“PERTAMBANGAN
MANGAN:
MENJAWABI
ATAU MEMBAWA MULTI-KRISIS?” (1)1
Oleh:
Herry Naif2
Abstract
Manusia memerlukan sumberdaya alam berupa tanah, air, udara, energi dan sumberdaya alam lain termasuk keadaan sumberdaya alam yang terbaharukan ataupun yang tidak terbaharukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya alam yang dibutuhkan itu memiliki keterbatasan kuantitas, kualitas serta keterbatasan ruang dan waktu.
Sumberdaya alam dan manusia mempunyai kaitan yang erat. Kualitas kehidupan manusia ditentukan oleh dirinya dan keadaan sumberdaya alam di sekitarnya atau sebaliknya aktivitas manusia berpengaruh terhadap keberadaan sumberdaya dan lingkungan. Kerusakan lingkungan banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Misalnya; pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan.
Alasan sekelompok orang bahwa pembangunan dengan berfokus pada penggerukan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanyalah rasionalisasi pembenaran atas kebinalannya yang terurai dalam tindakan eksploitatif dan ekstraktif tanpa mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan yang berimbang.
Maraknya pertambangan mangan di pulau Timor bukan merupakan pilihan yang arif dalam menjawabi krisis pangan akibat gagal panen. Apalagi kondisi ekologi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat tengah di ambang kegentingan. Pilhan ini akan berdampak pada krisis pangan, krisis air, kriris energi dan lingkungan yang berkepanjangan.
Sekilas
Tentang Provinsi NTT
Propinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT)
merupakan propinsi kepulauan dengan total pulau sebanyak 566 buah
pulau, diantaranya terdapat 3 gugusan pulau yaitu Flores, (Komodo,
Rinca, Flores, Solor, Adonara, Lembata), Sumba dan Timor (Sabu, Rote,
Semau, Timor, Alor dan Pantar). Dari gugugasan pulau itu yang sudah
berpenghuni (42 buah), tak berpenghuni (524 buah), sudah bernama (246
buah), belum bernama (320 buah). Batas wilayah propinsi ini sebelah
Utara: Laut Flores; Selatan: Laut Hindia; Barat: Selat Sape (Propinsi
NTB); Timur: Negara Timor Leste dan Australia.
Secara
administratif, NTT memiliki 20 Kabupaten dan 1 Kota, 215 kecamatan
dan 2.762 desa. Jumlah penduduk NTT tahun 2009: 4.534.319 jiwa,
dengan kepadatan penduduk 95,76 jiwa per km2. Lebih dari 70% penduduk
bermukim di pedesaan. Sedangkan secara
geografis, provinsi NTT memiliki posisi strategis dimana sebagai
pintu masuk perdagangan menuju benua Australia. Peluang ini sama
sekali sepih dari pehatian pemerintah, malah justru dimanfaatkan amat
baik oleh investor pertambangan Cina, Korea, Jepang, India dan
Australia untuk menggeruk sumber daya alam yang ada di kepulauan ini.
NTT
yang dilabeli sebagai daerah gersang, kering-kerontang, kurang pangan
dan air (daerah serba kekurangan) ternyata menyimpan segudang potensi
mineral yang menyilaukan mata para komprador untuk kepentingan
investasi dan kepentingan para penguasa dalam meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
Setelah
diketahui NTT memiliki banyak potensi mineral, para pemimpin seakan
kehilangan daya kreatif-inovatif dalam mengembangkan sumber-sumber
penghidupan yang bersentuhan langsung dengan kenyataan hidup rakyat
Timor dan NTT pada umumnya, seperti: pertanian, peternakan, perikanan
dan pariwisata. Padahal, sebelum diketahui akan adanya potensi
mineral seperti mangan, marmer, emas, minyak bumi, biji besi dan
beberapa potensi mineral lainnya, hampir seluruh perhatian
dikonsentrasikan pada sumber-sumber penghidupan rakyat tersebut. Ini
terbukti bahwa sepanjang sejarah kehidupan masyarakat NTT disuplai
oleh semua sumber penghidupan tersebut.
Pulau
Timor pernah dikenang sebagai gudang ternak setelah Sumatera. Tetapi
kini peternakan tidak lagi mendapatkan perhatian serius sebagai salah
satu potensi dalam mengembangkan kualitas hidup rakyat. Rupanya orang
sedang lupa-ingatan. Padahal
hampir seluruh pemenuhan hak-hak dasar rakyat (pendidikan,
kesehatan, perumahan, pangan) ditopang oleh adanya peternakan sapi.
Jawaban “kami sekolah karena hasil jual ternak sapi” akan
ditemukan dari bibir para penguasa di daratan Timor. Jawaban ini
sebetulnya membuktikan peternakan mampu memberi jaminan pemenuhan
hak-hak dasar warga tanpa merusak yang lain. Masih ada potensi lain
yang semestinya dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi dan pemerintah
kabupaten di NTT dalam mendorong kesejahteraan rakyat.
Provinsi
NTT sedang gencar melakukan pengembangan industri garam, pengembangan
ternak, pengembangan rumput laut, pengembangan cendana dan gaharu,
pariwisata. Artinya, perlu mengedepankan keunggulan daerah
masing-masing sehingga pembangunan terfokus3.
Ironis,
seiring dengan gencarnya pengembangan program-program tersebut,
aktivitas industri ekstraktif (pertambangan) pun tak kalah dilakukan
di seluruh wilayah kepulauan NTT. Misalnya Jumlah
pemohon ijin di Kabupaten Kupang sampai Desember 2010, 80 perusahaan
(rata-rata sudah beroperasi. Jumlah pemohon ijin di Kabupaten TTS 176
(IPR dan IUP), 3 telah mendapat IUP Produksi yaitu PT. Soe Makmur
Resources (2010), PT. Elang Perkasa Resources dan PT. Nisso Steel
Indonesia (2011) Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah pemohon ijin 27
IUP eksplorasi, 112 IPR, 4 telah mendapat IUP eksplorasi PT. Elang
Perkasa Resources Indonesia, PT. Elang Perkasa Kencana Resources
Indonesia, PT. Elgary Resources Indonesia. Dan di Kabupaten Belu ada
89 perusahaan. Dan di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan. Selain itu
ada pertambangan Minyak di Blok Migas Kolbano – TTS yang mencakupi
16 Kecamtan TTS dan 2 Kecamatan Kabupaten Kupang oleh PT. Eni West
Timor. Di pulau Sumba; Sumba Timur dan Sumba Tengah yang
mencakupi kawasan Lai Wanggi Wanggameti dan Kawasan Manupeu Tana
Daru. Sedangkan di Pulau Flores, pertambangan mangan di Sirise,
Torong besi (Kabupaten Manggarai) yang memasuki areal kawasan hutan
lindung, pertambangan biji besi dan batu bara di Riung Kabupaten
Ngada, yang merupakan kawasan penyangga untuk kawasan pariwisata 17
pulau. Pertambangan emas di Tebedo dan Batu Gosok (Kabupaten
Manggarai Barat), serta pertambangan emas di pulau Alor, daerah yang
sering dikunjungi bencana gempa bumi. Tambang Emas di pulau Lembata
yang mendapatkan perlawanan rakyat dan Gereja yang kemudian Surat
Keputusan Bupati harus dicabut.4
Selama
ini, beberapa pertambangan yang mendapatkan perlawanan adalah
pertambangan emas di Lai Wanggi Wanggameti (Sumba Timur) dan Manupeu
Tanadaru (Sumba Tengah). Kedua tempat ini adalah kawasan lindung yang
mana terdaftar sebagai Taman Nasional. Tambang Mangan di Sirise dan
Torong besi sementara dalam proses hukum dimana ada gugatan class
action dari warga setempat. Di Kabupaten Manggarai Barat semua
Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dicabut dan ditolak permohonannya oleh
Bupati Agustinus Dula. Masyarakat Adat Leragere menolak pertambangan
emas lembata. Aliansi Rakyat Anti Tambang (ARANG) TTS menolak semua
pertambangan mangan di Kabupaten TTS dan NTT pada umumnya.
Tulisan ini, difokuskan
pada pertambangan mangan di pulau Timor yang hampir terjadi di
wilayah kabupaten, (TTU, Belu, TTS, Kupang dan Kota Kupang) yang
menimbulkan banyak perdebatan baik di tingkat rakyat atau pun para
elit penguasa.
Mangan
menurut Atoni pah meto
Mangan
dalam bahasa dawan disebut fatu
metan.
Fatu metan adalah padanan bahasa dawan, fatu
yang
berarti batu dan metan
berarti
hitam.
Secara harafiah fatu
metan
diterjemahkan batu hitam. Mayarakat dawan memberikan nama berdasarkan
jenis dan wujud yang dilihatnya. Namun secara
historis-cultural mangan bagi atoin
pah
meto5
sungguh bernilai. Mangan dipandang bernilai mistik-magis yang harus
dihormati. Bila tidak bencana longsor, angin kencang, kekeringan dan
bencana lainnya akan terjadi sebagai konsekuensi atas tindakan
tersebut. Mangan tidak sembarang diambil atau dipungut untuk
kepentingan apa pun, sekalipun mangan hampir ditemukan dalam semua
wilayah Timor. Pada masa kejayaan kekuasaan
tuan
tanah (tobe)6,
siapa pun tidak diperkenankan untuk memilih atau memindahkan dari
tempatnya.
Tradisi
ini dipertegas dalam filosofi atoni
pah meto melihat
alam (bumi). Bahwa bumi diidentifikasi sesuai dengan struktur fital
tubuh manusia. Tanah (nijan) dilihatnya sebagai daging; Batu (fatu)
dipandangnya sebagai tulang. Air (oel) bagai darah yang terus
mengalir dalam tubuh. Sedangkan hutan adalah paru-paru. Sesuai dengan
paradigma bisa dibayangkan bila seluruh tulang manusia diambil dari
tubuh seseorang bisa disaksikan apa yang terjadi di sana?
Selain
itu, batu dipakai atoin pah meto sebagai simbol untuk suku (fatu
kanaf).
Tidak heran bila hampir semua gunung batu di Pulau Timor dinamakan
sesuai dengan suku yang ada di pulau Timor. Pemberian nama suku pada
sebuah gunung batu, sekalian suku itu adalah penguasa di wilayah
tersebut. Di sini, setiap kita pasti tergugah dan bertanya: Mengapa
batu sangat penting bagi masyarakat di pulau Timor. Atau mengapa,
kearifan lokal masyarakat Timor menempatkan batu pada posisi yang
sangat berharga?
Prinsipnya, kepercayaan
ini dilandasi pada sebuah argumentasi mendasar yang tidak bisa
dilepaspisahkan dari kelestarian lingkungan. Lebih dari itu, dalam
konteks struktur tanah dan geologi, Pulau Timor adalah sebuah pulau
kecil yang unik. Timor disebut daerah gersang, kering-kerontang.
Topografinya, berbukit-bukit dan kering. Dimanakah kawasan penyimpan
air (water scatchman area) berupa kawasan hutan. Kawasan
hutan yang ada kualitasnya tidak sama dengan hutan di Kalimantan,
Papua dan Sumatera.
Herannya di pulau Timor,
air muncul di daerah gunung batu. Berarti secara geologi, pulau ini
unik. Daerah-daerah gunung batu ada air. Dengan demikian, orang Timor
memberikan penghargaan yang luar biasa kepada sebuah batu. Alasannya,
dengan banyak batu akan memberikan sumber mata air dan kehidupan
bagi pulau ini.
Sekilas
Pertambangan Mangan di Pulau Timor
Setelah diketahui NTT
memiliki banyak potensi mineral, para pemimpin seakan kehilangan daya
kreatif-inovatif dalam mengembangkan sumber-sumber penghidupan
seperti: pertanian, peternakan, perikanan dan pariwisata.
Sumber-sumber penghidupan ini bersentuhan langsung dengan kenyataan
hidup rakyat Timor dan NTT pada umumnya,. Oleh sebab itu, sebelum
diketahui akan adanya potensi mineral seperti mangan, marmer, emas,
minyak bumi, biji besi dan beberapa potensi mineral lainnya, hampir
seluruh perhatian dikonsentrasikan pada sumber-sumber penghidupan
tersebut.
Banyaknya
deposit mangan ini, mendorong para geolog berdatangan ke pulau Timor.
Sejak
tahun 2000-an, mangan
mulai diperkenalkan para geolog kepada masyarakat di Pulau Timor.
Bahwa di dalam perut pulau Timor banyak terkandung mineral mangan
yang sangat berharga. Informasi ini disambut gembira masyarakat di
pulau Timor. Mayoritas masyarakat Timor adalah petani lahan kering
yang mana sangat bergantung pada cuaca. Ketika itu mereka sedang
mengalami perubahan cuaca ekstrem dimana kelebihan curah hujan
sehingga membuat para petani tidak bisa bertani pada lahan kering.
Informasi
ini seakan menjadi jawaban atas krisis pangan, ketika tidak ada
pilihan lain dalam menghadapi keterdesakan ekonomi saat itu.
Kapasitas mereka umumnya sangat terbatas. Tanpa mengerti apa itu
mangan dan dampak-dampaknya, secara berjemaat orang berubah menjadi
penambang. Mayoritas masyarakat Timor yang sebelumnya adalah petani
lahan kering serentak berubah profesi menjadi penambang mangan. Malah
ada yang sebelumnya sopir, tukang, honorer, buruh bangunan di kota
pun beralih profesi menjadi penambang mangan. Pergeseran profesi ini
seakan membawa kegemilangan hidup melalui uang tunai yang diterima.
Pilihan
ruang aktivitas menambang disesuaikan dengan kapasitas yang dimiliki
dan diminati masyarakat. Ada yang harus setiap berhari dan bahkan
berminggu-minggu berada di lokasi pertambangan untuk menggali. Ada
penimbun atau penampung mangan, yang akan mengambil fee dari
hasil penjualan kepada pengusaha. Ada pelobi antar warga dengan
pengusaha (calo mangan) dan Pengusa tambang dan Ijin Resmi (Petir).
Sedangkan di Soe Kabupaten TTS, ada kelompok Obama7
(Ojek Bawa Mangan).
Pertambangan
mangan di Timor bisa disebut Pertambangan Berjemaat.
Ini
tergambar jelas dari jumlah perijinan yang dikeluarkan oleh
pemberintah kabupaten di daratan Timor. Misalnya: Jumlah
pemohon ijin di Kabupaten Kupang sampai Desember 2010, 80 perusahaan
(rata-rata sudah beroperasi. Jumlah pemohon ijin di Kabupaten TTS 176
(IPR dan IUP), 3 telah mendapat IUP Produksi yaitu PT. Soe Makmur
Resources (2010), PT. Elang Perkasa Resources dan PT. Nisso Steel
Indonesia (2011) Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah pemohon ijin 27
IUP eksplorasi, 112 IPR, 4 telah mendapat IUP eksplorasi PT. Elang
Perkasa Resources Indonesia, PT. Elang Perkasa Kencana Resources
Indonesia, PT. Elgary Resources Indonesia. Dan di Kabupaten Belu ada
89 perusahaan.
Melihat
masifnya pertambangan berjemaat ini, kemudian banyak pihak
memperdebatkannya dalam berbagai aspek kehidupan, entah pada dampak
ekonomis, lingkungan, sosial dan budaya.
Kerusakan
lingkungan dan nilai-nilai sosial lainnya tidak sebanding dengan yang
diterima masyarakat dan pemerintah kabupaten. Bahkan banyak
perusahaan masih menunggak keuangannya yang semestinya wajib disetor
ke Pemerintah Kabupaten sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD)
bandingkan Tabel 1.
Tabel
1. Data Perusahaan-perusahaan Penunggak Royalti dan Iuran Tetap di
Kabupaten TTU
- NOPERUSAHAANJENIS TUNGGAKANJUMLAH (RP)
1 PT. Bola Dunia Mandiri Royalti 22.750.000,00Iuran Tetap 2.000.000,002 PT. Putra Indonesia Jaya Royalti 24.817.500,003 CV. Lintas Jaya Group Royalti 30.940.000,00Iuran Tetap 2.500.000,004 PT. Wanda Jaya Utama Royalti 11.990.000,005 PT. Batavia Cyclindo Industry Royalti 3.503.500,006 CV. Bumi Timor Pantura Royalti 27.570.000,007 CV. Titian Kasih Roayalti 45.500.000,008 CV. Asia Traco Royalti 12.097.000,009 PT. Elgary Resources Royalti 15.925.000,0010 PT. Elgary Resources Indonesia Royalti 22.750.000,0011 PT. Ainun Persada Sakti Royalti 45.500.000,0012 PT. Artha Envirotama Iuran Tetap 1.200.000,0013 CV. Fajar Utama Iuran Tetap 1.000.000,00
Total Tunggakan Royalti dan Iuran Tetap 271.102.000,00
Sumber:
Pos Kupang
Mencermati
data tabel 1. Data
Perusahaan-perusahaan Penunggak Royalti dan Iuran Tetap di kabupaten
TTU, sebuah pertanyaan terus menggugah bahwa apakah
dengan besar dana yang ada akan mampu menghantar rakyat pada kualitas
hidup yang baik? Dan apa dana sebesar ini akan mampu memulihkan
kerusakan lingkungan yang timbul akibat penggalian mangan yang masif
dilakukan?
Di
sini, dibutuhkan sebuah kebeningan berpikir untuk mencermati lebih
jauh tentang manfaat pertambangan mangan bagi masyarakat Timor.
Ataukah keadilan ekonomi (economy justice) ini akan terbayar
setelah adanya Peraturan Daerah tentang Pertambangan Mangan di
Kabupaten TTU, Belu, TTS dan Kupang?
Ataukah
ada yang lebih substansi harus dilihat sebagai sebuah proses
penjajahan baru (neo-liberalisme) yang selama ini dikampanyekan
secara luas oleh anak negeri yang masih peduli dengan kemandirian
bangsa. Bahwa skema Neo-liberalisme terurai dalam kepentingan
Trans National Corporation (TNC) dan Multi
National Corporation (MNC) harus kemudian diamini dengan
adanya program Corporation Social Reponsibility (CSR) yang
diberikan melalui kelompok-kelompok kritis seperti LSM, Akademisi,
OKP-OKP atau langsung pada komunitas di kawasan tambang. Alasan bahwa
ada program pemberdayaan hanya pelumas hati yang diberikan perusahaan
untuk menghindari kekritisan rakyat atas ketidakadilan ekonomi yang
diterimanya.
Disadari
atau tidak, pertambangan mangan berjemaat tengah membius kekritisan
rakyat dan kelompok civil society di pulau Timor yang sedang
berangan-angan bahwa pertambangan akan memberikan dampak ekonomi.
Dimana ditemukan bahwa dengan pertambangan mangan, warga membeli
motor, Telivisi dan perabot lainnya yang dinilai elit. Tetapi ketika
pendapatan dari hasil penggalian mangan mulai menurun, semua
peralatan yang dibeli ini kembali digadai/dijual untuk membeli makan
atau memenuhi kebutuhan lainnya. Peningkatan ekonomi sesaat memang
dirasakan rakyat. Bagaimana dengan lubang-lubang yang dibiarakan
mengangah itu, apa bisa dipulihkan agar kembali menjadi lahan
pertanian.
