Sabtu, 30 April 2016

Dapatkan Bibit Unggul, WTM Lakukan Kawin Silang Padi Lokal

SELASA, 22 MARET 2016
Jurnalis: Ebed De Rosary / Editor: ME. Bijo Dirajo / Sumber foto : Ebed De Rosary

MAUMERE --- Mendapatkan bibit unggul tanpa meninggalkan kekhasannya,  Wahana Tani Mandiri (WTM) melakukan perkawinan silang tanaman padi lokal di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).


Kawin silang padi
"Perkawinan silang benih padi di Puskolap Jiro-Jaro, desa Bhera, kecamatan Mego, digelar sejak 14 Maret sampai 16 Maret 2016 ini penting untuk mendapatkan variteas padi lokal yang unggul,"sebut Direktur WTM, Carolus Winfridus Keupung di Maumere, Selasa (22/3/2016).

Disebutkan, kegiatan tersebut difasilitasi oleh Yuni (Petani Masipag Filipina), Elisabet (Konsultan People Led Development Miserior Jerman), Kristof (Satu Nama) didampingi Herry Naif (Koordinator Advokasi, Riset, Lingkungan dan Pengelolaan Hasil).

Dijelaskan, selain mendapatkan produk lokal yang unggul, kegiatan tersebut juga akan meningkatkan nilai tawar petani.

“Kegiatan ini juga merupakan kesempatan untuk menaikan daya tawar petani yang selama ini hanya menjadi penanam tetapi tidak menjadi peneliti,” terangnya.

“Diharapkan, beberapa tahun ke depan para petani dampingan WTM di tiga kecamatan di Sikka  pastinya memberi sebuah nilai baru dalam proses pemulian benih lokal,”sebutnya menambahkan.


Carolus Winfridus Keupung, Direktur WTM
Herry Naif yang ditemui di saat yang sama mengatakan, kegiatan penelitian ini dilakukan dalam dua metode yakni in class untuk mengetahui apa dan tujuan penelitian ini dilakukan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan dan out class adalah untuk mempraktekan teori-teori yang disampaikan.

“Dengan dua metode ini akan mempermudah proses pemahaman petani dalam melakukan praktek kawin silang benih, “ ujar Hery.

Jenis padi yang dijadikan sampel perkawinan jelas Hery yakni  padi Kupang dan Ciherang. Hampir semua peserta, serius mengikuti  praktek tersebut kendati harus dilakukan dalam beberapa tahapan penerjemahan dari bahasa Tagalog, Inggris, dan Indonesia. Atau sebaliknya bila dari peserta maka harus diterjemahkan dari bahasa Indonesia, Inggris dan Tagalog.

“Praktek pemotongongan malai betina yang siap kawin, ditutup dengan kertas dan dilanjutkan dengan penjelasan tentang bagaimana melakukan perkawinan,"ungkap Hery.

Perkawinan ini beber Hery, dilakukan dengan memperhatikan waktu (jam) birahi dari padi jantan yakni jam 9 sampai 11 pagi.


Kegiatan ini oleh Hery dinilai cocok karena hampir sebagian besar padi ladang dan sawah di wilayah Magepanda, Mego dan Tanawaso belum berbulir.

“Harapannya semoga petani bisa melakukannya di lapangan agar benih-benih lokal yang hampir punah ini diselamatkan melalui pemulian benih,” pungkas Hery.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar