Sabtu, 04 November 2017

PELUANG DAN TANTANGAN PENGELOLAAN KAWASAN EGON ILIMEDO

PELUANG DAN TANTANGAN:
PENGELOLAAN  KAWASAN EGON ILIMEDO


Tim Program:
 Carolus Winfridus Keupung (Direktur) Herry Naif (Koordinator Program), Alexander Saragih (Koord. Bidang Pertanian), Wihelmus Woda (Koordinator Advokasi) Marianus mayolis, Moes Mulyadi, Yustinus Yanto (Fasilitator Lapangan), Ernesita D. Hariona (Finance)

Paradigma Perwujudan Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo yang Eco- Populis
Pelataran Paroki Renya Rosari Hebinng
23-24 Agustus 2017

Wahana Tani Mandiri (WTM)
Perkumpulan Burung Indonesia
Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF)
Daftar Isi

Catatan Editor 
Suara Direktur   

BAB 1. STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 
1.1. Teropong Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam 
1.2. Tujuan Penelitian  
1.3. Sistematika dan Metode Penelitian 
                       a.              Proses Penelitian  
                       b.              Metode Penelitian 
1.4. Pastisipan Penelitian 
1.5. Rekomendasi dari Hasil Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam  

BAB 2. BUTIR-BUTIR PEMIKIRAN WORKSHOP  
2.1. Potret Pembukaan Kegiatan Workshop 
2.2. Dari Para Panelis    
2.3. Resume Penelitian PSDA WTM  
2.4. Point-Point Sidang Komisi A dan B

Bab 3. HASIL DAN REKOMENDASI WORKSHOP 

LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran A. Kerangka acuan
Lampiran B. Susunan Acara
Lampiran B. Daftar peserta
Lampiran C. Foto dokumentasi
Tentang Program WTM-Burung Indonesia dan CEPF



CATATAN EDITOR

Beberapa dekade ini, permasalahan lingkungan menjadi topik aktual-menarik yang dibicarakan banyak pihak. Ada berbagai persepsi muncul, baik positif maupun negatif sesuai dengan titik-tolak pendasaran mereka.
Tiga kelompok yang teridentifkasi sesuai dengan dasar persepsinya terhadap pengelolaan sumber daya alam. Pertama, Sekelompok orang melihat bahwa dampak buruk dari kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perilaku yang binal dalam meraup keuntungan ekonomi dalam menumpuk kekayaan. Mereka tidak peduli dengan kerusakan yang penting prinsipnya pengelolaan itu bermanfaat bagi diri dan kelompoknya (eco-developmentalis). Kedua, Sekelompok orang melihat bahwa pengelolaan harus diatur sesuai dengan asas perimbangan baik bagi manusia maupun alam. Ketiga, alam dipandang sebagai sesuatu yang sakral, artinya bahwa manusia tidak bisa seenaknya memanfaatkan alam dengan alasan konservasi (eco-fasis).
Wahana Tani Mandiri (WTM) sebuah lembaga sosial yang sejak keberdiriannya tahun 1996,  mengkonsolidasi petani dalam advokasi tenis pertanian berkelanjutan yang tentunya memiliki korelasi dengan penyelamatan lingkungan hidup.
Diyakini, bahwa pengelolaan sumber daya alam yang eco-hominis tentunya para petani akan kehilangan daya dukung dan daya tampung lingkungan mendungkung usaha-usaha produktif melalui pengelolaan pertanian.
Berasas pada pemikiran ini, WTM dalam kerja samanya dengan Perkumpulan Burung Indonesia dan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) menggagas Program “Improving Ecosystem and Livehoods around Egon Mountion – Indonesia”. Gagasan fundamen program ini adalah bagaimana menjadikan alam sebagai layanan bagi petani dan warga di sekitar kawasan Egon Ilimedo.
Sebagai langka awal, dilakukan Kajian Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dengan menggunakan metode Participatory Rural Appraissal (PRA) yang mana di dalamnya termaktub 4 alat bantu, yakni diagram ven (analisa aktor), kelender musim, transek dan pemetaan.
Kajian ini dilakukan oleh 14 Kader Tani dan Tim WTM, yang mana para partisipan projek (Kelompok Tani) menjadi kelompok masyarakat yang dilibatkan dalam studi tersebut. Hasil kajian ini kemudian dipresentasikan kepada publik (warga desa) dan Pemerintah desa agar mendapatkan masukan untuk proses penyempurnaan. Presentasi yang dilakukan Tim Peneliti di empat desa itu menghasilkan Profil ekologi di keempat desa yakni Egon Gahar, Hale, Hebing dan Natakoli.
Sedangkan penyelenggaraan Workshop “Perwujudan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Eco-Populis” dirancang untuk melibatkan para pihak yang memiliki kewenangan dalam pengurusan penyelamatan kawasan Egon Ilimedo.

Peta Areal Kawasan HKm di Kwawasan Egon Ilimedo
Tentunya orang bertanya “Mengapa kawasan Egon Ilimedo menjadi pilihan program?”. Sebab, kawasan lindung Egon Ilimedo merupakan kawasan hutan terluas di Kabupaten Sikka, yakni seluas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan kabupaten Sikka 24,738,43 ha. Kawasan ini mencakupi beberapa kecamatan, yakni: Waigete, Mapitara, Doreng, Talibura, Waiblama, Bola, dan Hewokloang.
Itu berarti kawasan ini adalah paru-paru bagi kabupaten Sikka. Fungsi dan peran kawasan hutan Egon Ilimedo sebagai ruang penting bagi kehidupan masyarakat sekitar kawasan yang mana memberi nilai keseimbangan ekologi mulai terganggu.
Hal ini disebabkan berbagai perilaku negatif, seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon.
Secara umum, ditemukan bahwa penyebab kemerosotan kualitas lingkungan, seperti adanya destructive logging, persoalan pal batas yang belum tuntas, kesadaran ekologis masih rendah dan masyarakat di kawasan sebagai objek, sebelum adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan.
Berbagai hasil temuan fakta dan analisis itu dinarasikan Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo yang Eco-Populis. Narasi ini ditulis berbagai fakta dan proses selama dilakukan advokasi penyelamatan kawasan Egon Ilimedo.

Herry Naif
(Koordinator Program WTM-CEPF )




Suara Direktur WTM:

Yang kami hormati Wakil Bupati Sikka;
Yang kami hormati  Camat Mapitara;
Yang kami hormati Bapak-Ibu Panelis;
Yang kami hormati tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama,
Yang kami hormati Pimpinan Kelompok Tani serta Mitra kerja;
Yang kami banggakan kawan-kawan Sahabat Petani di Seputaran Kawasan Egon Ilimedo serta seluruh masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup;
Singkatnya, sama saudara pencinta penyelamatan kawasan Egon Ilimedo yang kami muliakan,

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam Sejahtera untuk Kita Semua,
Pertama-tama, saya mengajak bapak, ibu dan saudara-saudara sekalian untuk memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan anugerah-Nya, perjuangan akan perlindungan ekologi di Nian Tana Sikka terus diemban sebagai wujud kesadaran kritis dalam mempertahankan eksistensi nian tana Sikka yang lestari. Hari ini kita menyelenggarakan workshop pengelolaan sumber daya alam yang eco-populis.
Atas nama keluarga besar Wahana Tani Mandiri (WTM) menyampaikan apreseasi dan terima kasih atas kehadiran kita semua.
Bahwa masih buruknya pengelolaan sumber daya alam di nian tana Sikka yang dilakukan dengan tindakan koruptif-manipulatif, dan perhatian pemerintah atasi persoalan lingkungan hidup masih sangat lemah terutama pada pemulihan daerah-daerah krisis ekologi.
De facto, wilayah Kawasan Egon Ilimedo yang dipermasalahkan tentang pal batas 1932 dan 1984 namun kini sedang dikuasai masyarakat setempat. Secara yuridis, belum ada produk hukum yang memberi kekuatan bagi masyarakat dan malah masih memarginalisasikan rakyat.
Berbagai forum multi pihak diciptakan untuk mencari dan menemukan solusi alternatif. Pada tataran ini, negara dinilai belum jujur mengakui keberadaan masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam. Atau, negara belum secara jelas menyatakan keberpihakannya pada rakyat. Ini didukung produk-produk hukum yang dinilainya tidak berpihak pada kaum marginal terutama masyarakat adat, seperti Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN), dll.
Bila ditelusuri, peraturan perundang-perundangan secara detail dan dikritisir ternyata mencerminkan pengabaian negara atas hak-hak masyarakat tradisional yang hidup di sekitar kawasan hutan berabad-abad lamanya. Kini, mereka menjadi terasing di dalam hutannya sendiri. Pada gilirannya mereka terpaksa divonis perambah hutan yang melanggar hukum, padahal itu hanya sekedar untuk mempertahankan hidupnya.
Atas pertimbangan itu, masyarakat adat telah berjuang mempertahankan hak ulayat mereka dan hak-hak lainnya demi menjamin pemenuhan hak-hak dasarnya. Apa pun argumentasinya, negara mestinya mengambil suatu kebijakan yang berpihak pada kaum marginal, bukan mengabaikan hak mereka. Apalagi ditambah dengan persoalan menyempitnya lahan pertanian. Mereka bertindak tanpa mempedulikan apa pun resikonya. Atau kompetisi ekonomi-kapitalistik semakin menjebloskan kelompok marginal dalam jurang kemiskinan.
Konflik antar masyarakat dalam mempersengketakan hak ulayat (horisontal), atau mempersengketakan tanah (hutan) dengan negara (konflik Vertikal) tidak gampang dibendung. Bila tidak konflik-konflik itu terus mencedarai demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), lingkungan hidup yang berimplikasi pada persoalan ekonomi, pendidikan, kesehatan, budaya dan politik. Atau ringkasnya, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat tidak tercapai.
Di sisi lain, sistem perpolitikan Indonesia umumnya dan wilayah Nusa Tenggara Timur pada khususnya yang pro-modal dan kekuasaan telah menjerumuskan masyarakat marginal dalam keterpurukan sosial. Secara faktual dapat ditunjukkan dengan produk-produk hukum yang tidak partisipatif. Padahal, partisipasi publik dalam legal drafting telah dilegetimasi dalam Undang-Udang No. 10 Tahun 2004 terutama pasal 53 yang menyatakan bahwa “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah.
Produk ini hanyalah sandiwara politik, dimana harus menembus tembok kekuasaan yang diatur dalam suatu mekanisme yang sistematis, demi mempertahankan kekuasaan (status quo). Lebih aneh lagi, yang dilabelkan sebagai representasi rakyat (DPRD) pun menolak dengan argumentasi politis yang dikonstruksikannya, meskipun terkesan argumentasinya sangat subyektif dan tidak demokratis. Di Kabupaten Sikka, Perda Partisipasi Publik yang dibuat atas inisiatif rakyat dalam upaya mewujudkan partisipasi publik (rakyat Sikka) ditolak. Atau persoalan lain, para pejabat yang berlabelkan pemimpin rakyat kemudian bergeser menjadi otoritarian, totaliter dan premanistis. Lebih parah lagi, penguasa seakan melegitimasikan tindakan Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan Koncoisme (KKNK).
Kondisi riil inilah yang mendorong pelbagai tokoh dan aktivis pro-rakyat serta lembaga-lembaga sosial lainnya berjuang melawan ketidakadilan akses Pengelolaan Sumber Daya Alam. Selama duapuluh tahun WTM terus diuji sebagai salah lembaga sosial yang terus mengkonsilidasi masyarakat petani agar tidak terus terbenam dalam kebungkaman yang hanya akan menjadi bumerang dalam mendukung praktek-praktek hoministis yang membawa pemiskinan/penindasan yang terurai dalam pelanggaran atas hak ekonomi, sosial, budaya (EKOSOB) bagi masyarakat Nusa Tenggara. Padahal, konvenan tersebut merupakan tanggung jawab negara Indonesia (Memenuhi, Melindungi, Menghormati serta Memajukan) yang telah diratifikasi dengan Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Karena itu, sebagai peringatan Hari Ulang Tanun ke-72 RI, kami mengetengahkan tulisan Peluang dan Tantangan Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo” sebagai sebuah refleksi atas pergulatan rakyat dalam menentukan pilihan akan pengelolaan sumber daya alam yang bernuansa keberlanjutan bagi generasinya (eco humanis).
Beberapa kajian sederhana dilakukan WTM sebagai potret buram akan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang diakesentuasikan pada pertimbangan jaminan ekonomi yang adil dan jaminan ekologi yang berkelanjuan bagi generasi pewaris. Kini faktanya yang dituai adalah berbagai problem kemerosotan lingkungan yang membawa bencana ekologi.

Maumere, 23 Agustus 2017
Hormat Kami


Carolus Winfridus Keupung
Direktur




BAB 1.
STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

1.1.            Teropong Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam
Sebagai upaya penyelamatan kawasan Egon Ilimedo terutama di desa Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli, Wahana Tani Mandiri (WTM)[1] dalam kerja samanya dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF)[2] dalam program “Improving Ecosystem Managemen and Livehoods Around  Mt. Egon Ilimedo – Indonesia”, dilakukan Studi pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) untuk menghasilkan Potret Ekologi Desa Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli[3]. Potret ekologi ini sebagai dasar pengetahuan riil tentang kondisi wilayah desa dampingan (Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli).
Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) yang dilakukan ini menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), yang termaktub dalam 4 (empat) alat bantu, yakni: Pemetaan, Transek, Kelender Musim dan Diagram Venn. Metode PRA menjadi salah satu teknik yang digunakan dalam metode pekerjaan sosial pengembangan masyarakat. Metode ini digunakan untuk merumuskan rencana kerja pembangunan dalam menjawabi permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah dampingan. Metode ini juga mendorong partisipasi masyarakat dalam keseluruhan kegiatan pembangunan sejak perencanaan hingga evaluasi dan monitoring.
Tujuan asasi penelitian ini adalah menjadikan anggota masyarakat sebagai peneliti, perencana dan pelaksana program pembangunan. Masyarakat bukan hanya sekedar obyek pembangunan. Paradigmanya adalah pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centry development).
Sebelum dilakukan kegiatan penelitian tersebut, WTM menyelenggarakan Pelatihan Penelitian dengan metode PRA kepada para kader dan Fasilitator lapangan yang akan menjadi tim peneliti, agar mereka mampu menggunakan metode ini sebagai alat bantu dalam menemukan fakta-fakta lapangan yang sering terjadi.

1.2.            Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA),  adalah:
·         Meningkatkan kapasitas petani/kader tani WTM di wilayah Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli agar mampu memimpin dan memfasilitasi berbagai kegiatan Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan metode PRA;
·         Meningkatkan sumber daya para petani desa Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli secara khusus bagi kader tani dalam pengelolaan usaha tani yang berkelanjutan di wilayah masing-masing;
·         Mendorong keterlibatan publik dalam pembangunan di desa Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring kegiatan;
·         Mendorong advokasi kebijakan di tingkat pemerintah lokal yang berpihak pada petani;

1.3.            Sistematika dan Metode Penelitian
1.         Proses Penelitian
Beberapa aktifitas yang dilakukan sebagai rangkaian penelitian itu,  yakni:
·         Pembentukan Tim Peneliti/Pengkaji
·         Penentuan waktu Penelitian/Pengkajian
·         Rapat Koordinasi dengan kelompok tani untuk mengechek persiapan dari semua tim;
·         Kajian/Penelitian Lapangan di Kelompok tani dampingan;
·         Presentasi Hasil kajian/Penelitian Lapangan
·         Analisa Hasil Kajian Tim Peneliti
·          Pembuatan Profil Ekologi Desa Hebing, Egon Gahar, Hale dan Natakoli.

2.         Metode Penelitian
Dalam Penelitian Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) yang dilakukan Tim Peneliti desa Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli menggunakan metode Participatory Rural Apraissal (PRA).
Beberapa alasan mengapa metode ini digunakan dalam penelitian ini, diantaranya:
·         Metode ini dipilih tim peneliti karena metode ini menjadi salah satu teknik untuk digunakan dalam pekerjaan sosial pengembangan Masyarakat. Teknik ini sering digunakan oleh orang-orang yang bekerja dengan masyarakat untuk merumuskan rencana kerja pembangunan dalam wilayah teritorial masyarakat tersebut.
·         Metode ini sebagai suatu metode pendekatan dalam proses pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat, yang tekanannya pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan pembangunan.
·         Metode tersebut juga dipandang telah memiliki teknis-teknis yang dijabarkan cukup operasioanal dengan konsep bahwa keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh kegiatan.
Pendekatan PRA bercita-cita menjadikan masyarakat sebagai peneliti, perencana dan pelaksana pembangunan. Tekanan penelitiannya adalah validitas data yang diperoleh dan solusi praksis (rekomendasi) untuk pengembangan program dalam menjawabi permasalahan-permasalahan di wilayah Program.
1.4.            Partisipan Studi PSDA
Di sini juga coba digambarkan tentang partisipasi rakyat dalam kegiatan tersebut. Kemudian dibuat analisa partisipasi rakyat dalam kegiatan studi pengelolaan sumber daya alam, sesuai dengan wilayah/teritori desa:
·         Egon Gahar, Petani dampingan 105, namun yang terlibat 78 orang;
·         Hebing, Petani dampingan 120, yang terlibat dalam Studi PSDA, 89 orang
·         Hale, Petani dampingan 131, yang terlibat dalam Studi PSDA, 84
·         Natakoli, Petani dampingan 115, yang terlibat dalam studi PSDA 71
Secara detail bisa dibaca pada grafik partisipasi warga dalam kegiatan studi pengelolaan sumber daya alam. Lihat. Grafik 1. Partisipasi Anggota dalam Kegiatan Studi PSDA.
Grafik 1. Partisipasi Anggota dalam Kegiatan Studi PSDA
                        Sumber: Dok. Analisis WTM

Dengan gambaran grafik ini dapat dilihat, bahwa jumlah petani dampingan yang paling banyak terdapat di wilayah desa Hale (131) orang dan yang paling sedikit itu ada di wilayah desa Egon Gahar. Sedangkan partisipan studi pengelolaan Sumber daya alam yang paling tinggi adalah di wilayah Egon Gahar, yakni mencapai 74, 28%. Sedangkan yang paling rendah adalah wilayah desa Natakoli (61,73%).

1.5.            Analisa dan Rekomendasi Kajian Pengelolaan Sumber Daya Alam
Dari presentasi hasil kajian tersebut kemudian dibuat analisa sesuai dengan topik permasalahan dan diperdalamnya dengan melihat sebab-musabab dari kejadian tersebut.
Bahwa, hampir di seluruh wilayah kecamatan Mapitara sering terjadi kebakaran padang di musim kemarau, erosi di musim hujan, penebangan pohon, tebas bakar, ladang berpindah, banyaknya lokasi galian C, menurunya debit mata air di musim kemarau, panas panjang, banjir di musim hujan.
Persoalan-persoalan yang muncul ini ditenggarai beberapa alasan sebagai berikut:
·         Kebakaran Padang
Kebakaran padang disebabkan oleh warga yang dengan sengaja melakukan pembakaran dengan beberapa alasan diantaranya, untuk kebutuhan pakan ternak. Dengan membakar rumput yang sudah kering maka akan tumbuh lagi tunas rumput yang baru untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak, sebab ketersediaan pakan ternaknya sangat kurang. Apalagi sistem pemeliharaannya masih tergolong sangat tradisional.
Selain itu, pembakaran padang ini pun dilakukan warga yang ingin membuat jalan setapak baru untuk sekedar dilewati ketika hendak ke kebun atau memancing. Hal ini memberi isyarat bahwa warga setempat belum memiliki pemahaman yang baik tentang pengelolaan lingkungan atau dapat diidentifikasi sebagai kesadaran ekologis warga masing sangat rendah.
·         Erosi
Erosi dimusim hujan ini terjadi karena banyak kebun warga yang belum memiliki terasering. Ada sebagian warga yang sudah memiliki terasering tetapi masih dengan sistem terasering yang dibuat secara sederhana, sehingga pada saat musim hujan terasering tersebut tidak mampu menahan aliran air hujan karena topografinya yang miring.
Selain itu di kebun warga pun jarang ditanami pohon, baik itu di pinggir kebun maupun di pinggiran atas ataupun pinggr bawah. Hal ini disebabkan minimnya pemahaman teknis pola pertanian yang baik.  Para petani belum didampingi tenaga lapangan di bidang pertanian (PPL) maupun instansi lainnya yang memiliki fungsi dan tugas yang sama.
·         Penebangan pohon
Penebangan pohon dilakukan warga untuk memenuhi kebutuhan kayu bangunan dan kayu api, serta penebangan pohon pun dilakukan ketika membuka kebun baru.
Bila ditelusuri lebih jauh, penebangan pohon dilakukan sebab ada sebuah jaringan dagang kayu (mafia logging) dengan pihak luar di kota Maumere. Faktor inilah yang kemudian menyulitkan banyak pihak untuk mengadili para pelaku ilegal logging tersebut.
·         Tebas bakar
Kebiasaan tebas bakar yang dilakukan pada saat membuka kebun baru merupakan tanda bahwa kesadaran masyarakat mengenai pengelolaan lingkungan masih sangat kurang. Bahwa pola pertanian sistem gilir balik sudah tidak kontekstual dengan perkembangan pemukiman dan jumlah penduduk yang menyebabkan sempitnya lahan pertanian.
Tidak heran bila kemudian wilayah-wilayah kawasan pun dirambah dengan alasan pembukaan kebun petani.
·         Pertanian Ladang berpindah/gilir balik
Anggapan bahwa lahan kelola di wilayahnya masih luas membuat warga sering membuka ladang, atau berkebun secara berpindah-pindah. Penyebab lainnya adalah kurangnya hasil panen yang diperoleh di kebun garapan warga. Malah dipengaruhi oleh kurangnya pasokan unsur hara yang memberi kesuburan tanah.
Alasan perpindahan kebun adalah untuk mendapatkan kesuburan tanaman yang mana akan memberi hasil yang banyak bagi petani.
·         Galian C
Galian C dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan pembangunan pemukiman warga dan fasilitas publik di wilayah kecamatan Mapitara. Pengambilan material pasir, batu dan kerikil yang tidak disertai dengan Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) tentunya berdampak pada kerusakan lingkungan dan kerusakan DAS pada umumnya.
·         Debit air menurun
Kecenderungan menebang pohon di daerah tangkapan air serta hutan di sekitar desa Hebing, Hale, Natakoli dan Egon Gahar. Ini disebabkan di wilayah ini belum memiliki tata ruang wilayah yang komprehensif. Lebih dari itu, kurang adanya aktifitas penanaman kembali pada kawasan tersebut sehingga bisa menjadi alasan mengapa menurunya debit air di wilayah desa Hebing.
Prinsipnya kerusakan daerah tangkapan air (water schatchman area) akan mengurungi daya tampung air pada sumber mata air yang ada.
·         Panas Panjang
Secara global pergeseran musim dilihat sebagai dampak dari perubahan iklim (climate change). Peristiwa panas panjang yang melanda warga disebut sebagai akibat dari pengrusakan lingkungan secara besar-besaran sehingga menyebabkan pergeseran musim. 
Selain itu, masyarakat desa Hebing, Hale, Natakoli dan Egon Gahar melihatnya sebagai akibat dari pelanggaran adat yang dilakukan oleh warga setempat di tempat-tempat yang dikeramatkan oleh warga setempat seperti hutan larangan dan tempat-tempat keramat lainnya.
·         Banjir di Musim Hujan
Banjir menjadi fakta riil yang dihadapi setiap tahun pada beberapa daerah aliran sungai. Pada tahun 2016, banjir telah menelan 1 korban. Itu berarti bahwa dari waktu ke waktu banjir menjadi menakutkan seiring dengan kerusakan kawasan hulu.
Selain itu, aliran air atau banjir yang sering terjadi di musim hujan merusak badan jalan dan menggenangi rumah warga adalah akibat belum adanya drainase atau saluran got. Atau disebabkan drainase yang tersumbat oleh sampah masyarakat yang dibuang sembarang.
·       Abrasi
Abrasi di sepanjang pesisir pantai Selatan merupakan sebuah permasalahan yang dialami wilayah-wilayah pesisir. Abrasi ini dapat terjadi karena kerusakan lingkungan di pesisir.
Berbagai permasalahan yang ditemukan dalam kajian  sumber daya alam ini kemudian diidentifikasi dalam beberapa permasalahan utama, diantaranya:
A.     Keterbatasan Air Minum
Air minum adalah sebuah kebutuhan pokok manusia. Pemenuhan hak atas air dilihatnya sebagai hak dasar yang harus mejadi tanggung jawab negara.
Dari kajian permasalahan air minum ditemukan beberapa permasalahan mendasar  yang dikemukakan saat presentasi desa Hasil Studi Pengelolaan Sumber daya alam di desa Hebing, Hale, Natakoli dan Egon Gahar yang mengakibatkan keterbatasan air minum, diantaranya:
·         Kurangnya air minum
·         Lokasi mata air jauh
·         Debit Mata air berkurang
·         Jaringan pipa rusak
·         Jaringan belum baik
·         Petugas belum aktif
·         Pembukaan Kebun di Areal Mata air
·         Pepohonan Kurang
·         Penghijauan mata air belum dilakukan
B.      Permasalahan Kehutanan
·         Kerusakan hutan
·         Perambahan hutan
·         Pembakaran hutan
·         Kebakaran padang
·         Belum ada penghijauan
·         Kurangnya lahan garapan
·         Kesadaran warga masih rendah
·         Belum ada aturan terkait lingkungan
C.      Tanah
·         Tanah kurang subur
·         Erosi
·         Tebas Bakar
·         Ladang berpindah
·         Buka kebun baru
·         Belum ada teras sering
·         Topografi miring
·         Pemahaman teraserinng tidak ada
·         Belum ada pendampingan teknis
·         Galian C
·         Longsor
D.     Pertanian
·           Tanaman rusak
·           Tanah kurang subur
·           Tanaman kurang terawat
·           Hama dan penyakit tanaman
·           Petani kurang fokus
·           Petani rangkap kerja
·           Perencanaan kerja tidak ada
·           Pendampingan teknis belum ada
·           Kesadaran warga masih rendah
·           Petani yang berkelompok tidak didampingi PPL
·           PPL kurang aktif
·           Koordinasi antara dinas pertanian, Pemdes dan BPD belum maksimal
·           Panas Panjang
·           Pergeseran musim
E.      Peternakan
·           Hama dan penyakit ternak
·           Hewan berkeliaran karena belum ada kandang
·           Kerusakan lingkungan
F.       Peraturan
·         Belum ada aturan tentang lingkungan dalam konteks lokal
·         Kurang ada sosialisasi tentang lingkungan
·         Pelanggaran adat
·         Pemahaman Pemdes tentang lingkungan masih kurang
·         Pemahaman BPD tentang lingkungan masih kurang
·         Kurang ada pendampingan dari Dinas kehutanan (UPT – KPH)





BAB 2.
BUTIR-BUTIR PEMIKIRAN WORKSHOP
2.1.            Potret Pembukaan Kegiatan Workshop
Penyelamatan dan perlindungan kawasan Egon Ilimedo perlu dibangun sinergisitas kinerja antar para pihak.  Wahana Tani Mandiri (WTM) dalam kerja samanya dengan Burung Indonesia dan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) menyelenggarakan Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan tema: “Paradigma Perwujudan Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo yang Eco-Populis”  di pelataran Gereja Paroki Hebing (23-24/08/17).
Acara Workshop diawali dengan seremonial pembukaan dengan penyambutan dan sapaan adat (Huler Wair)[4] oleh para pemuka adat Hebing kepada rombongan Wakil Bupati Sikka. 
Selanjutnya kegiatan ini dibuka Paulus Nong Susar (Wakil Bupati Sikka), didampingi oleh Theresia M. Donata Silmeta (Camat Mapitara) dan Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) dan para Panelis, yakni: Vitalis Nong Fendi (Kepala UPT-KPH Sikka), Agustinus Dj. Koreh (Kepala BKSDA Unit Flores bagian Timur), Romo Tasman Ware (Pastor Paroki Renya Rosari Hebing), Rafael Raga (Ketua DPRD Sikka), Markus Dua Lima (Wakili Kepala Dinas Pertanian Sikka) dan Yunida Polo (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sikka), Yohanes Suban Kleden (PBH Nusra), Kapolsek Bola, Para Kepala Desa, Ketua BPD, Ketua Kelompok Tani, Kader Tani.
Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) mengatakan bahwa Kawasan lindung Egon Ilimedo merupakan salah satu kawasan hutan di Kabupaten Sikka yang memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan kabupaten Sikka 24,738,43 ha.  Kawasan ini mencakupi beberapa kecamatan, yakni: Waigete, Mapitara, Doreng, Talibura, Waiblama, Bola, dan Hewokloang yang telah menjadikan kawasan hutan Egon Ili Medo sebagai susu dan madu bagi hidupnya.
Bahwa, Pemberian alam seutuhnya dijadikan sebagai hakikat dasar dalam pengelolaan sumber daya alam yang mana dijadikan sebagai pusat hidup mereka (kosmosentris). Tidak heran, bila warga pada empat (4) desa di kecamatan Mapitara, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing berusaha mempertahankan hidup dan eksistensinya, struggle for life and struggle for existence di tengah perdebatan akan tapal batas 1932 dan 1984 yang berdampak pada sempitnya dan ketidakpastian ruang kelola mereka.
Hutan dipahami sebagai sebuah ruang penting bagi kehidupan manusia yang mana memberi nilai keseimbangan ekologi.
Fungsi dan peran kawasan hutan Egon Ilimedo seharusnya memberikan layanan alam yang baik dan nyaman mulai terganggu. Hal ini disebabkan berbagai perilaku negatif, seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon Ilimedo. Atau secara umum, dilihat bahwa penyebab kemerosotan kualitas lingkungan, seperti adanya destructive logging, persoalan pal batas yang belum tuntas, kesadaran ekologis masih rendah dan masyarakat di kawasan sebagai objek, sebelum adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan. Fakta-fakta ini diidentifikasi sebagai situasi yang terberi dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada nilai-nilai eco-humanis.
Theresia M. Donata Silmeta (Camat Mapitara) mengatakan bahwa kita di sini belum banyak yang sadar akan kebersihan lingkungan dan bagaimana pentingnya kawasan Egon Ilimedo bagi kita. Bahwa, Kalau bapak menanam maka ibu merawatnya. Kalau kita rawat dengan baik maka kenikmatan itu akan dinikmati generasi ke generasi. Mari kita mulai pola hidup sehat dan cinta lingkungan.
Paulus Nong Susar (Wakil Bupati Sikka), sebelum membuka acara workshop mengatakan bahwa Kegiatan ini mengingatkan saya akan kerja WTM ketika zaman bupati Lorens Say hingga sekarang. Untuk itu, saya mewakili pemerintah kabupaten Sikka mengucapkan terimakasih kepada WTM yang bekerja dalam penyelamatan lingkungan.
Pemerintah daerah akan membuat Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dalam kaitan dengan pengelolaan kawasan, pemerintah perlu memberi bimbingan dan edukasi seperti menertibkan mereka yang membangun rumah di dalam kawasan. Kemudian ada program yang kita kenal dengan HKM. Itu adalah ruang yang diberi pemerintah kepada masyarakat untuk mengelola hutan dengan baik. Sedangkan Bapak-Ibu guru bisa memasukan ini sebagai Materi Mulok untuk diajarkan di Sekolah-sekolah.
Pertemuan hari ini dan besok, kita coba mengecek kondisi kebunnya masing-masing dan menceritakan. Lalu pemerintah melihat pada hutan yang bukan hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga ekonomi dan sosial. Hari ini sampai besok menjadi waktu yang sangat bermanfaat untuk kita diskusikan bersama  dalam rangka penyelamatan lingkungan.
2.2.            Butir-Butir Pemikiran dari Para Panelis
Kegiatan ini dilanjutkan dengan presentatasi para panelis yang dipandu oleh Yohanes S. Kleden (PBH Nusra).

a.      Bisro Sya’Bani (Kementrian KLHK-Dirjen KSDAE): Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Rakyat.
Di dalam pengelolaan kawasan konservasi, setidaknya terdapat 5 (lima) kebijakan prioritas dan strategis yang diemban oleh Direktorat Kawasan Konservasi, yaitu:
     Penyempurnaan NSPK (Norma Standar Prosedur dan Kriteria), berupa masukan-masukan teknis sebagai bahan penyusunan Undang-Undang, Peraturan Menteri LHK, dan Peraturan Dirjen KSDAE
     Peningkatan efektifitas pengelolaan kawasan konservasimulai dari Sumberdaya Manusia, Sarpras, Pengamanan, sampai dengan sumberdaya alam yang berkelanjutan
     Restorasi dan rehabilitasi Kawasan Konservasi sebagai bagian dari pemulihan ekosistem kawasan konservasi
     Mengurangi tekanan kawasan konservasi dan ekosistem esansial melalui pembinaan daerah penyangga dan kemitraan konservasi
     Memperkuat Kerjasama Stakeholder baik dengan masyarakat sekitar, Pemda, LSM, Perguruan Tinggi, serta para pihak lainnya.
Bahwa ada perubahan paradigma dimana masyarakat dirangkul dalam mengelola dalam kawasan konservasi, dalam rambu-rambu yang mana hutan tetap lestari. Beberapa kebijakan pro rakyat di sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam antara lain adalah sebagai berikut: Pertama, Pasal 49 Peraturan Presiden Nomor 108 tahun 2015 tentang Revisi PP Nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA (mengatur tentang pengembangan desa konservasi, akses masyarakat terhadap hasil hutan bukan kayu (HHBK), fasilitasi kemitraan, izin jasa wisata alam kepada masyarakat); Kedua,Peraturan Menteri LHK Nomor P.43/Menlhk/Setjen/2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat di sekitar KSA dan KPA berisi tentang penjabaran pengaturan bentuk pemberdayaan masyarakat pada PP 108 tahun 2015); Ketiga,Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.64/Menhut-II/2013, tentang Pemanfaatan Air dan Energi di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (dalam peraturan ini diatur pula mikrohidro dan minihidro non komersial yang diperuntukan untuk masyarakat).
Keempat, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Pada peraturan menteri ini terdapat butir-butir keberpihakan kepada pelaku usaha jasa wisata alam bagi masyarakat setempat; Kelima, Peraturan Menteri Kehutanan P.85/Menhut-II/2014 jo. Peraturan Menteri LHK nomor: P.44/Menlhk/Setjen/2017, tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan KSA dan KPA yang mengatur antara lain mengenai peran penguatan fungsi oleh masyarakat dan kemitraan konservasi. Keenam, Permen LHK No P.83/2016, tentang Perhutanan Sosial.
Bentuk-bentuk Pemberdayaan Masyarakat yang dapat dikembangkan di daerah penyangga kawasan konservasi antara lain adalah pengembangan desa konservasi, pemberian akses; fasilitasi kemitraan,pemberian izin pengusahaan jasa wisata alam, dan pembangunan pondok wisata.

Membantu masyarakat menggali dan mengembangkan peluang-peluang yang ada bagi PENGEMBANGAN EKONOMI PRODUKTIF



Menguatkan KELEMBAGAAN MASYARAKAT


PEMAHAMAN MASYARAKAT atas manfaat dan kepentingan keberadaan kawasan konservasi MENINGKATKAN


INTERAKSI NEGATIF masyarakat atas sumber daya alam dikawasan konservasi

KESEJAHTERAANMASYARAKAT dalam pemenuhan kebutuhan  sandang, pangan dan papan MENINGKAT

Tujuan Pemberdayaan Masyarakat/Pembinaan Desa di daerah Penyangga Kawasan Konservasi:







Prinsip Pemberdayaan Masyarakat/ Pembinaan Desa di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi:
ü  Pembinaan/pemberdayaan sebagai proses transformasi
ü  Pemberdayaan untuk meningkatkan kepedulian masyarakat
ü  Pemberdayaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Saat ini sedang disusun Perdirjen KSDAE tentang fasilitasi dan kemitraan KSA/KPA dengan masyarakat. Perdirjen ini diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi pengelola kawasan konservasi yang akan membuka ruang melakukan kemitraan bersama masyarakat. Perdirjen ini disusun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Masyarakat sebagai subyek dan pelaku utama.
2.      Menyelesaikan masalah dan pengembangan potensi dialog dan kesepakatan.
3.      Kepastian hukum dan kepastian berusaha.
4.      Proses sederhana,applicable, dueable, dan menegeable.
5.      Fasilitasi dan Pendampingan dengan prinsip saling menghargai, saling percaya dan saling menguntungkan.
6.      Mendorong dukungan parapihak dan pengembangan model kelola KSA/KPA dan pengembangan kewirausahaan berbasis masyarakat

b.      Vitalis Nong Veni (Kepala UPT-KPH Sikka): “Meneropong Upaya-upaya Penyelamatan dan Apa Peran Kawasan Egon Ilimedo”.
Hutan Egon Ilimedo merupakan kawasan terbesar yang meliputi beberapa kecamatan, yakni: Waiblama, Waigete, Talibura, Hewokloang dan Mapitara. Dalam pengawasannya bukan hanya UPT KPH tetapi juga BKSDA.  Kawasan hutan di wilayah Kabupaten Sikka seluas 38.442,43 Ha (22,19%) dari luas wilayah kabupaten Sikka. Keadaan tersebut belum memenuhi ketentungan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan pasal 18 yang mengamanatkan agar setiap wilayah wajib mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan seluas 30%.
Kondisi hutan dan kawasan hutan di Kabupaten Sikka saat ini cenderung menurun kondisinya, hal tersebut dadpat dilihat dari penutupan lahan/vegetasi mengalami laju deforestrasi dan degradasi yang cepat dan dinamis sesuai perkembangan pembangunan dan perjalanan waktu di lapangan.
Beberapa faktor penyebab dan permasalahan kawasan hutan yang ada di wilayah kabupaten Sikka antara lain:
·         Status Kawasan hutan:
     Status hukum kawasan hutan masih berbenturan dengan hak ulayat/tanah suku
     Banyak terjadi jual beli tanah dalam kawasan hutan
     Pengukuhan sebagia upaya memperoleh kepasitan hukum kawasan hutan belum tuntas
     Banyak pal batas yang rusak atau hilang
·         Penggunaan Kawasan:
     Perambahan kawasan hutan untuk lahan pertanian dan pemukiman serta sarana prasarana umumnya relatif tinggi
     Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan di luar kehutanan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku
·         Penebangan liar
·         Kebakaran hutan
Upaya penyelamatan Kawasan:
Upaya penyelamatan kawasan hutan dilakuakn melalui berbagai kegiatan pengelolaan hutan yang mencakup kegiatan merencanakan, menggunakan, memanfaatkan, melindungi, rehabilitasi serta mengembalikan ekosistem hutan yang didasarkan pada fungsi dan status suatu kawasan hutan.
Kegiatan yang dilakukann dalma rangkan penyelamatan kawasan hutan lindung Egon Ilimedo selama 5 tahun terakhir. (Lihat Tabel 1. Pelaksanaan program Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo, Kecamatan Mapitara).
Tabel 1. Pelaksanaan program Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo, Kecamatan Mapitara.
No
Kegiatan
Tahun
Lokasi
Volume
1
Reboisasi
2012
Glak, Desa Hale
50 Ha


2013
Desa Egon
25 Ha
2015
Desa Wolomotong
15 ha
2016
Desa Egon
10 Ha

Desa Nangatobong
10 Ha
Desa Wairbleler
10 Ha
2
Perlindungan Mata Air
2014
Desa Hebing
5 Ha
3
Rekonstruksi Pal Batas
2012
Desa Pogon
10 Pal


2013
Desa Aibura
10 Pal
2014
Desa Wairblaler
10 Pal
2015
Desa hoder
10 pal
4
Kebun Bibit Rakyat
2015
Desa Egon Gahar
1 Unit
Sumber: Materi Presentasi Kepala UPT KPH Sikka, 23/08/17
·         Pergeseran paradigma pengelolaan hutan yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat lokal tercermin dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan.
·         Praktek pengelolaan kayu yang berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat  perlu diubah menjadi pengelolaan yang beriorientasi sumber daya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
·         Untuk Kabupaten Sikka implementasi pemberdayaan masyarakat desa yang tinggal dalam dan sekitar kawasan hutan dilakukan melalui skema Hutan Kemasyarakat (HKm) sesuai dengan keputusan Mentri Kehutanan Nomor 388/Menhut/II/2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan Sebagai Areal Kerja Huntan Kemasyarakatan Seluas ±  16.655 ha di kabupaten Sikka, Provinsi NTT.
·         Pengelolaan Hutan bagi masyarakat di Mapitara. (Lihat Tabel 2. Perkembangan IUP HKM di Sikka).
Tabel 2. Perkembangan IUP HKM di Sikka.
No
Wilayah
IUP HKm
Keterangan
1
Egon Gahar
SK Bupati Sikka Nomor: SK/354/2013 tanggal 4 Okt. 2013
Sudah Berjalan
2
Hale
-
Fasilitasi Penyusunan Proposal Permohonan IUP HKm
3
Hebing
-
Fasilitasi Penyusunan Proposal Permohonan IUP HKm
4
Natakoli
-
Masyarakat belum merima pal batas 1984
Sumber: Materi Presentasi Kepala UPT KPH Sikka, 23/08/17

c.       Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD Sikka: Potret Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di Kawasan Egon Ilimedo”.
·      Tugas Pokok KSDA: Penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan Pengelolaan Kawasan CA, SM, TWA dan TB serta Koordinasi teknis pengelolaan Tahura dan Kawasan Ekosistem Essensial berdasarkan peraturan Perundang-undangan.
·      Di Kabupaten Sikka, Luasan Konservasi 73.651,44 yang mana kawasan Suaka Margasatwa Egon Ilimedo: 1.694,23 dan Taman Wisata Alam Laut (TWL) gugus pulau Teluk Maumere: 71.957,21.
·      Suaka Margasatwa: kawasan dengan keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
·      Potensi: Kondisi Ekosistem: Perwakilan tipe vegetasi hutan musim dengan kualifikasi hutan primer dan hutan sekunder.
Flora: Jenis Tolen, Nuper, Ampupu, Mure, Kenari, Ara, Arnana, Suren, Kesambi, Bidara dan Pulai ; Fauna: Jenis Rusa Timor, Kera ekor panjang, babi hutan, landak, biawak  beberapa jenis burung seperti: Kakatua, Beo, Kepodang, Nuri, Alap-alap, tekukur, Ayam Hutan, dll.  Jasa lingkungan: Keindahan Alam Pegunungan yang khas dengan hutan hujan tropis, air panas di Blidit, kawah lereng gunung Egon, hutan alam ampupu dan gua alam Patiahu.
·      Hasil Kajian Potensi Ekologi dan Sosekbud di SM Egon Ilimedo:
·         Struktur dan Komposisi Vegetasi:
Jumlah species: Pohon: 48 jenis, Tiang: 32 jenis, Pancang: 32 Jenis dan semai/Tumbuhan Bawah: 33 jenis.
Jenis Pohon dominan: tingkat pohon Aiwair (Litsea Resinosa) INP: 50,05% dan kodominan: Arnana (Plachonela Obovata)  INP, 48,53%. (Besar INP itu menunjukkan nilai kepentingan species dalma suatu ekosistem)
·         Mamalia: satwa mamalia yang sering ditemukan adalah: Rusa Timor, Babi Hutan dan Landak;
·         Burung (Aves): Di kawasan SM Egon Ilimedo: 17 species dari 11 Familia. Yang umum ditemukan adalah jenis Srigunting;
Jenis yang dilindungi: Raja Udang, Koa Kiu, Burung gosong dan Nuri Kecil.
·         Kesimpulan Hasil Kajian Potensi Ekologi di Suaka Margasatwa Egon Ilimedo:
o  Bahwa Satwa Liar dalam memenuhi kapasitas hidupnya untuk bisa survive/eksis antara lain: memenuhi kapasitas makan, kapasitas berbiak, kapasitas sosial;
o  Perkembangan dan kondisi satwa liar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor di habitatnya. Satu kesatuan ekosistem antara lain: kondisi vegetasi sebagai sumber pakan, kondisi hidrologis untuk memenuhi kapasitas makan dan aktifitas sosial serta aktifitas perkembangbiakan.
o  Peran satwa liar dalam satu kesatuan ekosistem sangat penting sebagai hubungan timbal-balik yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain baik kondisi biotik maupun kondisi abiotik.
o  Bahwa Eksistensi dan ancaman terhadap satwa liar juga sangat dipengaruhi oleh perilaku dan aktivitas manusia dalam melakukan aktivitas dalam kawasan konservasi seperti pemanfaatan sumber daya alam dengan pembukaan lahan serta aktivitas perburuan liar.
o  Bahwa adanya kearifan budaya lokal masyarakat dalam pengelolan sumber daya alam merupakan salah satu faktor pendukung dalam upaya pelestarian Kawasan sehingga perlu didorong untuk mengaktifkan kembali kearifan local masyarakat yang sudah secara turun temurun yang diduga telah mengalami pengikisan oleh arus globalisasi.
o  Adapun kearifan lokal tersebut diistilahkan sebagai: (1) Opi Dun Kare Dunan yaitu kearifan local masyarakat yang mengalokasikan wilayah bagi kepentingan konservasi dan pelaksanaan ritus adat sebagai tempat hunian para leluhur, umum berada pada puncak-puncak gunung dengan topografi kemiring yang terjal diatas 45 derajat. (2) Opi Dun Kare Taden yaitu kearifan local masyarakat yang mengalokasikan wilayah dengan bentang alam yang dapat dikonversi untuk berbagai kepentingan dengan fungsi lahan garapan, pemukiman danfungsi eknomis lainnya, umumnya terdapat pada areal-areal perlindungan berdasarkan keyakinan social budaya dan jaminan keselamatan alam setempat.

d.      Yunida Pollo, Kepala Dinas Lingkungan Hidup: “Perspektif Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Apa Perannya”.
Kita harus memahami bahwa lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga. Berdasarkan panduan hukum, intervensi kami lakukan, tetapi untuk egon ilimedo belum terlalu kami intervensi. Kami fokus pada sumber daya air dan iklim mikro dimana masyarakat merasa nyaman dan tidak terganggu berada di lingkungannya, ungkap Ibu Kadis.
Selain itu, intervensi kami juga pada DAS. Ada juga yang kami sebut RTH publik dan beberapa RTH privat. Kami juga melakukan kajian terhadap setiap usaha kegiatan. Untuk Mapitara belum sempat kami kaji tetapi belum ada permohonan yang masuk, tetapi ke depan kami akan mencoba untuk terlibat melalui program-program dari dinas kami, urainya.

e.      Rm. Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki Renya Rosari Hale-Hebing: “Pandangan Gereja Masa Kini dalam Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung.
Mahatma Gandi: “Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan satu manusia yang rakus” Di tahun terakhir ini ada ensilklik yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik ini paus mengkritik sifat konsumerisme manusia yang menyebabkan kian rusaknya bumi. Ensiklik Laudato si merupaka ensiklik kedua.
Paus Fransiskus mengajak supaya kita melihat ibu bumi kita, sebagai rumah kita. Kalau bumi ini adalah rumah kita mengapa kita harus merusaknya? sebagai saudari kita perlu juga kita menmperlakukan bumi seperti ibu kita, kutipnya.
Dalam konteks kita di Egon Ilimedo adalah perambahan, pembukaan lahan baru dan kebakaran. Ini adalah sebuah perilaku negatif yang mestinya perlu dilihat dan ditata bagaimana menemukan sebuah pola pegelolaan yang tepat.

f.         Markus Dua Lima (Wakili Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sikka): “Memotret Pola Pertanian Berkelanjutan dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup di Sikka”.

Ada lima bidang di dinas: yakni bidang perkebunan (TUP), bidang tanaman pangan dan horti, bidang budidaya ternak dan kesehatan hewan,  bidang penyuluhan dan bidang sarana prasarana pertanian.
·         Sistem pertanian ramah lingkungan adalah aktivitas pertanian yang secara ekologi sesuai, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial ekonomi diterima dan mampu menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
·         Sistem pertanian ramah lingkungan dapat terlaksana bila memenuhi 5 pilar yakni: produktif, beresiko kecil, tidak menimbulkan degradasi lahan, menguntungkan secara ekonomi jangka panjang dan diterima oleh masyarakat.
·         Secara umum pertanian ramah lingkungan sulit untuk dilakukan namun dengan pengetahuan dan kemauan yang keras maka sistem pertanian yang ramah lingkungan dapat kita implementasikan dalma pembangunan pertanian ke depan.
·         Tujuan sistem pertanian ramah lingkungan adalah: Keseimbangan ekologis, terjaganya keanekaragaman hayati, terjaganya sumber daya alam, lingkungan yang tidak tercemar, tercapainya produksi pertanian yang berkelanjutan;
·         Pertanian ramah lingkungan dapat diimplementasikan dengan beberapa sistem yakni: pertanian organik, sistem pertanian terpadu dan sistem pertanian masukan luar yang rendah.
·         Sistem pertanian organik  merupakan suatu sistem produksi pertanian dimana bahan organik mejadi faktor penting dalam produksi usaha tani. Contohnya penggunanaan pupuk organik (alami dan buatan) dan pupuk hayati serta pemberantasan hama, penyakit dan gulma secara biologis.
Pertanian organik berupaya mendayagunakan potensi lokal yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup dengan memanfaatkan bahan baku atau input dari sekitarnya. Berupaya menjaga, merawat dan memperbaiki kualitas kesuburan tanah melalui tindakan pemupukan organik, pergiliran tanaman, konservasi lahan, dll.
·         Dalam konteks hari ini, Mengapa di satu pulau perlu kawasan hutan? Di situ ada hutan maka ada tanah. Ada hutan maka mata air. Untuk itu pertahankan kondisi kawasan kita.

g.      Rafael Raga, Ketua DPRD Sikka: “Potret Legislasi dalam Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo”.
Pengelolaan yang eco populis berarti pengelolaan yang  pro-rakyat. Dulu kami selalu melakukan demo karena penetapan tapal batas sebab dianggap mempersempit ruang kelolah rakyat. Di Nangahale tapal batasnya di pinggir jalan memang.
Saat ini wewenang kehutanan dilimpahkan ke propinsi. Akan tetapi tanggung jawab menjaga hutan itu adalah tugas kita semua. Karena fungsi hutan sangat penting untuk kehidupan manusia. Dalam aturan itu dalam satu pulau harus  mengalokasikan lahan 30 % menjadi hutan. Kita di sikka baru 23,9 %. Untuk itu kita perlu melakukan perlindungan atau konservasi. Konservasi berarti menjaga dan merawat yang ada serta menanamnya lagi. Yang ada jangan dibongkar untuk ditanam kembali.

2.3.            Resume Hasil Penelitian
Beberapa fakta lapangan yang ditemukan sebagai kondisi hari ini Gambaran Kawasan Egon Ilimedo. Studi PRA ini dilakukan di keempat wilayah Program diantaranya: Egon Gahar, Natakoli, Hebing dan Hale.
Persoalan-persoalan yang muncul ini ditenggarai oleh beberapa alasan sebagai berikut: Kebakaran padang, Erosi, Penebangan pohon, Tebas bakar, Ladang berpindah, Banyak lokasi galian C, Debit air menurun, Panas panjang, Banjir di musim hujan, Angin kencang dan puting beliung, Abrasi tejadi di sepanjang pesisir pantai selatan dari Natakoli hingga Hale.
Permasalahan yang ditemukan dan diklasifikasi sesuai permasalah pokok, diantaranya:
a.      Keterbatasan Air Minum itu terjadi karena: Kurangnya air minum bersih, Lokasi mata air Jauh, debit mata air berkurang, jaringan pipa rusak, jaringan belum baik, petugas belum aktif, pembukaan kebun di areal mata air, pepohonan kurang, penghijauan mata air belum dilakukan.
b.      Kehutanan, ada beberapa permasalahan diantaranya: kerusakan hutan, perambahan hutan, pembakaran hutan, kebakaran padang, masih kurang penghijauan, kurangnya Lahan garapan, kesadaran warga masih rendah, belum ada aturan terkait lingkungan.
c.       Permasalahan Peternakan ditemukan bahwa Hama dan penyakit ternak, Hewan berkeliaran, Belum ada kandang, Kerusakan lingkungan.
Dalam bidang pertanian dapat dilihat bahwa pemahaman teknis pertanian dan peternakan masih kurang, tanah kurang subur, ternak berkeliaran, hama dan penyakit pada tanaman, tanaman mati, hasil panen berkurang, topografi miring, banjir, erosi dan longsor, angin kencang, kearifan lokal menurun.
d.      Kebijakan, studi ini menemukan bahwa belum ada aturan tentang lingkungan; kurang ada sosialisasi tentang lingkungan, pelanggaran adat, pemahaman pemdes tentang lingkungan masih kurang, pemahaman BPD tentang lingkungan masih kurang, kurang ada pendampingan dari dinas kehutanan (UPT-KPH).
Menyikapi berbagai permasalahan ini secara program WTM bersama Pemerintah desa di Hale, Hebing, Natakoli dan Egon Gahar kemudian membentuk tim Legal Drafting (perumusan peraturan) untuk dibuatkan Peraturan Desa. Desa Hebing; Peraturan Desa tentang Perlindungan Kawasan Mata Air, Desa Hale: Peraturan desa tentang Penertiban Ternak Pemeliharaan, Desa Egon Gahar, Perdes tentang Pengelolaan Air Minum, dan Natakoli, Perdes tentang Perlindungan Kawasan Mata Air. Keempat perdes ini telah didrafting. Perdes Hebing dan Egon Gahar telah dilakukan Konsultasi Publik dan sekaranng sedang dikonsultasikan di Pemerintah Kecamatan dan Bagian hukum sedangkan dua perdes lainnya masih menunggu waktu konsultasi publik di dusun-dusun untuk mendapatkan masukan dari masyarakat.

2.4.            Sidang Komisi
Dalam workshop ini, peserta dibagi dalam dua komisi yakni:
Komisi A: Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh Arkadius Deti (Ketua BPD Hebing) dan Vitalis Nong Veni.
Pertanyaan Penuntun:
1.      Idenfikasikan potensi yang ada di wilayah masing-masing
2.      bagaimana kondisinya Sekarang? Banding waktu 3 tahun sebelumnya?
     (Hutan, tanah, mata Air, Lahan kebun, sungai, gunung, padang, suhu/temperatur, batu pasir, ternak, perkebunan, situs2 adat)
     Infrastruktur: Sekolah, Puskesmas, Gereja, Posyandu, Jalan, bak air, jaringan air bersih, pemukiman, kantor desa, poskesdes dll.)
3.      Praktek-praktek apa saja yang dilakukan dalam kaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (konservasi, teras sering, dll.)
4.      Apa Rekomendasi yang diharapkan?

Komisi B: Kebijakan dipimpin oleh Markus Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks Saragi, Kooordinator Pertanian WTM).
1.      Aktor-aktor siapa saja yang ada di desa baik internal maupun eksternal,  dalam kaitan dengan sumber daya alam?
2.      Apa Peran dan fungsi?
a.      Jauh/ dekat dalam koridor kepentingan rakyat dan sumber daya alam
3.      Kebijakan apa saja yang sudah dijalankan dalam kaitan dengan pengelolaan sumber daya alam?
4.      Problem apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut?
5.      Apa rekomendasi yang diharapkan?



BAB 3.
 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Gagasan dari para panelis ini kemudian diperdalam dalam dua komisi yakni: Sidang Komisi A: Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh Arkadius Deti (Ketua BPD Hebing) dan Vitalis Nong Veni serta Komisi B: Kebijakan dipimpin oleh Markus Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks Saragi (Kooordinator Pertanian WTM).
Sidang komisi ini kemudian dipresentasikan dan tanggapi oleh para peserta. Diskusi ini berjalan seru. Namun karena waktu, karena itu disepakati agar dibentuk Tim perumus kesimpulan dan rekomendasi yang diakomodir dari berbagai pihak yang hadir, yakni: Vitalis Nong Veni (Kepala UPT KPH Sikka), Markus Miskin (Kepala UPT-PKO Kec. Mapitara), Romo Tasman Ware (Pastor Paroki Hebing), Thomas Yan Boy (Kasie Kesos Kec. Doreng), Vitalis Yulianus (Kepala Desa Waihawa), Yosef Arianto (Staf BKSDA), Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) dan Herry Naif (Koordinator Program). Kegiatan pertemuan tim perumus ini dilangsungkan di Kantor WTM, Jalan Wairklau Maumere difasilitasi oleh Will Woda dan Herry Naif, (5/09).
Hadir pada kesempatan itu sebagai Tim Perumus, yakni: Vitalis Nong Veni (Kepala KPH-Sikka), Thomas Yan Boy (Kasie Kesos Kecamatan Doreng), Vitalis Yulianus (Kepala Desa Waihawa), Arkadius Reti (Ketua BPD Hebing), Mikhael R. Da Silva (BKSDA unit Flores Bagian Timur), Herry Naif (Koordinator Program WTM-CEPF), Will Woda (Koordinator Advokasi WTM-CEPF), Mus Mulyadi dan Marianus Mayolis (Fasilitator Lapangan Program WTM-CEPF).
Beberapa rekomendasi yang dirumuskan diantaranya:
1.      Perlu dilakukan pengelolaan usaha tani yang berkelanjutan di kawasan hutan;
2.      Perlu dilakukan pendampingan kapasitas para petani  pengelola kawasan hutan terkait sistem dan teknis pertanian berkelanjutan;
3.      Perlu dibangun kebijakan untuk penyelamatan kawasan hutan dan melakukan sosialisasi  serta pemantauan terhadap aturan yang sudah ada secara periodik;
4.      Perlu dilakukan penegakan hukum yang tegas berbasis masyarakat yang hadir dalam hukum adat, Perdes, Perda dan Undang-undang;
5.      Perlu dilakukan revitalisasi dan reaktualisasi kearifan lokal;
6.      Perlu dikembangkan kurikulum berbasis pengelolaan Sumber Daya Alam yang adil dan lestari;
7.      Perlu dialokasikan anggaran yang cukup untuk pengelolaan sumber daya alam yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II dan APBDesa;
8.      Penyusunan rekon di kawasan hutan;
9.      Perlu dilakukan Pembuatan tata ruang wilayah desa;
10.  Perlu dilakukan monitoring dan evaluasi kualitas kawasan hutan secara periodik.
11.  Perlu dibentuk Forum Peduli Keselamatan kawasan Hutan Egon Ilimedo;

Setelah perumusan itu, Herry Naif mengatakan bahwa hendaknya deklarasi Hebing ini menjadi perekat sosial antar para pihak yang peduli akan keselamatan lingkungan, terutama kawasan Egon Ilimedo.
Pada pertemuan berikut kita akan mengundang beberapa instansi yang punya keterkaitan dengan isu penyelataman kawasan Ilimedo, seperti: UPT – KPH, Bagian SDA, Dinas Lingkungan, BKSDA, PKO, Pertanian, DPRD, DKP, NGO, Lembaga Agama (Keuskupan, MUI) Tokoh Masyarakat, Orin Bao Office, AWAS.
Kita berharap bahwa momentum Pertemuan Forum, 26 september 2017 menjadi tonggak dalam membangun sebuah forum yang bersinergi dalam upaya penyelamatan kawasan hutan dan lingkungan secara umum.



LAMPIRAN-LAMPIRAN:
Lampiran A. Kerangka acuan

TERM OF REFERENCE

( TOR )
WORKSHOP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM (PSDA)
”PARADIGMA BARU PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI BERBASIS RAKYAT”

1.      LATAR BELAKANG
Kawasan lindung Egon Ilimedo merupakan salah satu kawasan hutan di Kabupaten Sikka yang memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan kabupaten Sikka 24,738,43 ha.  Kawasan ini mencakupi beberapa kecamatan, yakni: Waigete, Mapitara, Doreng, Talibura, Waiblama, Bola, dan Hewokloang yang telah menjadikan kawasan hutan Egon Ili Medo sebagai susu dan madu bagi hidupnya.
Pemberian alam seutuhnya dijadikan sebagai hakikat dasar dalam pengelolaan sumber daya alam yang mana dijadikan sebagai pusat hidup mereka (kosmosentris). Tidak heran, bila warga pada empat (4) desa di kecamatan Mapitara, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing berusaha mempertahankan hidup dan eksistensinya, struggle for life and struggle for existence di tengah perdebatan akan tapal batas 1932 dan 1984 yang berdampak pada sempitnya dan ketidakpastian ruang kelola mereka.
Hutan dipahami sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. (Lih. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Hutan menjadi sebuah ruang penting bagi kehidupan manusia yang mana memberi nilai keseimbangan ekologi.
Fungsi dan peran kawasan hutan Egon Ilimedo seharusnya memberikan layanan alam yang baik dan nyaman mulai terganggu.
Hal ini disebabkan berbagai perilaku negatif, seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon. Atau secara umum, dilihat bahwa penyebab kemerosotan kualitas lingkungan, seperti adanya destructive logging, persoalan pal batas yang belum tuntas, kesadaran ekologis masih rendah dan masyarakat di kawasan sebagai objek, sebelum adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan. Fakta-fakta ini diidentifikasi sebagai situasi yang terberi dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada nilai-nilai eco-humanis.
Tidak heran, pada kawasan ini sering terjadi erosi, banjir dan menurunnya debit air di beberapa sumber mata air.  Selain itu, Iklim mikro di wilayah ini pun terganggu. Padahal iklim mikro dibutuhkan untuk memberi kenyamanan pada manusia dan perkembangan tanaman yang lebih baik pada wilayah yang terbatas,  khususnya kawasan Egon Ilimedo maupun kabupaten Sikka.
Dari studi yang dilakukan WTM, ditemukan bahwa permasalahan utama di kawasan Egon adalah terjadinya perambahan hutan atau pembukaan lahan kebun dalam kawasan hutan dan penebangan pohon. Sedangkan dari catatan Dinas Kehutanan Sikka, aktifitas perambahan dilakukan hampir setiap saat dan berdampak luas pada rusaknya 280 ha hutan di Kecamatan Mapitara wilayah Egon Ilimedo desa Hale (130 Ha), Egon Gahar 100 Ha, Natakoli (50 Ha) yang menimbulkan debit 8 mata air menurun yaitu mata air, Wair Oridar, Napun Urut (Natakoli), Napun Ewa, rejo gajot (Egon Gahar) Napun Dagar (Hebing), Wair Heni, Wari Boto (Hale). Pada Wilayah desa Hale, Hebing dan Egon Gahar, perambahan sudah mendekati puncak Gunung Egon.
Berangkat dari beberapa gagasan dan permasalahan yang diungkap di atas, Wahana Tani (WTM) dalam kerja samanya dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Perkumpulan Burung Indonesia melalui Program “Improving Ecosystem Manajemen and Livehoods around Mt. Egon-Indonesia” yang berkelanjutan di kawasan Egon Ilimedo bersama beberapa stakholder di Kabupaen Sikka akan melakukan Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA).
Kegiatan workshop  dilakukan sebagai tindak lanjut dari Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari setiap desa.
Studi yang telah menghasilkan Profil Ekologi dari desa Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing yang  akan dijadikan sebagai referensi dalam Workshop dengan melibatkan aparatur pemerintah kabupaten yang memiliki keterkaitan kinerja dengan upaya penyelamatan ekologi, seperti: Dinas Lingkungan Hidup, UPT Kesatuan Pengelolaan Kehutanan Kabupaten Sikka dan Dinas Pertanian serta pemerintah desa.

2.      TUJUAN
·         Meningkatkan Kapasitas para pihak akan urgensitas penyelematan kawasan ekologi melalui pengelolaan sumber  daya alam yang lestari;
·         Membangun kesadaran akan penyelamatan ekologi kawasan Egon Ilimedo menjadi bagian hidup warga sekitar kawasan;
·         Membangun kesepakatan baru yang dihasilkan dalam upaya perlindungan dan penyelamatan kawasan Egon Ilimedo melalui kebijakan pengelolaan Sumber Daya Alam;
3.      HASIL
·         Terbangunnya kesadaran ekologis dari para pihak dalam melestarikan lingkungan hidup di kawasan Egon Ilimedo;
·         Terkonsolidasinya para pihak yang berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan hidup;
·         Terbangunnya sebuah paradigma baru (Rekomendasi) dalam penyelamatan ekologi kepada para pengambil kebijakan lokal di kecamatan Mapitara dan Pemkab Sikka melalui kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan.
4.      BENTUK KEGIATAN
·         Hari I, 23 Agustus 2017
ü  Acara ini dibuka: Dirjen KSDAE – KLHK
ü  Presentasi dari Keynotespeaker
ü  Diskusi Panel
ü  Tanya jawab
·         Hari II, 24 Agustus 2017
ü  Workshop 
ü  Rekomendasi
5.      WAKTU dan TEMPAT
·         Tempat           : Pelataran Paroki Hale Hebing
·         Waktu             : Rabu - Kamis, 23-24 Agustus 2017
6.      NARASUMBER DAN FASILITATOR
a)   Narasumber:

Keynotespeaker:
Ir. Wiratno Dirjen KSDAE – KLHK: Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Rakyat
Panelis:
·         Antonius Yohanes Bala (John Bala), Direktur Lembaga Advokasi dan Pendidikan Kritis (Ba’Pikir): “Potret Partisipasi Para Pihak dan Sejarah Pengelolaan dalam Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo”
·         Vitalis Nong Fendi: Kepala Unit Pelaksana Teknis, Pengelolaan Kawasan Hutan (UPT-KPH): “Meneropong Upaya-upaya Penyelamatan dan Apa Peran Kawasan Egon Ilimedo”
·         Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD Sikka: Potret Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di Kawasan Egon Ilimedo”
·         Yunida Pollo: Kepala Dinas Lingkungan Hidup: “Perspektif Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Apa Perannya”
·         Rm. Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki Renya Rosari Hale-Hebing: “Pandangan Gereja Masa Kini dalam Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung
·         Hengky Sali: Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sikka: “Memotret Pola Pertanian Berkelanjutan dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup di Sikka”
·         Rafael Raga: Ketua DPRD Sikka“Potret Legislasi dalam Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo”
b)   Moderator/Fasilitator:
·         Yohanes S. Kleden (PBH – Nusra)
7.      PESERTA
NO
LEMBAGA
JUMLAH
1
Pastor Paroki
4
2
Pemerintah Kecamatan
2
3
Pemerintah Desa
8
4
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
8
5
Pemdes dan BPD di Seputaran Kawasan Egon Ilimedo
26
6
Ketua Kelompok & Kader Dampingan
20
7
Tokoh Masyarakat
4
8
Pihak Sekolah
4
9
PPL Dinas Pertanian
3
10
Dinas Lingkungan Hidup
2
11
BKSDA
2
12
UPT-PKH Sikka
2
13
Pastor Paroki seputaran Egon Ilimedo
4
13
OMK Paroki Hebing
2

Total
91

8.      DANA (Dukungan CEPF)
9.      PENUTUP
Diharapkan pelaksanaan workshop ini memberi sebuah semangat dan paradigma baru dalam upaya penyelamatan ekologi dengan melibatkan para pihak. Bila tidak, kawasan Egon Ilimedo dari waktu ke waktu terus mengalami degradasi yang harus diatasi.

Maumere, 18 Agustus 2017

Hormat Kami



(Herry Naif)
Koord. Program





Lampiran B. Susunan Acara Workshop
ACARA WORKSHOP
1.      PENERIMAAN DENGAN UPACARA HULER WAIR DAN SAPAAN ADAT
2.      PENGALUANGAN UNTUK DIRJEN WABUP SIKKA
3.      ISTIRAHAT/SNACK
4.      DOA
5.      SAMBUTAN PANITIA
6.      SAMBUTAN CAMAT MAPITARA
7.      SAMBUTAN WAKIL BUPATI DAN MEMBUKA ACARA
8.      PRESENTASI MATERI:
Panelis:
·         Vitalis Nong Fendi: Kepala Unit Pelaksana Teknis, Pengelolaan Kawasan Hutan (UPT-KPH): “Meneropong Upaya-upaya Penyelamatan dan Apa Peran Kawasan Egon Ilimedo”
·         Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD Sikka: Potret Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di Kawasan Egon Ilimedo”
·         Yunida Pollo: Kepala Dinas Lingkungan Hidup: “Perspektif Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Apa Perannya”
·         Rm. Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki Renya Rosari Hale-Hebing: “Pandangan Gereja Masa Kini dalam Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung
·         Hengky Sali: Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sikka: “Memotret Pola Pertanian Berkelanjutan dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup di Sikka”
·         Rafael Raga: Ketua DPRD Sikka“Potret Legislasi dalam Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo”
·         Keynotespeaker:
·         Bisroh, KSDAE – KLHK: Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Rakyat
9.      DISKUSI/TANYA JAWAB
10.  WORKSHOP (HARI KAMIS, 24 AGUSTUS 2017)
·         Sidang Komisi
·         Presentasi
·         Tanya Jawab
·         Rangkuman Panitia





Lampiran B. Daftar peserta Workshop
NO
NAMA
JENIS KELAMIN
INSTANSI/LEMBAGA
JABATAN


L
P


1
Drs. Paulus Nong Susar
L

Pemda
Wakil Bupati Sikka
2
Dra. Theresia S. M. Donata

P
Pemcam
Camat Mapitara
3
Yohanes E. R. Bala, SE
L

Polsek Bola
Kapolsek
4
RD. Tasma Ware
L

Paroki Hebing
Pastor Paroki Hebing
5
Vitalis  Nong Veni
L

UPT KPH
Kepala KPH Sikka
6
Filomena CB
L

TNI Koramil 05 Bola
Babinsa Hebing
7
Agustinus dj. Koreh
L

BKSDA NTT
Kasi Wil. IV NTT
8
Selestinus Sewa
L

Humas Sikka
Pelaksana
9
Selvinus Lering
L

TP PKK Kec. Mapitara
Ketua
10
Maria Koltide

P
SDK Hale
Guru
11
Konterius Kaliktus
L

Warga Wogalirit
-
12
Kornelus Albertus Tedi
L

Wogalirit
Kaur Perencanaan
13
Primus A. Wawo Ngebu
L

Guru SD Lere

14
Rikarda Lodan, SPd. SD

P
Hebing
Kepala Sekolah
15
Aurelia Erminolda

P
SD Inpres Hale
Kepala Sekolah
16
S. Nong Manis
L

SMP Lorohae
Guru
17
A. Ahmad Yani
L

BPD Hale
Ketua
18
A.  Teyson
L

Hale
Kader Tani
19
Ambrosius N. Bora
L

HKM Gawer Gahar
Ketua
20
Alfons Aleti
L

Kecamatan Mapitara
Kasubag , Kepeg. & Keuangan dan Aset
21
Ahasia Y. Non
L

Polsek Bola
-
22
Agnes Linda Iriyanti

P
Hale
Kader Tani
23
Afrince Nona Dince

P
Hale
Kader  Tani
24
Vitalis Yulianus
L

Desa Waihawa
Kepala Desa
25
Blasius Moa
L

BPD Waihawa
Ketua BPD
26
Silianus Silveste
L

Kec. Doreng
Kasi Sosial Ekonomi
27
Richar Boer
L

BPK Mapitara
PPL Egon Gahar
28
Ignasius
L

BPK Mapitara
PPS Hebing
29
Marianus
L

BPK Mapitara
PPL  Egon Gahar
30
Arkadius Reti
L

BPD Hebing
Ketua
31
Yosef Arianto
L

BKSDA Sikka
Staf
32
Marselinus Menga
L

BPK Mapitara
Kepala
33
Kletus Antonius
L

Distanbung
Staf
34
Yosef Animus
L

DLH Kab. Sikka
Kasie Tanaman Pangan
35
Ferdinandus Mohon
L

DLH Kab. Sikka
Kasie
36
V. Ferry Hariyanto
L

DLH Kab. Sikka
Staf
37
Thomas Yan Boy
L

Pemcam Doreng
Kasie Ad. Pembangunan
38
Yustinus Frengky
L

Paroki Runut
Sekretaris
39
Kristianto
L

BKSDA NTT
Staf
40
Silvester Daton Baro
L

BKSDA NTT
Staf
42
Antonius Anto
L

Hebing
-
43
Firnades
L

Hebing

44
Thomas Aquino
L

Kelompok Tani

45
R. Yohanes Jallo
L

Kelompok Tani

46
Yohanes Don Bosko
L

Kelompok Tani

47
Supri Yanto
L

Kelompok Tani

48
Andreas Susar
L

Kelompok Nelayan

49
Jodi
L

Kelompok Tani

50
Maria Goreti
L

Kelompok Tani
Pengurus Kel.
51
Kristina Kris
L

Kelompok Tani

52
Theresia Fausta
L

Kader Tani Hebing

53
Markus Dua
L

Dishutbun
Kabid PSP
54
Rafael Raga, SP
L

DPRD Sikka
Ketua
55
Bisro Sya’Bani
L

Kementrian LHK
Ditjen KSDA-KLHK
56
Markus Miskin
L

Dinas PKO Sikka
Pengawas
57
Firmus Piru
L

SDN Baokrenget
Kepala Sekolah
58
Albertus Ruben
L

PemDesa Hale
Kepala Desa
59
Yonas Doni Tupen
L

UPT KPH Sikka
Staf
60
Marianus Mayolis
L

WTM
Fasilitator Lapangan
61
Yohanes Dawa
L

WTM
Fasilitator Lapangan
62
Richardus Efendi
L

WTM
Fasilitator Lapangan
63
Fendelinus Horung
L

Kelompok Tani
-
64
Polykarpus
L

Pemdes Hebing
Kepala Desa
65
Ignasius Warat
L

Kader Tani

66
Gonzales
L

BPD Egon Gahar
Wakil Ketua
67
Ariva I. Indra

P
Hebing

68
Felixitas Yunita

P
Hebing

69
Edelina Ema

P
Hebing

70
Kristina Bunga

P
Hebing

71
Alexander Alison
L

Hebing

72
Ahasia Y. Nau
L

Polsek Bola

73
Mus Mulyadi
L

WTM
Fasilitator Lapangan
74
Darmina Wisranti

P
Hale

75
Yustina Yusur

P
Hebing

76
Meirevania H.

P
Hebing

77
Dionisius B. Conterius
L

BKSDA Maumere
Staf
78
Alexander Dedy
L

WTM
Koord. Pertanian
79
Albrevis Kristiani Reku

P
Puskesmas Mapitara

80
Yohanesti D. Gokun

P
Puskesmas Mapitara

81
Maria Dewi Susanti

P
Puskesmas Mapitara

82
Wihelmina T. A. Kumanireng

P
Puskesmas Mapitara

83
Yosep Nong Vanus
L

Puskesmas Mapitara

84
Paskalis Rinto
L

Puskesmas Mapitara

85
Bernadetha Natalia

P
Puskesmas Mapitara

86
Christa Santi Sprita

P
Puskesmas Mapitara

87
Wihelmus Woda
L

WTM
Koordinator Pertanian
88
Ernesita Dua Sina

P
WTM
Bagian Keuangan
89
Carolus Winfridus Keupung
L

WTM
Direktur




Lampiran C. Foto dokumentasi
(Hari I, 23 Agustus 2017)
Paulus Nong Susar (Wabup Sikka) Membuka Acara Workshop PSDA yang eco populis Dok. WTM 2017
Penjemputan terhadap para undangan Workshop oleh Warga Hebing, Dok. WTM. 2017
Peserta Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Eco Populis, Dok. WTM, 2017
Panelis  Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Eco Populis sedang Presentasi, Dok. WTM, 2017
Foto Bareng peserta workshop seusai kegiatan bersama para panelis Dok. WTM, 2017
Bisroh Sya’Bani, KSDAE KLHK sedang Presentasi Materi pada acara workshop Dok. WTM, 2017



Foto dokumentasi (Hari II, 24 Agustus 2017)

Aleks Agato (Anggota DPRD Sikka) sedang menanggapi Komisi Kebijakan, Dok. WTM 2017
Vitalis Nong Veny, (Kepala KPH) sedang memberi tanggapan di Komisi A, Dok. WTM 2017
Herry Naif (Koordinator Program) sedang menyampaikan tentang Ressume Penelitian, Dok. WTM 2017
Markus Miskin (Dinas PKO sedang memfasilitasi sidang komisi A, Dok. WTM 2017
Arkadius Reti (Ketua BPD Hebing) sedang Presentasikan hasil sidang Komisi B, Dok. WTM 2017
Sidang Komisi B (Perlindungan dan Pengawasan) Dok. WTM 2017





Tentang Program WTM-Burung Indonesia dan CEPF

Sejak April 2016, telah disepakati kerja sama WTM dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund yang difasilitasi oleh Perkumpulan Burung Indonesia dalam Program: Improving Ecosystem Management and Livehoods around Mt. Egon Indonesia.
Ada berbagai aktifitas yang dilakukan dalam program ini, pengorganisasian petani, usaha tani yang selaras alam dengan berbagai pendampingan yang dilakukan WTM dan Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam yang berujung pada pembuatan peraturan desa dalam menyikapi berbagai masalah sosial yang terjadi terutama dalam kaitan dengan penyelamatan ekologi.
Secara khusus dengan upaya penyelamatan kawasan Egon Ilimedo, berbagai instansi pemerintahah seperti Unit Pelaksan Teknis Kesatuan Pengelolaan Kehutanan (UPT – KPH), Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah IV (Sikka Flores Timur, Lembata Alor), Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sikka, Pemerintah Kecamatan, Koramil Bola, Polsek Bola, Pemerintah Desa (Hale, Hebing, Egon Gahar dan Natakoli), Pihak Gereja dan Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat,
Berbagai stakeholder diorganisir untuk terlibat dalam berbagai aktifitas seperti: menjadi nara sumber dalam legal drafting, green velentine day dan Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam yang eco populis.
Sebetulnya ini dimaksud agar memperluas kampanye dan berbagai upaya penyelamatan kawasan sesuai dengan peran dan kapasitas yang dimiliki setiap komponen. Diyakini bahwa peran tunggal tidak mungkin menyelamatkan kawasan padahal kawasan ini cukup luas dan tentunya memiliki manfaat riil bagi kehidupan warga di sekitar kawasan.
Malah disebut kawasan ini adalah jantung flores (the heart of Flores Island). Dengan demikian, marilah bergandengan tangan membangun upaya-upaya penyelamatan kawasann Egon Ilimedo.
Semoga apa yang ditaburi dengan kebaikan dan ketulusan ini akan bermanfaat bagi masyarakat Sikka dan terutama bagi warga di sekitar kawasan dalam mendukung penyelamatan kawasan Egon Ilimedo.






[1] Yayasan Wahana Tani Mandiri yang disingkat WTM didirikan 29 Januari 1996 dengan Akta Nomor 136 tangga129 Januari 1996, pada Notaris Silvester J. Manbaitfeto, SH. WTM juga terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Maumere, Nomor : 06/Not/1997/PN.MMR, Hari Kamis, Tanggal 23 Januari 1997. Wilayah Kerja WTM meliputi Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
WTM memiliki Visi adalah: "MASYARAKAT TANI YANG MANDIRI". Sedangkan misinya adalah mengembangkan pola pikir, sikap mandiri, dan kemampuan masyarakat tani untuk memperbaiki taraf hidup dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
[2] Crityal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) adalah sebuah lembaga donor yang bekerja sama dengan WTM dalam Program “Improving Ecosystem Manajemen and Livehoods Around Egon Mountion-Indonesia” dengan wilayah Program, yakni: Kecamatan Mapitara.
[3] Profil Ekologi merupakan Hasil Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam, dengan menggunakan Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) yang difasilitasi oleh Wahana Tani Mandiri dan Kader Tani WTM Wilayah Mapitara dalam kerja sama dengan Burung Indonesia dan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF), November 2016  –  Januari 2017
[4] Upacara Huler Wair adalah sebuah ceremonial adat di kabupaten Sikka, yang dilakukan sebagai acara penyambutan bagi tamu/pendatang baru agar mendapat restu dari para leluhur di wilayah setempat.