REVITALISASI
NILAI LOKAL
News Analisis, Herry
Naif, Mantan Direktur WALHI NTT
TAHUN lalu beberapa
daerah di NTT dilanda fenomena alam yang berbeda yaitu ketiadaan
hujan. Hujan baru turn pertengahan Februari dan awal Maret 2016 tapi
intensitasnya belum mampu meningkatkan debit air yang menjadi sumber
PDAM Sikka melayani warga kota Maumere dan sekitarnya.
Minimnya curuh hujan
hendaknya dilihat sebagai momentum refleksi berbagai pihak di NTT dan
kabupaten Sikka pada khususnya. Kondisi ini menuntut perhatian
pemerintah Kabupaten Sikka agar melakukan tindakan-tindakan adaptif
mitigatif.
Air adalah unsur
hakiki bukan saja bagi manusia melainkan bagi tanama dan heawan.
Tiada kehiduapan tanpa air. Dulu krisis air adalah masalah perkotaan
sebab di sana banyak jumlah penduduk dan banyak lahan dikonversi.
Kini kelangkaan air tanpa mengenal sekat wilayah, baik di daerah kota
maupun daerah hulu sekalipun. Penurunan debit air dari waktu ke waktu
terjadi seiring dengan kerusakan lingkungan di kawasan resapan
(kawasan hutan), atau gencarnya eksploitasi sumber daya alam
besar-besaran.
Persaingan atas
sumber daya air, baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
(konsumen rumah tangga) maupun kebuhan irigasi dan lainya sering
hanya menguntungkan para penguasa dan pemodal sehingga mereka yang
tak berdaya (rakyat) terlantar dan kehausan.
Banyak warga kota
Maumere mengeluh karena mendapatkan distribusi air. Padahal ada
lembaga daerah yang ditugaskan mengurus pemenuhan air bagi warga
seperti Perusahan Daerah Air Minum (PDAM). Ada pula lembaga yang
didanai oleh Word bank seperti Pansinmas. Mengherankan, kondisi ini
kemudian melahirkan begitu banyak perusahaan air minum (swasta) yang
mengambil air tanah dan dijadikan sebagai lahan bisnis.
Sebagian orang
mungkin mengatakan bawa krisis air terkait jumlah penduduk yang
semakin bertambah. Sebahagian berujar bahwa pembagian pemborosan dan
kurangnya penghormatan terhadap air di tengah masyarakat yang
materialistis dan konsumeristis. Yang lain akan mengatakan bahwa
krisis air berkenaan dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan
kepemilikan atasnya dimana 9 persen dari pelayanan air dikendalikan
oleh sektor publik.
Berhadapan dnegna
persoalan tersebut hanya sedikit orang yang menganalisis bahwa
keterbatasan air dan pangan diakibatkan oleh kondisi ekologi,
terutama kesimbagan ekologi dan makin sempitnya kawasan penyanggah di
setiaip pulau. Ini diperparah oleh merebaknya dampak global warming
dan climate change. Lebih jauh telusuri NTT yang merupakan gugus
pulau api (ring of fire) yang sangat kecil. Ini dituntut agar benar
memiliki kawasan penyangga yang cukup seimbang.
Dari beberapa uraian
di atas tentang krisis air di Sikka maka beberapa rekomendasi
aktifitas penting yang perlu dilakukan adalah monitoring dan evaluasi
terhadap kualitas kawasan lindung dan hulu yang ada di kabupaten
Sikka agar diketahui kondisinya.
Perlu penanaman
kembali paada kawasan yang dinilai rusak dan hendaknya ini menjadi
gerakan bersama rakyat. Rakyat harus dilibatkan secara penuh dan
diberi tanggung jawab . Bahwa rakyat yang sukses menghijaukan dan
menjaga wilayahnya perlu diberi apreseasi dana stimulan.
Rakyat Sikka perlu
merevitalisasi nilai-nilai lokal yang seperti yang pernah dikaji PBH
Nusra. Opi dun kare dunan adalah sistem ruang yang mengalokasikan
wilayah-wilayah puncak gunung sebagai daerah jebakan air atau untuk
kepentingan adat lainnya. Di wilayah ini dilarang penebangan dan
pengembangan pertanian.
Opi Dun Kare Taden,
bentangan alam yang secara fungsional merupakan cadangan lahan
garapan untuk mengantisipasi ledakan penduduk dan keterbatasan lahan.
Dalam areal ini masih harus diperhatikan beberapa fungsi perlindungan
yang harus dijaga, terutama apa yang disebut Lian Puan Wair Matan,
yakni areal di sekitar mata air dan sungai.
Wua Dua Mahe Moan,
yakni tempat-tempat pelaksanaan ritus dan perlindungan menhir ada
suku. Ai Wau Watu Narin, tempat peristirahatan, tempat hiburan.
Biasanya berada di antara ruas jalan dan areal pertanian.
Repi goit raen
rahat, yakni: wilayah yang memiliki kemiringan di atas 60 derajat
tidak boleh dikelola. Nian koben bue tana namang pare, yakni lahan
garapan untuk pertanian. Wilayah yang layak biasanya berada pada
areal yang datar, cukup jauh dari daerah mata air dan bentangan
sungai, tidak dalam kawasan tempat pelaksaan ritus dan tidak berada
pada kemirigan di atas 60 derajat.
Dari beberapa
catatan ini saya mau katakan bahwa Orang Sikka sejak dulu selalu
hidup bersama alam dan selalu menjaga alam. Apalbila pemerintah
kabupaten Sikka mengakomodir nilai-nilai lokal ini, maka tentunya
penyelamatan lingkungan dapat terwujud. Hanya perlu dipertegas dalam
produk hukum (Perda) Perlindungan Kawasan mata air lokal yang berada
di setiap kampung. Pemkab Sikka juga perlu memberi stimulan bagi
masyarakat kawasan hulu agar tetap menjaga kawasan hulu agar tetap
lestari. Pemerintah perlu menertibkan proses pengambilan air tanah di
kota Maumere yang dari hari ke hari semakin meningkat, karena ini
hanya dimanfaatkan sebagai ladang bisnis yang tidak punya kontribusi
bagi pemulian lingkungan hidup (ris)
Sumber: Pos
Kupang Cetak, Kamis 3 Maret 2016, Halaman 1 dan 7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar