Rabu, 02 November 2011

Restorasi Ekologi


Hampir seluruh realitas kehidupan manusia, semua komponen yang ada di bumi memiliki ketergantungan antara satu sama lain baik itu makhluk hidup maupun benda mati. Benda mati sering diidentikan sebagai potensi yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan manusia tanpa mempertimbangkan nilai keseimbangan (judment values). Konsentasinya adalah bagaimanan memenuhi kebutuhan manusia? Atau, terminologi yang dikenal adalah pemenuhan hak dasar pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, pekerjaan yang layak dan partisipasi publik dalam seluruh kebijakan. 
 
Upaya pemenuhan hak-hak dasar itu sangat bergantung pada alam. Alam menjadi dermawan tak terbalaskan. Manusia bagai penguasa absolut. Dalam perkembangannnya di tengah pertambahan penduduk yang semakin memadati bumi, ketersedian sumber daya alam terutama yang tak terbarukan mengalami jumlah yang menurun drastis dari waktu ke waktu, kemudian memaksa manusia untuk mengevaluasi pola pengelolaan sumber daya alam (Restorasi Ekologi). 
 
Di tengah amburadulnya pola dan sistem kebijakan pengelolaan sumber daya alam, restorasi ekologi menjadi penting. Seluruh sistem dan pola yang diemban perlu dievaluasi dan dilihat, apakah pola itu masih bernuansa keberlanjutan ekologis ataukah hanya habis pakai sekejap. Dalam konteks ini, beberapa model pengelolaan sumber daya alam yang berpotensi ekstraktif dan eksploitatif harus ditolak, seperti pertambangan dan destructive logging yang dilakukan serempak. 
 
Berbagai aktivitas penyelamatan lingkungan hanya dilakukan sebagai manipulasi atas kerusakan ekologi yang sedang ditimbulkan.






Keterlibatan Perempuan
        Pada kongres perempuan Internasional ke-dua di Kopenhagen, tokoh pejuang perempuan, Clara Zetkin, menganjurkan 8 maret sebagai hari perempuan yang diperingati setiap tahun. Di Indonesia, tahun-tahun itu juga punya arti penting dalam sejarah pergerakan perempuan, karena R.A Kartini dan beberapa perempuan pelopor lainnya sudah memulai perjuangan mendobrak sistem patriarki dan budaya cauvinistic.
Saat ini, kaum perempuan sedunia sedang menghadapi situasi dunia yang genting; krisis ekonomi, krisis pangan, krisis energy, dan krisis ekologis. Ini terjadi karena perilaku sebuah sistem sosial yang selalu mengedepankan logika menggali keuntungan (profit), sehingga tidak menyisakan masa depan bagi rakyat kita dan generasi yang akan datang. Ini juga nampak jelas di Indonesia, negeri dimana 60% kaum perempuannya telah menjadi tulang punggung ekonomi keluarga, namun mereka tetap saja menjadi objek kekerasan di dalam rumah tangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar