Selasa, 28 Maret 2017

BERBAGI KASIH DENGAN ALAM

Oleh: Herry Naif
(Koordinator Program WTM-CEPF)

Akselerasi pembangunan berintensi meningkatkan kesejahteraan seolah menjadi  kabar-hibur bagi masyarakat yang tidak terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam. Eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan daya tampung dan daya dukung (carrying capacity) lingkungan berakibat pada kian merosotnya kualitas lingkungan.
Beberapa penyebab kemerosotan kualitas lingkungan di Indonesia, seperti destructive logging, ekspansi industri pertambangan, reklamasi pantai, konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan. Ke-semua-nya diidentifikasi sebagai aktivitas yang terberi dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada nilai-nilai eco-humanis.

Berbeda dengan Kawasan lindung  Egon Ilimedo di wilayah kabupaten Sikka. Kawasan ini merupakan salah satu kawasan hutan terbersar yang memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan Kabupaten Sikka 24,738,43 ha, karena mencakupi tiga kecamatan yakni, Waigete, Mapitara dan Doreng yang telah menjadikan kawasan hutan Egon Ili Medo sebagai susu dan madu bagi hidupnya.
Bagi masyarakat Sikka kawasan ini adalah paru-paru kabupaten Sikka. Pemberian alam seutuhnya dijadikan sebagai hakikat dasar dalam pengelolaan sumber daya alam. Mereka menjadikan alam sebagai pusat hidup mereka (kosmosentris).

Tidak heran bila warga pada empat (4) desa, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing berusaha mempertahankan hidup dan eksistensinya (struggle for life and struggle for existence) di tengah perdebatan akan tapal batas yang berdampak pada ruang kelola mereka. Hutan menjadi sebuah ruang penting bagi kehidupan manusia yang mana memberi nilai keseimbangan ekologi.

Fungsi dan peran kawasan Egon seharusnya memberikan layanan yang baik dan nyaman mulai terganggu. Hal ini disebabkan berbagai aktifitas, seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon. Pada kawasan ini sering terjadi erosi, banjir dan menurunnya debit air di beberapa sumber mata air.  Selain itu, Iklim mikro di wilayah ini pun terganggu. Padahal iklim mikro dibutuhkan untuk memberi kenyamanan  pada manusia dan perkembangan tanaman yang lebih baik pada wilayah yang terbatas,  khususnya kawasan Egon Ilimedo maupun kabupaten Sikka.
Permasalahan utama di kawasan Egon adalah terjadinya perambahan hutan atau pembukaan lahan kebun dalam kawasan hutan dan penebangan pohon (destructive logging).

Dari catatan Dinas Kehutanan Sikka, aktifitas perambahan ini dilakukan hampir setiap saat dan berdampak luas pada rusaknya 280 ha hutan di Kecamatan Mapitara wilayah Egon Ilimedo desa Hale (130 Ha), Egon Gahar 100 Ha, Natakoli (50 Ha) yang menimbulkan debit 8 mata air menurun yaitu mata air, Wair Oridar, Napun Urut (Natakoli), Napun Ewa, rejo gajot (Egon Gahar) Napun Dagar (Hebing), Wair Heni, Wari Boto (Hale). Pada Wilayah desa Hale, Hebing dan Egon Gahar, perambahan sudah mendekati puncak Gunung Egon.

Beberapa gagasan dan permasalahan yang diungkap di atas, Wahana Tani (WTM) dalam kerja samanya dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) melalui Program “Improving Ecosystem Manajemen and Livehoods arround Mt. Egon” yang berkelanjutan di kawasan Egon Ilimedo dan bersama beberapa stakholder di Kabupaen Sikka akan dilakukan Gerakan Penyelamatan Sumber Mata Air. Untuk itu, diselenggarakan Penghijauan di empat (4) titik mata air di Kecamatan Mapitara.

Gerakan penyelamatan Sumber Mata Air dari para pihak (Stakeholder), seperti: (UPT Kesatuan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Tagana, Koramil Bola, Pemerintah Kecamatan Mapitara, empat (4) Pemerintah Desa (Hale, Natakoli, Egon Gahar dan Hebing), OMK Paroki Hebing). Gerakan ini hendaknya mampu menularkan gerakan cinta lingkungan kepada masyarakat Mapitara dan menjadikan konservasi  sumber mata air dan lingkungan sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Sebetulnya kegiatan ini dirayakan pada hari Valentine’s Day pada 14 Februari lalu sesuai dengan tradisi Gerejani yang mana diperingati sebagai hari kasih-sayang antar remaja atau dalam keluarga tetapi momentum tahun ini, WTM bersama para stakeholder dan warga Mapitara menamainya “Green Valentine’s Day”. Kasih sayang warga dan Pemkab Sikka dicurahkan pada kawasan Egon Ilimedo.

Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut diantaranya:  (1) Memotivasi masyarakat Mapitara untuk melihat akan pentingnya konservasi tanah dan air bagi kehidupan masyarakat Mapitara; (2) Membangun kesadaran ekologis akan penyelamatan ekologi kawasan Egon Ilimedo menjadi bagian hidup warga; (3) Meningkatnya partisipasi para pihak dalam upaya penyelamatan ekologi di kawasan Egon Ili Medo; (4) Menjadikan momentum ini sebagai Green Valentine’s Day;
Diharapkan bahwa kegiatan ini memiliki dampak riil bagi warga dan pemerintahan lokal diantaranya: (1) Terbangunnya kesadaran ekologis untuk melestarikan lingkungan hidup; (2) Terkonsolidasinya para pihak yang berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan hidup; (3) Terbangunnya paradigma penyelamatan ekologi kepada para pengambil kebijakan lokal di kecamatan Mapitara; (4) Perubahan paradigma terhadap proses pengurusan lingkungan hidup di tingkat pemerintah desa.
Setelah kegiatan ini akan dilakukan workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan Penyusunan Peraturan Desa (PERDES) pada 4 desa (Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing). Peraturan ini dimaksud mengatur tentang proses dan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan potensi dan analisa resiko yang akan ditimbulkan.

Senin, 27 Maret 2017

MASYARAKAT EGON GAHAR GELAR MUBES HKM

MASYARAKAT EGON GAHAR GELAR MUBES HKM

Maumere KN. Hampir tiga tahun dikeluarkannya Ijin Usaha Pengelolaan (IUP) Hutan Kemasyarakatan (HKm) Mapi Detun Tara Gahar sejak tahun 2014, hingga hari ini belum diimplementasikan di lapangan. Beberapa alasan yang menjadi dasar, diantaranya: Pertama. Konsolidasi para pihak yang belum terlalu kuat dalam pengimplementasian HKm. Kedua, pengorganisasian kelompok HKm yang belum terlalu solid, sehingga tidak berjalan baik di lapangan.
Setelah dilakukan pertemuan di keempat sub kelompok HKm disepakati untuk dilakukan Musyawarah Besar (MUBES) Mapi Detun Tara Gahar sebagai bentuk konsolidasi kelompok dan evaluasi terhadap proses yang lamban dalam implementasi IUP HKm tersebut. Selain itu, dibangun kesepakatan-kesepakatan baru yang menjadi strategi pelaksanaan HKm. Lebih dari itu juga akan dibahas tentang pendistibusian tanah kepada para pemegang IUP HKm.
Musyawarah Besar Anggota Hutan Kemasyarakatan (HKm) Mapi Detun Tara Gahar, desa Egon Gahar, Kecamatan Mapitara, dilakukan di Aula Kantor Desa Egon Gahar, pada hari Sabtu, 25 Maret 2017.
 Kegiatan ini dihadiri oleh Vitalis Nong Veni, (Kepla UPT KPH Kab. Sikka), Herry Siswadi (Kepala Seksi Konservasi, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat UPT KPH Kab. Sikka), Kamtibmas Polsek Bola, Herry Naif (Koordinator WTM-CEPF) dan Yan Vitalis Yulius (Kepdes Egon Gahar)
Vitalis Nong Veni (Kepala UPT- KPH Sikka) mengatakan bahwa kita berbicara tentang hutan berarti untuk hajat hidup orang banyak. Hidup kita sangat bergantung pada hutan, sebab kita menghirup udara yang bersih dan air dari hutan. Akan tetapi hutan kita semakin hari semakin berkurang. Padahal jumlah manusia semakin hari semakin banyak.  Selain hutan, lahan kelolah kita pun semakin kecil dengan adanya perubahan iklim yang besar sehingga mempengaruhi  luas tanah kita, karena volume air laut semakin meningkat. Untuk mengatasi kekurangan lahan ini maka pemerintah memberikan izin kepada masyarakat untuk mengelolah hutan. Saat ini pemerintah sedang mengalokasikan wilayah hutan untuk Perhutanan Sosial dan difasilitasi oleh teman-teman NGO termasuk WTM.
Firmus Piru (Ketua HKM Mapi Detu Tara Gahar) mengemukakan bahwa sejak tahun 2013, kita sudah mendapatkan Ijin Usaha Pemanfaatan HKm, namun sampai saat ini kegiatannya belum berjalan. Sehingga, kita dilihat seperti tidak mampu mengelolah.
Hari ini, kita berkumpul kembali di sini untuk membicarakan bersama untuk membicarakan kepentingan kita bersama. Oleh karena itu, saya harapkan kita berpartisipasi aktif sebab saat ini kita dibantu dan didampingi oleh bapak-bapak dari KPH dan WTM, ujar Firmus.
Sedangkan, Kanit Kamtibmas Polsek Bola) mengulas bahwa hutan ini adalah untuk kepentingan kita bersama karena kalau hutan kita dirusak maka akan berdampak pada kita. Hutan dan air yang terkandung dalam tanah adalah milik negara. Kita masyarakat hanya diberi kesempatan untuk mengelolah.
Oleh karena itu hendaknya kita perlu mengelolah dengan baik. Kita perlu memberi apresiasi kepada pemerintah atau LSM yang memiliki program yang berkaitan dengan hutan. Kita patut bersyukur karena tanah kita sangat subur sehingga kami mengajak dan mengharapkan kepada masyarakat untuk mendukung program pemerintah dalam pengelolaan hutan kita. Mari kita mengelolah dan menjaga hutan kita dengan baik karena itu adalah berkat Tuhan yang diberikan kepada kita. Jangan tebang kayu sembarang karena akan mengganggu keselamatan kita. Jika hutan rusak maka masyarakat di sini akan menerima dampaknya, bukan kami, demikian Imbuhnya.
Herry Naif, Koordinator Program WTM-CEPF, menguraikan bahwa dalam pembangunan harus memperhatikan manusia dan lingkungan yang bernuansa keadilan. Lingkungan itu perlu dikelola dalam pertimbangan keseimbangan ekologi untuk semua makluk hidup. Kita semua adalah subjek.
Bahwa, hari ini kita ramai-ramai kumpul di sini untuk membicarakan proses yang selama ini telah terbangun. Secara hukum, kelompok HKm Mapi Detu Tara Gahar sudah memiliki izin resmi sejak 2013. Seharusnya kita sudah melakukan berbagai hal untuk mengelolah HKM, namun faktanya seperti yang kita alami sekarang. Untuk itu saya berharap proses hari ini akan memberikan beberapa rekomendasi yang berguna untuk kita semua, demi pelaksanaan pengelolaan HKm, tegasnya.
Yan Vitalis Yulius (Kepdes Egon Gahar) dalam sambutannya dan sekaligus membuka acara Mubes HKm. Menurut Yul, HKM sebenarnya sudah empat lima tahun lalu. Akan tetapi mengapa hari ini kita berkumpul kembali karena selama ini pengelolaan kita macet. Kita di Egon Gahar memiliki wilayah yang agak berbeda sebab lokasi HKm sudah dikelolah sebelum diberi IUP, sedangkan kita baru akan mengelolah setelah diberi IUP.
HKm ini memiliki sejarah yang begitu panjang, bahwa di banyak lokasi warga sudah mengelolah di dalam hutan. Sudah banyak hal yang dibicarakan mengenai hutan. Hari ini kita datang di sini untuk kula babong bersama secara kekeluargaan. Untuk itu dengan izin bapak ibu sekalian MUBES ini saya nyatakan dibuka secara resmi, kisahnya.
Setelah acara seremonial pembukaan dilakukan diskusi yang difasilitasi oleh Herry Siswadi (Kasie Konservasi, Perlindungan dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat) dan Yanto Yustinus (Fasilitator Lapangan Egon Gahar – WTM).
Diskusi yang berjalan seru tersebut kemudian merekomendasikan beberapa hal diantaranya: (1). Lokasi Rotan Lok menjadi areal kelola bersama bagi pemanfaat IUP HKm Mapi Detun Tara Gahar (2). Lokasi  HKm Wolon Busur dan Popo Regang, akan didistribusikan kepada semua anggota secara adil;  (3) Waktu dan Pengukuran dan Pembagian Lokasi HKm Wolon Busur dan Popo Regang akan dilakukan pada hari Rabu, 29 Maret 2017 sampai selesai dan wajib dihadiri oleh semua anggota kelompok. (Ryn-KN)

Kamis, 09 Maret 2017

WTM DAN MASSIPAG FILIPINA GELAR WORKSHOP PEOPLE LED DEVELOPMENT

Elisabeth Cruzasa, sedang memfasilitasi kegiatan Workshop
Wahana Tani Mandiri (WTM) dan Massipag Filipina dalam kerja sama dengan Misereor Jerman menyelenggarakan kegiatan Workshop People Led Development In Nusa Tenggara Timur – Indonesia dengan menghadirkan lima (5) lembaga di NTT sebagai Mitra Misereor yakni: Yayasan Tana Nua (YTN) Flores, Yayasan Tana Nua (YTN) Timor, Yayasan Komodo Indonesia Lestari  (Yakines) Manggarai Barat, Yayasan Pengembangan Kemanusian (YPK) Donders Sumba Barat Daya dan Wahana Tani Mandiri (WTM). 

Kegiatan ini dibuka oleh Elisabeth Crusazada (Konsultan Misreor-Filipina).  Peserta kegiatan Workshop 30 orang  itu terdiri dari utusan petani dan staf lembaga dari setiap lembaga mitra. Kegiatan ini dilakukan di Pusat Sekolah Lapangan (Puskolap) Jiro-Jaro, Tana Li, Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka.

Dalam sambutan awal, Elisabeth (Konsultan Misereor) memberi apreseasi kepada WTM yang bersedia menjadi tuan rumah dari kegiatan ini. Selain itu, Bess, juga mengajak para peserta agar selama kegiatan ini yang akan dilakukan selama 4 hari (6-9 Maret) melakukan pertukaran informasi lapangan tentang kegiatan yang diemban selama ini dan itu akan menjadi pembelajaran menarik untuk dilakukan perbaikan dalam berbagai aktifitas ke depan.

Kegiatan ini dihadiri oleh Inge Lempp (Konsultan Misereor untuk wilayah Indonesia Timur) dan yang hadir dari Masipag Filipina diantaranya: Elisabeth Crusada (Konsultan Misereor Filipina), Cris Penerio (Koordinator Nasional Masipag), Clarisa Yesha Ramos (Koordinator Program PPG), Trangguliano Piladobot (Dewan Tani Massipag).

Sedangkan,  Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) mengucapkan terima kasih kepada Misereor yang mempercayakan WTM sebagai penyelenggara kegiatan ini. Dan Terima kasih juga kepada Masipag yang ingin ke Indonesia untuk bersama-sama menyelenggarakan kegiatan dimaksud. Kami berharap dengan penyelenggarakan kegiatan ini, WTM akan semakin membenahi diri menjadi lebih yang akuntable dan transparan bagi publik dan kemudian berdampak positif kepada kader yang sedang dipercaya sebagai agen perubahan di kampung masing-masing.  

Para Peserta sedang mengikuti Hasil Diskusi Kelompok (06/02)
Beberapa tujuan dari kegiatan ini adalah: pertama, sharing pembelajaran antara mitra misereor, kedua, penemuan nilai dan strategi yang hendak dikembangkan mitra.  Ketiga, membangun solidaritas antar lembaga dan wilayah dalam mewujudkan people led development sebagai substansi program yang perlu dicapai. Keempat adalah menjadi momentum untuk mempererat persaudaraan di antara lembaga mitra Misereror, ujar Win.

Pada hari pertama, kegiatan diawali dengan perkenalan dan presentasi awal soal profil aktifitas dari setiap lembaga yang sedang bekerja sama dengan Misereor.  Ada berbagai aktifitas dan isu yang dibicarakan di sana namun hampir semua difokuskan pada tataran pengelolaan pertanian berkelanjutan dengan berbagai problemnya. 

Hari kedua, para peserta dibagi menjadi tiga (3) kelompok untuk melakukan kunjungan lapangan yakni di desa Bhera (kelompok Tani Lowo Lo’o. Di kelompok ini para peserta belajar tentang penelitian kawin silang dan pengelolaan pertanian berkelanjutan dan Sinar Tani Detugau belajar tentang Usaha Bersama Simpan Pinjam dalam kelompok Tani. Sedangkan di desa Dobo Nuapu’u para peserta belajar tentang perkebunan kakao dan bagaimana tentang mengadvokasi pemerintah desa agar kemudian berpihak pada kepentingan petani.


Beatriks Rika, sedang mensharingkan pengalaman kawin silang padi
(06/02/17)
Sedangkan pada hari ketiga, para kader tani Wahana Tani Mandiri juga menghadiri acara tersebut untuk mensharingkan pengalaman mereka dalam mengadvokasi kebijakan di tingkat desa dan teknis pertanian di kelompok-kelompok tani dampingan WTM yang tersebar di kecamatan Mego, Tanawawo dan Magepanda. Pada acara ini, para kader tani WTM penuh semangat dalam mempresentasikan apa yang telah dibuatnya di desa. Kendatipun demikian masih banyak kisah gagal yang harus diperbaiki dalam program-program ke depan agar cita-cita people led development (rakyat adalah pemimpin pembangunan terwujud) di wilayah yang sedang didampingi WTM. 

Rabu, 08 Maret 2017

WARGA MAPITARA: RAYAKAN “GREEN VALENTINE’S DAY

Oleh: Herry Naif
(Koordinator Program WTM-CEPF)

Akselerasi pembangunan berintensi meningkatkan kesejahteraan seolah menjadi  kabar-hibur bagi masyarakat yang tidak terhindarkan dari penggunaan sumberdaya alam. Eksploitasi sumberdaya alam yang tidak mengindahkan kemampuan daya tampung dan daya dukung (carrying capacity) lingkungan berakibat pada kian merosotnya kualitas lingkungan.
Beberapa penyebab kemerosotan kualitas lingkungan di Indonesia, seperti destructive logging, ekspansi industri pertambangan, reklamasi pantai, konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan. Ke-semua-nya diidentifikasi sebagai aktivitas yang terberi dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada nilai-nilai eco-humanis.
Berbeda dengan Kawasan lindung  Egon Ilimedo di wilayah kabupaten Sikka. Kawasan ini merupakan salah satu kawasan hutan terbersar yang memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan Kabupaten Sikka 24,738,43 ha, karena mencakupi tiga kecamatan yakni, Waigete, Mapitara dan Doreng yang telah menjadikan kawasan hutan Egon Ili Medo sebagai susu dan madu bagi hidupnya.
Bagi masyarakat Sikka kawasan ini adalah paru-paru kabupaten Sikka. Pemberian alam seutuhnya dijadikan sebagai hakikat dasar dalam pengelolaan sumber daya alam. Mereka menjadikan alam sebagai pusat hidup mereka (kosmosentris).
Tidak heran bila warga pada empat (4) desa, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing berusaha mempertahankan hidup dan eksistensinya (struggle for life and struggle for existence) di tengah perdebatan akan tapal batas yang berdampak pada ruang kelola mereka. Hutan menjadi sebuah ruang penting bagi kehidupan manusia yang mana memberi nilai keseimbangan ekologi.
Kawasan Egon Ilimedo, Kab. Sikka
Fungsi dan peran kawasan Egon seharusnya memberikan layanan yang baik dan nyaman mulai terganggu. Hal ini disebabkan berbagai aktifitas, seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon. Pada kawasan ini sering terjadi erosi, banjir dan menurunnya debit air di beberapa sumber mata air.  Selain itu, Iklim mikro di wilayah ini pun terganggu. Padahal iklim mikro dibutuhkan untuk memberi kenyamanan  pada manusia dan perkembangan tanaman yang lebih baik pada wilayah yang terbatas,  khususnya kawasan Egon Ilimedo maupun kabupaten Sikka.
Permasalahan utama di kawasan Egon adalah terjadinya perambahan hutan atau pembukaan lahan kebun dalam kawasan hutan dan penebangan pohon (destructive logging).
Dari catatan Dinas Kehutanan Sikka, aktifitas perambahan ini dilakukan hampir setiap saat dan berdampak luas pada rusaknya 280 ha hutan di Kecamatan Mapitara wilayah Egon Ilimedo desa Hale (130 Ha), Egon Gahar 100 Ha, Natakoli (50 Ha) yang menimbulkan debit 8 mata air menurun yaitu mata air, Wair Oridar, Napun Urut (Natakoli), Napun Ewa, rejo gajot (Egon Gahar) Napun Dagar (Hebing), Wair Heni, Wari Boto (Hale). Pada Wilayah desa Hale, Hebing dan Egon Gahar, perambahan sudah mendekati puncak Gunung Egon.
Beberapa gagasan dan permasalahan yang diungkap di atas, Wahana Tani (WTM) dalam kerja samanya dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) melalui Program “Improving Ecosystem Manajemen and Livehoods arround Mt. Egon” yang berkelanjutan di kawasan Egon Ilimedo dan bersama beberapa stakholder di Kabupaen Sikka akan dilakukan Gerakan Penyelamatan Sumber Mata Air. Untuk itu, diselenggarakan Penghijauan di empat (4) titik mata air di Kecamatan Mapitara.
Gerakan penyelamatan Sumber Mata Air dari para pihak (Stakeholder), seperti: (UPT Kesatuan Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup, Tagana, Koramil Bola, Pemerintah Kecamatan Mapitara, empat (4) Pemerintah Desa (Hale, Natakoli, Egon Gahar dan Hebing), OMK Paroki Hebing). Gerakan ini hendaknya mampu menularkan gerakan cinta lingkungan kepada masyarakat Mapitara dan menjadikan konservasi  sumber mata air dan lingkungan sebagai bagian dari kehidupan mereka.
Ibu-ibu di Umatawu pun terlibat dalam penanaman pohon (22/02/17)
Sebetulnya kegiatan ini dirayakan pada hari Valentine’s Day pada 14 Februari lalu sesuai dengan tradisi Gerejani yang mana diperingati sebagai hari kasih-sayang antar remaja atau dalam keluarga tetapi momentum tahun ini, WTM bersama para stakeholder dan warga Mapitara menamainya “Green Valentine’s Day”. Kasih sayang warga dan Pemkab Sikka dicurahkan pada kawasan Egon Ilimedo.
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan tersebut diantaranya:  (1) Memotivasi masyarakat Mapitara untuk melihat akan pentingnya konservasi tanah dan air bagi kehidupan masyarakat Mapitara; (2) Membangun kesadaran ekologis akan penyelamatan ekologi kawasan Egon Ilimedo menjadi bagian hidup warga; (3) Meningkatnya partisipasi para pihak dalam upaya penyelamatan ekologi di kawasan Egon Ili Medo; (4) Menjadikan momentum ini sebagai Green Valentine’s Day;
Diharapkan bahwa kegiatan ini memiliki dampak riil bagi warga dan pemerintahan lokal diantaranya: (1) Terbangunnya kesadaran ekologis untuk melestarikan lingkungan hidup; (2) Terkonsolidasinya para pihak yang berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan hidup; (3) Terbangunnya paradigma penyelamatan ekologi kepada para pengambil kebijakan lokal di kecamatan Mapitara; (4) Perubahan paradigma terhadap proses pengurusan lingkungan hidup di tingkat pemerintah desa.

Setelah kegiatan ini akan dilakukan workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan Penyusunan Peraturan Desa (PERDES) pada 4 desa (Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing). Peraturan ini dimaksud mengatur tentang proses dan pengelolaan sumber daya alam berdasarkan potensi dan analisa resiko yang akan ditimbulkan.