai lokal yang seperti yang pernah dikaji PBH Nusra. Opi dun kare dunan adalah sistem ruang yang mengalokasikan wilayah-wilayah puncak gunung sebagai daerah jebakan air atau untuk kepentingan adat lainnya. Di wilayah ini dilarang penebangan dan pengembangan pertanian.
Opi Dun Kare Taden, bentangan alam yang secara fungsional merupakan cadangan lahan garapan untuk mengantisipasi ledakan penduduk dan keterbatasan lahan. Dalam areal ini masih harus diperhatikan beberapa fungsi perlindungan yang harus dijaga, terutama apa yang disebut Lian Puan Wair Matan, yakni areal di sekitar mata air dan sungai.

Wua Dua Mahe Moan, yakni tempat-tempat pelaksanaan ritus dan perlindungan menhir ada suku. Ai Wau Watu Narin, tempat peristirahatan, tempat hiburan. Biasanya berada di antara ruas jalan dan areal pertanian.

Repi goit raen rahat, yakni: wilayah yang memiliki kemiringan di atas 60 derajat tidak boleh dikelola. Nian koben bue tana namang pare, yakni lahan garapan untuk pertanian. Wilayah yang layak biasanya berada pada areal yang datar, cukup jauh dari daerah mata air dan bentangan sungai, tidak dalam kawasan tempat pelaksaan ritus dan tidak berada pada kemirigan di atas 60 derajat.

Dari beberapa catatan ini saya mau katakan bahwa Orang Sikka sejak dulu selalu hidup bersama alam dan selalu menjaga alam. Apalbila pemerintah kabupaten Sikka mengakomodir nilai-nilai lokal ini, maka tentunya penyelamatan lingkungan dapat terwujud. Hanya perlu dipertegas dalam produk hukum (Perda) Perlindungan Kawasan mata air lokal yang berada di setiap kampung. Pemkab Sikka juga perlu memberi stimulan bagi masyarakat kawasan hulu agar tetap menjaga kawasan hulu agar tetap lestari. Pemerintah perlu menertibkan proses pengambilan air tanah di kota Maumere yang dari hari ke hari semakin meningkat, karena ini hanya dimanfaatkan sebagai ladang bisnis yang tidak punya kontribusi bagi pemulian lingkungan hidup (ris)

Sumber: Pos Kupang Cetak, Kamis 3 Maret 2016, Halaman 1 dan 7.

Selasa, 01 Maret 2016

KADER TANI: BELAJAR MEMPRODUKSI MINYAK KELAPA MURNI BERKUALITAS



Kabar Nuhang, Maumere, Demi meningkatkan kualitas hidup masyarakat tani, WTM dalam diskusinya dengan para kader tani dan petani di kelompok-kelompok tani mengidentifikasi berbagai hasil tani yang bisa dikelola sebagai alternatif pendapatan petani. Ada beberapa potensi hasil tani yang bisa dikembangkan diantaranya: kelapa, pisang, mente, kacang dan beberapa hasil kebun lainnya. Sebagai tindak lanjut kegiatan, para kader tani dan kru WTM mengunjungi kelompok Kembang Baru Nangahure untuk belajar tentang teknik pengolahan dan pengemasan minyak kelapa.
Rombongan yang dipimpin Herry Naif (Koordinator Advokasi, Riset, Pengelolaan lingkungan dan Hasil WTM), ini tiba di lokasi sekitar pkl. 09.00 Wita, disambut dengan hangat oleh seluruh anggota kelompok Kembang Baru beserta Mama Mira (ketua) dan Yosep Dala (Pembina Kelompok). Dalam upacara penyambutan, Yos Dala selaku Pembina kelompok Kembang Baru mengaku bangga dan bahagia karena kelompok mereka dipilih menjadi tempat belajar petani dampingan WTM. “Hari kami semua merasakan sesuatu yang luar biasa karena kami dikunjungi oleh Bapak Ibu sekalian. Kami sangat bahagia sekaligus bangga atas kepercayaan yang diberikan kepada kami. Hari ini kita akan bersama-sama mempraktekan teknik pembuatan minyak kepala dan pengemasannya. Jangan sungkan-sungkan untuk belajar bersama kami” ujar bapak empat anak ini sambil tersenyum.
Lebih lanjut, mama Mira menguraikan soal apa yang pernah dicapai kelompok kembang baru. Atas pencapaian ini kelompok pun sering memperoleh penghargaan, mulai dari tingkat kabupaten hingga tingkat nasional, misalnya juara satu tingkat kabupaten Sikka tahun 2006 untuk kategori lomba UKM pengolahan pangan lokal, juara satu tingkat propinsi NTT tahun 2011 untuk kategori pengolahan abon Tuna, hingga juara dua tingkat nasional tahun 2010 untuk kategori pengolahan pangan lokal. Kedua, karena faktor kematangan. Sebab sejak tahun 1991 hingga sekarang kelompok ini masih tetap eksis. Ini bukti bahwa kelompok ini merupakan kelompok yang kompak dan solid, kata Herry Naif”.
Di samping itu Herry Naif (Koordinator Advokasi, Riset, Pengelolaan lingkungan dan Hasil WTM), dalam sambutannya menjelaskan alasan mengapa kelompok Kembang Baru dipilih menjadi tempat kunjungan belajar bagi petani dampingan WTM. “Pertama-tama, karena kelompok ini merupakan kelompok yang produktif. Sebab sejak pertama kali berdiri hingga sekarang kelompok ini selalu menjalankan kegiatan pengolahan hasil sehingga sampai saat ini kelompok Kembang Baru telah memiliki berbagai produk diantaranya, Minyak Goreng kelapa murni, kacang asin dan abon ikan tuna. Ketiga produk tersebut sudah dipasarkan karena sudah dalam bentuk kemasan. Kedua, karena faktor kematangan. Sebab sejak tahun 1991 hingga sekarang kelompok ini masih tetap eksis. Ini bukti bahwa kelompok ini merupakan kelompok yang kompak dan solid, kata Herry Naif”.
Usai acara penyambutan, rombongan kemudian memulai dengan proses pembelajaran pembuatan minyak goreng kelapa yang difasilitasi oleh pak Yos Dala. Rombongan kemudian dibagi kedalam tiga (3) dengan maksud supaya proses pembelajarannya berjalan efektif. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah tahap seleksi, yakni memilih kelapa yang berkualitas sebab kualitas kelapa akan berpengaruh pula pada kualitas minyak. Setelah tahap penyeleksian, mereka kemudian melanjutkannya dengan pemarutan hingga pada proses pemasakan hingga memperoleh minyak. Tidak hanya sampai di sini prosesnya, karena setelah selesai dimasak, minyak kelapa tersebut akan didinginkan dan disimpan pada wadah khusus untuk disaring dan diendapkan selama beberapa waktu, lalu dilanjutkan dengan proses pengemasan. Proses pembelajaran berlangsung begitu seru karena para petani begitu antusias menyimak dan mempelajari tahap demi tahap proses pembuatan minyak kelapa yang berkualitas. Bagi para petani proses pembuatan minyak kelapa bukanlah hal yang baru bagi mereka, namun membuat minyak kelapa yang berkualitas belum kai capai. “Hari ini kami mendapat banyak ilmu baru mengenai teknik pembuatan minyak kelapa yang berkualitas” ujar ibu Linde, peserta dari Dobo.
Diakhir kegiatan Pak Yos Dala berjanji akan membantu memberikan kembali teknik pembuatan minyak kelapa jika diundang. “Saya akan dengan senang hati bersedia membantu teman-teman petani yang ingin membuat minyak kelapa dikelompoknya masing-masing. Jika teman-teman ingin dibimbing, hubungi saya dan saya akan selalu siap membantu, “ujar suami ketua kelompok Kembang Baru ini pada saat penutupan kegiatan”. 

WATER FOR ALL (AIR UNTUK SEMUA)


Oleh: Herry Naif

Pada tahun 2015, beberapa daerah di NTT dilanda sebuah fenomena alam yang berbeda seperti sebelumnya. Benar, bahwa curah hujan di NTT diketahui publik itu terbatas tetapi tidak seperti yang terjadi tahun ini, yang mana ketiadaan hujan sejak April hingga Desember. Malah pada musim hujan pun, curah hujan sangat terbatas, tidak seperti biasanya. Sepengetahuan dan pengalaman biasanya bulan Januari hingga Februari dilihat sebagai bulan hujan. Tetapi kondisi tahun ini berbeda. Kekeringan panjang. Hujan sangat sedikit, berdampak pada banyak tanaman pangan dan bahkan tanaman umur panjang seperti kelapa, kakao dan mente petani banyak yang mati kekeringan. 

Realitas ini tentunya akan berdampak buruk terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan air di NTT dan Sikka pada khususnya. Sedikitnya curah hujan tahun ini hendaknya dilihat sebagai momentum refleksi berbagai pihak di NTT dan kabupaten Sikka pada khususnya. Dari kondisi ini dibutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Kabupaten Sikka agar dengan kewenangannya malakukan tindakan-tindakan adaptif dan mitigatif dalam menghadapi keterbatasan pangan dan air yang akan semakin parah dalam waktu yang akan datang. 

Air adalah unsur hakiki bukan saja bagi manusia melainkan bagi tanaman, hewan. Tiada kehidupan tanpa air. Air sebagai sebagai sumber kehidupan, dimana pun dan kapan pun akan selalu dibutuhkan manusia dan berbagai makhluk hidup. 

Dulu, krisis air adalah persoalan wilayah perkotaan, sebab di sana banyak penghuni dan banyak lahan dikonversi menjadi lahan penduduk. Atau dilihatnya sebagai persoaan bagi wilayah-wilayah yang tidak memiliki sumber mata air. Kini, kelangkaan air telah menggejala tanpa mengenal sekat-sekat wilayah baik di kota maupun di daerah-daerah hulu sekalipun. Penurunan debit air dari waktu ke waktu terjadi seiring dengan kerusakan lingkungan di kawasan-kawasan resapan (kawasan hutan), atau gencarnya eksploitasi sumber daya alam besar-besaran dalam kawasan tanpa mengenal ruang. 

Persaingan atas sumber daya air baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (konsumen rumah tangga) maupun dalam pemenuhan kebutuhan irigasi dan pemanfaatan lainnya sering hanya menguntungkan para penguasa dan modal sehingga mereka yang tak berdaya (rakyat) terus diterlantarkan dalam kehausan. 

Banyak warga kota Maumere terus mengeluh karena tidak mendapatkan distribusi air. Padahal, di tengah krisis air, ada lembaga-lembaga di daerah yang ditugaskan mengurus pemenuhan air bagi warga seperti: Perusahan Daerah Air Minum (PDAM). Kegentingan akan keterbatasan air membuat tuding-menuding antara konsumen dan pendistribusi (PDAM). Selain itu, ada lembaga yang didanai Word Bank untuk melakukan pedistribusian dan pemenuhan kebutuhan akan air seperti Pansinmas. Tetapi mengherankan, bahwa kondisi ini kemudian melahirkan begitu banyak perusahaan air minum, yang mengambil air tanah dan kemudian dijadikan lahan bisnis. Bayangkan NTT, yang dikenal sebagai daerah krisis air tetapi perusahan air terbesar di Indonesia (Aqua Danone) dalam iklannya, mengambil NTT sebagai wilayah kampanye, “sumber air su dekat, kotong son terlambat lai”. Banyak orang NTT tentunya senang dengan iklan tersebut tetapi tidak disadari bahwa dalam krisis air, rakyat NTT masih sempat dieksploitasi untuk penumpukan modal bagi perusahaan aqua. Lantas, siapa yang harus dipersalahkan? Kebutuhan warga akan air harus dipenuhi. 

Sebagian orang mungkin mengatakan bahwa krisis air menyangkut kekurangan air akibat penduduk yang semakin bertambah. Sebagian berujar bahwa pembagian, pemborosan dan kurangnya penghormatan terhadap air di tengah masyarakat yang materialistis dan konsumeristis. Yang lain akan mengatakan bahwa krisis air berkenaan dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan kepemilikan atasnya – di mana 95% dari kegiatan-kegiatan pelayanan air ini masih dikendalikan oleh sektor publik. 

Berhadapan dengan persoalan tersebut hanya sedikit orang yang menganalisis bahwa keterbatasan Pangan dan air diakibatkan oleh kondisi ekologi terutama keseimbangan ekologi dan makin sempitnya kawasan penyangga di setiap wilayah pulau. Ini diperparah oleh merebaknya global warming dan climate change. Lebih jauh telusuri NTT yang merupakan gugus pulau api (ring of fire) yang sangat kecil. Ini dituntut agar benar memiliki kawasan penyangga yang cukup seimbang.


Dari beberapa uraian di atas tentang krisis air di Sikka, maka beberapa rekomendasi aktifitas penting yang perlu dilakukan adalah:
  1. Adanya monitoring dan evaluasi terhadap kualitas kawasan lindung dan hulu yang ada di kabupaten Sikka, agar diketahui kondisi sesungguhnya
  2. Perlu dilakukan penanaman kembali pada kawasan yang dinilai rusak dan hendaknya ini menjadi gerakan bersama rakyat. Rakyat harus dilibatkan secara penuh dan diberi tanggung jawab. Bahwa rakyat yang sukses menghijaukan dan menjaga wilayahnya perlu diberi apreseasi dan dana stimulans
  3.  
  1. Rakyat Sikka perlu merevitalitasi nilai-nilai lokal yang ada seperti yang pernah dikaji PBH Nusra, bahwa
  • Opi Dun Kare Dunan adalah sistem ruang yang mengalokasikan wilayah-wilayah puncak gunung sebagai daerah jebakan air ataupun untuk kepentingan adat lainnya. Di wilayah ini dilarang dilakukan penebangan dan pengembangan pertanian
  • Opi Dun Kare Taden, bentang alam yang secara fungsional merupakan cadangan lahan garapan untuk mengantisipasi ledakan penduduk dan keterbatasan lahan. Dalam areal ini masih harus perhatikan beberapa fungsi perlindungan yang harus dijaga terutama apa yang disebut dengan :
  • Lian Puan Wair Matan , yakni : Arel disekitar mata air dan sungai.
  • Wua Dua Mahe Moan, yakni : Tempat-tempat pelaksanaan ritus dan perlindungan menhir adat suku .
  • Ai Wa’u watu Narin : Tempat peristrahatan/tempat hiburan. Biasanya berada di antara ruas jalan antara perkampungan dan areal pertanian.
  • Repi goit raen raat, yakni : wilayah yang memiliki kemiringan di atas 60tidak boleh dikelola.
  • Dari beberapa catatan ini, mau dikatakan bahwa Orang Sikka sejak dulu selalu hidup bersama alam dan selalu menjaga alam. Apa bila pemerintah kabupaten sikka mengakomodir nilai-nilai lokal ini maka tentunya penyelamatan lingkungan dapat terwujud hanya saja perlu dipertegas dalam produk hukum (Perda).
  • Nian koben bue tana namang pare, yakni Lahan garapan untuk pertanian. Wilayah yang layak biasanya berada pada areal yang datar, cukup jauh dari daerah mata air dan batangan sungai, tidak dalam kawasan tempat pelaksanaan ritus dan tidak berada pada kemiringan di atas 60.
  1. Perlindungan kawasan-kawasan mata air lokal yang ada di setiap kampung karena ini untuk memenuhi kebutuhan air di kampung tersebut.
  2. Pemkab Sikka juga perlu memberi stimulans bagi masyarakat kawasan hulu agar tetap menjaga kawasan hulu tetap lestari.
  3. Pemerintah perlu menertibkan proses pengambilan air tanah di kota maumere yang dari hari ke hari semakin meningkat, karena ini hanya dimanfaatkan sebagai ladang bisnis yang tidak punya kontribusi bagi pemulihan lingkungan hidup.


Herry Naif,
Mantan Direktur Walhi NTT (2011-2016) dan Sekarang sebagai Koordinator Advokasi, Riset dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada Wahana Tani Mandiri (WTM)


PEMBANGUNAN DIPIMPIN RAKYAT (People-Led Development)

 Oleh: Herry Naif
Rakyat adalah pemegang kedaulatan. Pilihan model pemerintahan dimana saja dan apa pun bentuknya, rakyat adalah subjek.  Semua tujuan pembangunan diarahkan pada pemenuhan hak-hak dasar dalam upaya pencapaian kesejahteraan atau perbaikan kualitas hidup khalayak. Tak ada pemerintahan yang diciptakan untuk mengabaikan hak-hak rakyat. Setirani apa pun model  pemerintahannya, yang dikampanyekan adalah kesejahteraan.  Keterlibatan rakyat mutlak dibutuhan dalam pembangunan serta menjadi modal sosial bagi sebuah negara dalam menuaiakan cita-cita negaranya. Pengabaian rakyat dalam proses pembangunan adalah pengkhianatan demokrasi.

Demokrasi dan Penunaian Hak Rakyat
    Sejak kemerdekaan Indonesia, para pendiri bangsa (Soekarno, Hatta dan kawan-kawannya) memilih demokrasi sebagai pilihan atau model pemerintahan. Hingga hari ini banyak pengalaman yang ditinta-emaskan sebagai sejarah panjang demokrasi Indonesia. Deretan fakta dan pengalaman tentunya mengajak kita untuk memaknai demokrasi dan pembangunan yang sedang dan akan  terjadi di Indonesia terlebih di kampung kita.
    Prinsipnya, demokrasi dapat dipahami sederhana dari asal usul katanya. Demokrasi berasal dari bahasa latin. Demos berarti rakyat dan kratie berarti: pemerintahan.  Itu berarti, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
    Dalam pemahaman itu, dapat dilihat bahwa rakyat menjadi subjek penting dalam mekanisme pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Rakyat menjadi primadona dalam dunia demokrasi dan pembangunan. Rakyat ibarat gadis yang seyogyanya dijaga dan dicintai. Seluruh proses pembangunan dijalankan itu diharusutamakan pada rakyat, entah keterlibatannya sebagai pelaku ataupun tujuan dari pembangunan itu sendiri. Bukanya kelemahan rakyat dimanfaatkan agar memenuhi kepentingan elit dalam menggapai kekuasaan demokrasi, mulai dari tingkat lokal hingga nasional. Rakyat seolah berdaulat secara momental dimana ketika ada gawean demokrasi seperti pilkades, pileg, pilbup, pilgub dan pilpres. Ramai-ramai rakyat dimobilisasi untuk menggunakan hak politiknya.
    Menghadapi itu rakyat kadang terbuai dan lupa diri bahwa ia adalah pemilik kedaulatan. Rakyat seakan terbeli haknya dalam lembar-lembar rupiah yang beredar (money politik). Rakyat pun tanpa kesadaran kritis. Saya pilih itu dapat berapa? Dalam keterpurukan pendapatan ekonomi rakyat mudah menggadekan hak-hak politiknya. Ini seakan telah menjadi budaya politik dan sistem yang terdesign rapih.
    Setelah kekuasaan kekuasaan digapai, bukannya menunaikan janji-janji politis melainkan  dimanfaatkan untuk eksploitasi sumber daya alam demi kejayaan kelompoknya dan rakyat diabaikan. Tak heran bila obral sumber daya alam terjadi. Persekongkololan antara kekuasaan dan pemilik modal mulai menjadi prioritas. Hak rakyat untuk mendapatkan akses dan pelayanan pembangunan malah disepelehkan. Rakyat sekan hanya mendapatkan remah-remah pembangunan.

Mengurai Dasar Gagas People Lead Developmet
    Terlepas dari semua fakta politik dan realitas pembangunan yang ada, WTM sebagai lembaga yang sedang bekerja bersama dengan rakyat di tiga (3) kecamatan,  yakni: Mego, Tanawawo dan Magepanda memiliki gagasan pembangunan dipimpin rakyat (People-Led Development).
    Dalam kondisi ketidakjelasan sistem poltik dan tujuan muara politik, gagasan ini memberi nuansa baru dan dipandang perlu sebagai sebuah pemahaman baru yang mestinya dikembangkan. Gagasan People-Led Development hendaknya dijadikan sebagai semangat bersama. Yakin atau tidak bila ini dianut sebagai roh bersama yang menggerakan semangat perjuangan dan kebersamaan tentunya apa yang diimpikan menjadi kenyataan. Saatnya, rakyat perlu memiliki sebuah pemikiran baru bahwa sumber daya yang ada harus perlahan direbut untuk kepentingan rakyat. Untuk itu, rakyat terutama petani harus dikapasitasi agar mampu mengelola kesemuanya itu.
    Gagasan akan petani peneliti hendaknya dijadikan sebagai ajang bargaining petani, karena di sana petani menciptkan iklim kedaultan benih bagi dirinya. Padahal itu, adalah bagian dari ruang kampus yang hendaknya juga diambil oleh petani. Tentunya, petani punya keahlian yang perlu ditingkatkan. Ruang teliti perlu diberi agar menumbuhkan semangat bagi petani. Bahwa mereka pun memiliki kemampuan yang sama dengan yang lain. Petani dijadikan sebagai subjek. Bukannya objek untuk menanam bibit temuan para pakar dari luar yang tentunya belum diyakini itu cocok dikembangkan di wilayah kita.
    Banyak macam kegiatan yang sedang dikembangkan WTM hendaknya itu menjadi ruang publik yang dimanfaatkan petani dalam memimpin pembangunan. Konservasi tidak bisa kita berharap pada institusi negara yang sedang mengumbar janji akan penanaman seribu pohon yang hingga hari ini tidak ada realitas. Padahal bila dilihat setiap tahun anggaran penghijaun itu ada dan wilayah penghijauan dipetakan.
    Lebih dari itu, produksi dari kebun petani seperti pangan dan beberapa hasil perkebunan komoditi hendaknya menjadi fokus perhatian agar diemban sebagai embrio ekonomi yang dapat dijadikan sebagai ekonomi alternatif. Pengelolaan minyak di beberapa kelompok harus dimaknai sebagai upaya pemenuhan kebutuhan minyak. Kebutuhan minyak harus mulai dipasok dari kelapa yang ada di Sikka.  Pisang yang dijual serampangan melalui (truk jalan darat) dalam memenuhi kebutuhan pasar luar daerah harus dilihat sebagai potensi agar dijadikan sebagai sebuah potensi ekonomi.
    Masih ada begitu banyak produk kebun yang sering terabaikan dari perhatian petani dan berbagai komponen lain. Bila nurani bening kita diwarnai dengan semangat solidaritas dan pengembangan kualitas hidup yang lebih layak tentu itu akan menjadi potensi yang bisa dijadikan sebagai pendapatan.
    Pemerintah Kabupaten Sikka telah menggelar acara tenun ikat dengan menghadirkan seribu penenun dan berhasil merebut rekor muri. Apakah rekor muri hanya menjadi target Pemkab Sikka. Ataukah tenun ikat menjadi home industry (industri rumah tangga) yang perlu didorong dalam memenuhi kebutuhan tekstil di kabupaten Sikka.

Kesimpulan
    Beberapa deretan konsep lepas dan gagasan ini,  sebetulnya kita melihat bahwa petani Sikka memiliki kekayaan yang tak sebanding. Petani dan rakyat Sikka memiliki sumber daya alam dan produksi yang cukup. Hanya saja bagaimana ada upaya untuk memberdayakannnya menjadi kekuatan bersama. Dan semangat ini dapat tumbuh kembang bila rakyat didorong menjadi pemimpin pembangunan.
Untuk menjawabi berbagai permasalahan itu, WTM menjadikan Kader Tani sebagai agent of change agar terlibat dalam berbagai aktifitas program dan berbagai aktifitas lain yang berkontribusi pada perbaikan lingkungan dan kualitas hidup rakyat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki para pihak.
Keterlibatan kader sebagai pengemban usaha tani terpadu, perlindungan lingkungan terutama di kawasan-kawasan genting, advokasi dilakukan untuk mengarusutamakan kepentingan petani dalam kebijakan pemerintah lokal dan daerah serta pengolahan hasil sebagai upaya alternaif dalam menaikan bargaining petani dalam produksi hasil kebun di pasar.
Selain itu, para kader petani pun terlibat dalam kaji banding  terap dan penilitian pemulian tanaman padi menjadi wujud bargaining potition rakyat yang terus ditindas dengan benih-benih hasil rekayasa genetik.
Diyakini bahwa berbagai aktifitas program yang dilakukan WTM – Miserior Jerman yang terberi dalam PEOPLE-LED DEVELOPMET ini memberi nilai positif yang mana akan perlahan menjawabi problem-problem yang ada dan lebih dari itu rakyat sendiri menjadi penyelesai masalah untuk dirinya.



Penulis adalah Koordinator Advokasi dan Riset Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Hasil Wahana Tani Mandiri (WTM) dan Mantan Direktur Walhi NTT (2011-2016)