Selasa, 01 Oktober 2013

Selamatkan Pulau-pulau Kecil dari Ancaman Perubahan Iklim

Selamatkan Pulau-pulau Kecil dari Ancaman Perubahan Iklim

Selamatkan Pulau-pulau Kecil dari Ancaman Perubahan Iklim

Kupang, suaraflores.com, – Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Nusa Tenggara Timur (WALHI NTT),  Heribertus Naif, mengatakan, pulau-pulau kecil harus diselamatkan sedini mungkin. Karena, ditengah permasalahan pemanasan global dan perubahaan iklim yang berakibat pada ketersediaan air dan pangan menjadi hal yang krusial. Dengan kondisi ini, semua pihak dituntut untuk berperan dalam mendorong upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahaan iklim. Oleh karena itu, penyelamatan pulau-pulau kecil yang terurai dalam kajian daya dukung dan daya tampung lingkunan menjadi hal krusial.

“Artinya, bahwa kita perlu mengetahui seberapa luas, kawasan hutan dan resapan, yang mana menjadi water scathaman area (kawasan penyimpan air), Mustahil, ada air tanpa hutan,” katanya kepada suaraflores.com, Selasa (1/10/2013), di Kantor Walhi  NTT, Kota Kupang.

Heribertus Naif mengatakan, gugus Sunda Kecil (Bali, NTB dan NTT) dan Maluku  serta Maluku Utara, terdiri dari lebih kurang 5. 037 pulau, dan berpenduduk 13. 963. 958 jiwa. Sebagaimana daerah kepulauan lainnya, Sunda Kecil dan Maluku merupakan daerah vulkanik aktif dan memiliki patahan lempeng yang mudah menimbulkan gempa bumi dan tsunami. Daerah resapan air lebih sempit, sedangkan tingkat erosi lebih tinggi. Sebagian besar wilayah pulau, terdiri dari pesisir dan laut. Iklim regional merupakan, iklim mikro yang dipengaruhi keadaan topografi dan laut.  Kemudian menimbulkan iklim musiman yang khas dengan suhu yang relatif panas, dan curah hujan yang relatif kurang, jika dibandingkan pulau besar. Kontur daratan yang berpegunungan, dan pesisir yang sangat luas menjadikan Sunda Kecil dan Maluku memiliki kekayaan alam (hayati, mineral dll) yang berlimpah.

Dia mengatakan, lingkungan lebih terspesialisasi dengan proporsi jenis endemik yang lebih tinggi dibandingkan komunitas keseluruhan yang secara kuantitatif miskin. Hal tersebut juga berarti, Sunda Kecil dan Maluku memiliki kerentanan ekologis, fisik serta sosial-budaya.

Kesamaan karakteristik yang menyatukan Bali, Nusa Tenggara dan Maluku adalah kesamaan geografis (merupakan pulau‐pulau kecil) dengan ciri khas sama. Di antaranya, luasan lahan dan hutannya yang terbatas, dan memiliki keragaman hayati yang rendah, tetapi memiliki keragaman sosial, budaya dan ekonomi, yang pluralis seturut karakteristik sebuah pulau.

Mantan Manajer Eksekutif Walhi NTT ini menambahkan, pulau kecil juga memiliki relasi kebergantungan antara satu pulau dengan pulau tetangganya, agar saling memenuhi kebutuhan. Sunda Kecil dan Maluku, memiliki keunikan antar satu pulau dengan pulau lainnya. Baik dari segi etnisitas,  keanekaragaman hayati, dan sumber daya alamnya. Keragaman tersebut  menumbuhkan  keragaman  budaya  dari  relasi  manusia  dengan  alamnya.
Selain itu, sunda Kecil dan Maluku memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap ancaman geologis, dinamika sosial politik serta ekonomi budaya di tingkat lokal maupun nasional, terhadap ekspansi eksploitasi dan ekstraksi sumber daya alam (Pesisir dan daratan) untuk memenuhi kebutuhan pasar bebas.

Wacana pemanasan global dan  perubahan iklim yang lagi santer dibicarakan menjadi kerisauhan warga pulau-pulau kecil. Karena itu, dibutuhkan model pendekatan pengelolaan Sumber Daya Alam yang berbeda dengan pulau-pulau besar dalam upaya memastikan terjaganya sumber-sumber kehidupan rakyat. Model pengelolaan sumber daya alam bias pulau besar, sejak lama tidak disadari sebagai sebuah permasalahan yang tidak melihat daya tampung dan daya dukung lingkungan. Sebab, pulau-pulau kecil memiliki kerentanan terhadap ancaman perubahan ikllim.

Lebih lanjut dia menambahkan, bahwa evaluasi atas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi fundamen untuk menentukan ruang kelola yang sesuai dengan potensi kewilayahan. Bukannya serampangan dilakukan pengelolaan, kuatirnya akan terjadi overlapping (tumpang tindih) wilayah kelola yang tidak sesuai peruntukannya.

Selain itu, juga dibutuhkan kerja sama antar instansi pemerintah yang berkorelasi dengan isu lingkungan hidup, agar dilakukan sebuah kajian yang komprehensif.

Nilai kearifan lokal yang kosmosentris hendaknya dijadikan sebagai sumber inspirasi, agar diakomodir dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam. Untuk mendukung itu, masyarakat kepulauan harus dijadikan sebagai subjek dalam pengelolaan sumber daya alam, bukannya dijadikan sebagai penonton. (nes)

http://suaraflores.com/selamatkan-pulau-pulau-kecil-dari-ancaman-perubahan-iklim/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar