Timex, 29 September
2013
Hentikan Tambang,
Lindungi Ekosistem
DAERAH Kepulauan
Sunda Kecil dan Maluku memiliki garis pantai terpanjang di antara
regional Indonesia. Hal tersebut setidaknya berarti bahwa Sunda Kecil
dan Maluku memiliki kekayaan maritim yang cukup untuk mensejahterakan
masyarakat pesisir.
Namun kondisi tersebut
ternyata tidak berlaku otomatis, dimana fakta-fakta lapangan justeru
menunjukkan bagaimana masyarakat pesisir hidup dalam keterbelakangan
sosial serta ekonomi.
Direktur Walhi NTT,
Herry Naif, mengatakan bahwa di NTT yang juga merupakan wilayah
kepulauan, memiliki perairan laut yang sangat kaya potensi. Salah
satunya adalah terumbu karang. Kekayaan ini tidak tidak disertai
dengan upaya pelestarian pengembangan ekosistem laut termasuk
mangrove, kestraoni dan padang lamun.
Padahal, menurut Herry
Naif terumbu karang memiliki manfaat yang sangat luar biasa, misalnya
sebagai tempat ikan memijar, berkembang biak, dan tempat ikan mencari
makan. Keberadaan terumbuh karang hampir merata di semua
kabupaten/kota di NTT. Namun, yang cukup significant terdaftar di
sekitar Teluk Kupang, Teluk Maumere, Riung 17 Pulau, pantai Utara,
Timur dan selatan Sumba, Alor Lembata dan Labuan Bajo.
Menurutnya NTT termasuk
daerah yang memiliki terumbu karang yang cukup baik di Indonesia.
Namun dalam perkembangan dapatn disinyalir oleh para peneliti, bahwa
kurang dari 33,4 persen saja yang masih bagus.
Itu berarti, terumbu
karang di NTT juga mengalami kerusakan akibat aktivias penambangan
karang, pengangkapan ikan degnan alat tangkap terlarang, pengeboman,
penggunaan bahan beracun ditambah lagi lemahnya koordinasi dan
pengawasan antar sektor pemangku kepentingan. Belum lagi, kurangnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang urgensitas pelestarian
terumbu karang, buangan limbah dan sampah rumah tangga.
Herry menyebutan, NTT
sebetulnya merupakan daerah yang memiliki potensi perairan yang
seharusnya menjadi modal bagi pemerintah provinsi untuk dikelola dan
dilestarikan sebagai kekayaan. Dan, keberadaan pesisir NTT yang
sebelumnya hampir bersih dari pencemaran, kini semakin terancam
dengan masuknya industri pertambangan.
Disebutkan, peluang
investasi pertambangan dilihat sebagai akses pengelolaan SDA untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD seakan menjadi
pra-syarat mutlak untuk mendapatkan kue pembangunan. Akibatnya,
pemerintah daerah mengmbil jalan pintas untuk meningkat PAD dengan
masifnya eksploitasi SDA hampir di seluruh wilayah NTT.
Kondisi ini pun, jelas
Herry dialami di NTT, yang mana hampir sebagian pemerintah kabupaten
melakukan kontrak kesepahaman dengan investor tambang dengan
argumentasi peningkatan PAD, dan aktivitas pertambangan pun tak kalah
dilakukan di seluruh wilayah kepulauan NTT. Misalnya jumlah pemohon
ijin di Kabupaten Kupang sampai bulan Desember 2010 terdata 80 persen
yang rata-rata sudah beroperasi.
Disebutkan jumlah
peromohonan ijin di Kabupaten TTS ada 126 (IPR dan IUP), dimana tiga
perusahanan telah mendapatkan IUP produksi yaitu PT. Soe Makmur
Resourcess (2010), PT. Elang Perkasa Resourcess dan PT. Nisso Steel
Indonesia (2011). Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah permohonan ijin
27 IUP eksplorasi, 112 IPR dan empat perusahaan telah mendapat IUP
eksplorasi. Dua diantaranya adalah PT. Elang Perkasa Resourcess
Indonesia dan PT. Elgari Perkasa Resourcess Indonesia. “Di
Kabupaten Belu ada 89 perusahaan. Ada pertambangan minyak di blok
migas Kolbano yang mencakupi 16 Kecamamatan di Kabupaten TTS dan dua
kecamatan di Kabupaten Kupang oleh PT. Eny West Timor, sebut Herry.
Sedangkan di Pulau
Sumba, khusus Kabupaten Sumba Timur dan Sumba Tengah mencakupi
kawasan Lai Wanggi Wanggameti dan Kawasan Manupeu Tanadaru.
Sedangkan di Pulau
Flores, ada pertambangan mangan di Sirise dan Torong Besi di
Kabupaten Manggarai yang memasuki areal kawasan hutan lindung. Ada
juga pertambangan biji besi dan batu bara di Riung, Kabupaten Ngada
yang merupakan kawasan penyangga untk kawasan pariwisata 17 pulau.
“Ada pula pertambangan
emas di Tebedo dan Batu Gosok di Kabupaten Manggarai Barat, serta
pertambangan emas di Pulau Alor, daerah yang sering dikunjungi
bencana gempa bumi. Termasuk pertambangan emas di Pulau Lembata yang
mendapatkan perlawanan rakyat dan Gereja yang kemudian surat
keputusan Bupati harus dicabut, “sebut Herry.
Selama ini, jelas Herry,
beberapa pertambangan emas di Lai Wanggi Wanggameti Kabupaten Sumba
Timur dan Manupeu Tana Daru, dimana kedua tempat ini adalah kawasan
lindung yang terdaftar sebagai Taman Nasional.
Sedangkan tambang mangan
di Sirise dan Torong Besi, sementara dalam proses hukum dimana ada
gugatan class action dari warga setempat. “Di Kabupaten Manggarai
Barat, semua ijin usaha pertambangan (IUP) dicabut dan ditolak
permohonannya oleh Bupati Agustinus Dula” imbuhnya.
Bagi Herry, dari data
yang ada terlihat bahwa NTT masif dilakukan pertambangan. Dia
menilai, pertambangan hampir menjadi pilihan bidang yang dikembangkan
di NTT, pragmatis. Padahal, dalam sebuah kajian yang lebih luas dan
terbukti bahwa pertambangan membawa degradasi kualitas lingkungan
yang luar biasa.
“Hutan yang dilindungi
dengan aturan adat dan Undang-undang Kehutanan akan hancur, hanya
untuk memenuhi kepentingan sesaat. Tidak heran, dimana-mana terjadi
konflik vertikal antara pemerintah dan masyarakat. Kesulitan air
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Banyak lahan pertanian rakyat
dicaplok perusahaan. Kualitas kesehatan masyarakat makin menurun,
hilangnya kearifan lokal akibatnya masuknya nilai-nilai luar. Dan
masih banyak lagi masalah yang timbul dan bisa dilitanikan ,” urai
Herry Naif. (Obed Gerimu/Semy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar