Bagian (2), Proses Kamis, 24 Agustus 2017
WTM, BURUNG INDONESIA DAN CEPF
LAKUKAN WORKSHOP:
PARADIGMA PERWUJUDAN PENGELOLAAN
KAWASAN EGON ILIMEDO YANG ECO-POPULIS
Setelah sehari para panelis memberikan pokok pikiran sesuai
dengan bidang dan kinerjanya, kegiatan Wokshop dilanjutkan dengan Sidang Komisi
A: Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh Arkadius Deti (Ketua BPD
Hebing) dan Vitalis Nong Veni serta Komisi B: Kebijakan dipimpin oleh Markus
Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks Saragi (Kooordinator Pertanian WTM).
Mengawali sidang Komisi, Yohanes Suban Kleden memberi
kesempatan kepada panitia untuk memberikan Ressume hasil Panel Diskusi yang
dilakukan kegiatan sehari sebelumnya.
Herry Naif (Koordinator Program WTM) mempresentasikan tentang
gagasan pokok dari setiap panelis yang dirangkumnya sebagai substansi bahasan
dari setiap panelis. Herry dalam presentasinya mengutarakan bahwa dari enam
panelis yang hadir dalam kegiatan panel kemarin, kami panitia mencoba
merangkumnya dan mengemukakan beberapa gagasan yang menurut kami ini akan
menjadi hal penting untuk diperdalam
dalam sidang Komisi A dan B.
·
Bisro Sya’Bani (Kementrian
KLHK-Dirjen KSDAE): Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan
Konservasi Berbasis Rakyat. Dalam presentasi itu, beliau mengawali dengan
ucapaan maaf dari Dirjen dari KSDA yang tidak bisa menghadiri pertemuan. Tapi
menurutnya kita harus mengorangkan orang, karena itu saya ditunjuk mewakili
beliau.
Bahwa ada perubahan paradigma dimana
rakyat diberi ruang mengelola dalam kawasan tetapi dalam rambu-rambu yang mana
hutan tetap lestari. Pertama: Pasal 49 PP.108/2015 Tentang Revisi PP.28/2011
tentang Pengelolaan KSA dan KPA (mengatur tentang desa konservasi, akses HHBK,
fasilitasi kemitraan, Izin Jasa Wisata alam) kepada masyarakat; Kedua Permen LHK nomor
P.43/Menlhk/Setjen/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat di sekitar KSA dan KPA
(penjabaran pengaturan desa konservasi, akses HHBK, fasilitasi kemitraan,
pondok wisata dan Izin Jasa Wisata alam).
Ketiga Permenhut No P.64/Menhut-II/2013, tentang Pemanfaatan air dimana
untuk mikro hidro dan mini hidro non komersial diperuntukan untuk masyarakat. Keempat, Permenhut NoP.48/Menhut-II/2010,
Keberpihakan kepada pelaku usaha jasa wisata alam bagi masyarakat setempat. Kelima Permenhut P.85/Menhut-II/2014 jo.Permen
LHK Nomor P.44/Menlhk/Setjen/2017, tentang kerjasama penyelenggaraan KSA dan
KPA -mengatur antara lain peran penguatan fungsi oleh masyarakat dan kemitraan
konservasi. Keenam, Permen
LHK No P.83/2016, tentang Perhutanan Sosial.
Selain itu juga, beberapa bentuk-bentuk Pemberdayaan Masyarakat, pengembangan Desa Konservasi;
pemberian akses; fasilitasi kemitraan; pemberian izin pengusahaan jasa
wisata alam; dan pembangunan
pondok wisata, ungkap Bisroh.
·
Vitalis Nong Veni (Kepala UPT-KPH
Sikka) membawa
materi “Meneropong Upaya-upaya
Penyelamatan dan Apa Peran Kawasan Egon Ilimedo”. Dalam presesntasinya,
dikemukakan, bahwa hutan Egon ilimedo merupakan kawasan terbesar yang meliputi
beberapa kecamatan yakni Waiblama, Waigete, Talibura, Hewokloang dan Mapitara.
Dalam pengawasannya bukan hanya UPT KPH tetapi juga BKSDA. Yang menjadi problem
adalah jalur transportasi yang dibukan melewati kawasan hutan. Dalam peraturan
kementerian itu banyak sekali larangan seperti tidak boleh membawa bahan bakar,
korek api dll. Bulan lalu hutan kita terbakar selua 200-an ha. Kemudian di
wilayah tersebut ada penggalian pasir
dan batu.
Pengawasan kawasan Egon Ilimedo itu
kita perlu bersama-sama bukan hanya kami. Apalagi kapasitas polisi kehutanan
kami sangat kurang, ujar Nong Fendi.
Biasanya yang diambil paling banyak
dari hutan adalah hasil kayu. Banyak kali kami temukan gelondongan kayu dan
balok balok kayu yang tertumpuk tetapi ketika ditanya warga sekitar tidak tahu.
Ini salah satu bentuk kerjasama yang sangat tidak terpuji, ungkap Kepala KPH
Sikka.
·
Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD
Sikka: Potret Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di
Kawasan Egon Ilimedo”. Agus menyampaikan bahwa: Di kawasan Egon Ilimedo
masih banyak jenis flora yang masih banyak seperti “ai wair (tumbuhan bawah)
dan arananan”. Jenis ini ada di suaka margasatwa.
Ada juga mamalia seperti rusa,
landak, monyet dll dalam kajian ini tidak kami temukan. Mungkin karena
keterbatasan personel dan biaya, namun berdasarkan informasi masyarakat masih
ditemukan. lalu ada 7 jenis burung dari 11 famili, ujarnya.
·
Yunida Pollo, Kepala Dinas Lingkungan
Hidup: “Perspektif Penyelamatan Lingkungan Hidup
dan Apa Perannya”. Kita harus memahami bahwa lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga.
Berdasarkan panduan hukum, intervensi kami lakukan, tetapi untuk egon ilimedo
belum terlalu kami intervensi. Kami fokus pada sumber daya air dan iklim mikro
dimana masyarakat merasa nyaman dan tidak terganggu berada di lingkungannya,
ungkap Ibu Kadis.
Selain itu, intervensi kami juga pada
DAS. Ada juga yang kami sebut RTH publik dan beberapa RTH privat. Kami juga
melakukan kajian terhadap setiap usaha kegiatan. Untuk Mapitara belum sempat
kami kaji tetapi belum ada permohonan yang masuk, tetapi ke depan kami akan
mencoba untuk terlibat melalui program-program dari dinas kami, urainya.
·
Rm. Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki
Renya Rosari Hale-Hebing: “Pandangan Gereja
Masa Kini dalam
Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung”
. Beliau
mengawali presentasinya dengan mengutip pernyataan Mahatma Gandi:
“Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan
manusia tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu manusia yang rakus”
Di tahun terakhir ini ada ensilklik
yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik ini paus mengkritik sifat
konsumerisme manusia yang menyebabkan kian rusaknya bumi. Ensiklik Laudato si
merupaka ensiklik kedua.
Paus Fransiskus mengajak supaya kita
melihat ibu bumi kita, sebagai rumah kita. Kalau bumi ini adalah rumah kita
mengapa kita harus merusaknya? sebagai saudari kita perlu juga kita
menmperlakukan bumi seperti ibu kita, kutipnya.
Dalam konteks kita di Egon Ilimedo
adalah perambahan, pembukaan lahan baru dan kebakaran. Ini adalah sebuah
perilaku negatif yang mestinya perlu dilihat dan ditata bagaimana menemukan
sebuah pola pegelolaan yang tepat.
·
Hengky Sali (yang diwakili Markus Dua Lima): Kepala
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sikka: “Memotret Pola Pertanian
Berkelanjutan dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup di Sikka”.
Markus dalam presenasinya
menyampaikann bahwa ada lima bidang di dinas: yakni bidang perkebunan (TUP),
bidang tanaman pangan dan horti, bidang budidaya ternak dan kesehatan
hewan, bidang penyuluhan dan bidang
sarana prasarana pertanian.
Dalam konteks hari ini, Markus
bertanya: Mengapa di satu pulau perlu kawasan hutan? Di situ ada hutan maka ada
tanah. Ada hutan maka mata air. Untuk itu pertahankan kondisi kawasan kita,
jelasnya.
·
Rafael Raga, Ketua DPRD Sikka“Potret Legislasi dalam Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo”. Pertama-tama apreseasi kepada panitia
yang mendorong upaya pengelolaan kawasan Egon Ilimedo yang eco-populis. Pengelolaan yang eco populis berarti
pengelolaan yang pro-rakyat. Dulu kami
selalu melakukan demo karena penetapan tapal batas sebab dianggap mempersempit
ruang kelolah rakyat. Di Nangahale tapal batasnya di pinggir jalan memang.
Saat ini wewenang kehutanan
dilimpahkan ke propinsi. Akan tetapi tanggung jawab menjaga hutan itu adalah
tugas kita semua. Karena fungsi hutan sangat penting untuk kehidupan manusia.
Dalam aturan itu dalam satu pulau harus
mengalokasikan lahan 30 % menjadi hutan. Kita di sikka baru 23,9 %.
Untuk itu kita perlu melakukan perlindungan atau konservasi.
Lebih lanjut Rafael, menegaskan bahwa
konservasi berarti menjaga dan merawat yang ada serta menanamnya lagi. Yang ada
jangan dibongkar untuk ditanam kembali.
Setelah penyampaian ressume, Herry melanjutkan dengan
presentasi hasil Studi Pengelolaan Sumber daya Alam yang dilakukan WTM
menggunakan metode Participatory Rural Appraissal (PRA).
Menurut Herry, bahwa dalam studi ini ada beberapa fakta
lapangan yang ditemukan sebagai kondisi hari ini Gambaran Kawasan Egon Ilimedo.
Studi PRA ini dilakukan di keempat wilayah Program diantaranya: Egon Gahar,
Natakoli, Hebing dan Hale.
Persoalan-persoalan yang muncul ini ditenggarai oleh beberapa
alasan sebagai berikut: Kebakaran padang, Erosi, Penebangan pohon, Tebas bakar,
Ladang berpindah, Banyak lokasi galian C, Debit air menurun, Panas panjang, Banjir
di musim hujan, Angin kencang dan puting beliung, Abrasi tejadi di sepanjang
pesisir pantai selatan dari Natakoli hingga Hale.
Sedangkan beberapa fakta lain, Misalnya dalam kaitan dengan Keterbatasan Air Minum itu terjadi
karena: Kurangnya air Minum Bersih, Lokasi mata air Jauh, Debit mata air
berkurang, Jaringan pipa rusak, Jaringan Belum baik, Petugas belum aktif, Pembukaan
kebun di areal mata air, Pepohonan Kurang, Penghijauan mata air belum dilakukan.
Dalam kacamata Kehutanan, ada
beberapa permasalahan diantaranya: Kerusakan Hutan, Perambahan hutan, Pembakaran
hutan, Kebakaran padang, Masih kurang penghijauan, Kurangnya Lahan garapan, Kesadaran
warga masih rendah, Belum ada aturan terkait lingkungan. Dalam kainta dengan
permasalah peternakan ditemukan
bahwa Hama dan penyakit ternak, Hewan berkeliaran, Belum ada kandang, Kerusakan
lingkungan.
Dalam bidang pertanian dapat dilihat bahwa Pemahaman Teknis Pertanian dan Peternakan
Masih Kurang, Tanah Kurang Subur,
Ternak Berkeliaran, Hama dan Penyakit
Pada Tanaman, Tanaman Mati, Hasil
Panen Berkurang, Topografi Miring, Banjir , Erosi dan Longsor, Angin Kencang, Kearifan Lokal Menurun.
Dari sisi kebijakan,
studi ini menemukan bahwa Belum ada Aturan tentang lingkungan; Kurang ada
sosialisasi tentang Lingkungan, Pelanggaran adat, Pemahaman pemdes tentang
lingkungan masih kurang, Pemahaman BPD tentang lingkungan masih kurang, Kurang
ada pendampingan dari dinas kehutanan.
Menyikapi berbagai permasalahan ini secara program WTM
bersama Pemerintah desa di Hale, Hebing, Natakoli dan Egon Gahar kemudian
membentuk tim Legal Drafting untuk dibuatkan Peraturan Desa. Desa Hebing;
Peraturan Desa tentang Perlindungan Kawasan Mata Air, Desa Hale: Peraturan desa
tentang Penertiban Ternak Pemeliharaan, Desa Egon Gahar, Perdes tentang
Pengelolaan Air Minum, dan Natakoli, Perdes tentang Perlindungan Kawasan Mata
Air. Keempat perdes ini telah didrafting. Perdes Hebing dan Egon Gahar telah
dilakukan Konsultasi Publik dan sekaranng sedang dikonsultasikan di Pemerintah
Kecamatan dan Bagian hukum sedangkan dua perdes lainnya masih menunggu waktu
konsultasi publik di dusun-dusun untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.
Setelah itu peserta dibagi dalam dua komisi yakni: Sidang
Komisi A: Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh Arkadius Deti (Ketua
BPD Hebing) dan Vitalis Nong Veni serta Komisi B: Kebijakan dipimpin oleh
Markus Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks Saragi (Kooordinator Pertanian
WTM).
Penutur Cerita: Herry Naif, Koordinator Program WTM