Pembenaran
pertambangan melalui perhitungan uang tunai yang diterima masyarakat
dan berbagai kajian sebagai alasan tambahan merupakan sebuah proses
pelegitimasian atas kerusakan ekologi yang tengah berada di ambang
kegentingan.
Pertanian,
peternakan dan Industri Rumah Tangga (tenun-ikat) yang sudah ratusan
tahun terbukti menjadi pemenuh kehidupan masyarakat di Pulau Timor.
Lalu ini harus ditinggalkan dengan bayangan akan adanya uang tunai
yang diterima. Apa yang diprioritaskan adalah memenuhi kebutuhan hari
ini dengan merusak lingkungan hidup secara permanen, hilangnya sumber
air, memotong keberlangsungan hidup generasi yang akan datang, sampai
pada kehilangan nyawa akibat tertimbun tanah dan batu mangan. Baca
Tabel 2, data korban mangan.
Tabel 2. Data Korban
Mangan8
No.
|
HARI
/TANGGAL
|
NAMA
|
USIA
(thn)
|
KEJADIAN
|
LOKASI
|
1.
|
17
Agust. 2009
|
Daud
Lomi Pita
|
48
|
Tewas
tertimbun galian mangan
|
RT 22 / RW 06 Dusun C, Desa Tubuhue, Kec. Amanuban Barat, TTS |
2.
|
10/02/09
|
Simon
Linsini
Etri
Linsini
|
Tewas
tertimbun tanah saat sedang menggali mangan
|
Kel. Naioni | |
3.
|
10/06/09
|
Melianus
Bariut
Petrus
Sabloit
Ambrosius
Seran
Marice
Ton
|
51
38
11
38
|
Tewas
tertimbun saat sedang menggali mangan
|
Kiumabun, Desa Oebola dalam, Kec. Fatuleu, Kab. Kupang |
4.
|
18
oktober 2009
|
Klara
Abuk
Hans
|
50
30
|
Tewas
Tetimbun tanah ketika sedang menggali batu mangan
|
Tuataun, Kec.Feoana, TTS |
5.
|
1
Desember 2009
|
Agustinus
Sila
|
30
|
Tewas
mengenaskan dalam lubang tambang mangan
|
RT 09, Lingkungan 2, Kel.Oelami, Kec. Bikomi Selatan, TTU, Tempat penggalian mangan, Fatukoko |
6.
|
1
Desember 2009
|
Timotius
Sali Lisu
|
29
|
Ditemukan
sekarat dilubang galian mangan, dan harus mnjalani perawatan
intensif di RSU Kefamenanu
|
Kel. Oelami, Kec.Bikomi Selatan, TTU, Tempat penggalian mangan, Fatukoko |
7
|
15
Desember 2009
|
Marta
Laitoto
|
39
|
Tewan
tertimbun tanah di lokasi tambang Nulopo
|
Kelurahan Ponu, Kecamatan Biboki Ainleu, Kabupaten TTU |
8
|
27
Februari 2010
|
Marsel
Amnesi
|
30
|
Tewas
tertimbun tanah dilokasi penggalian mangan
|
RT 20 / RW 2, Naioni,Kupang (Lokasi penggalian mangan Oelnunfafi, kel. Naioni, Kec. Alak,Kota Kupang) |
9
|
5 Mei
2010
|
Remon
Aklili
|
8
|
Tewas
tertimbun bongkahan tanah saat menggali batu mangan
|
Murid kelas 2, SDI Oelusapi, dusun 3, Desa Poto,Kec. Fatuleu Barat |
10
|
Dita
Nono
|
38
|
Tewas
di tempat Penggalian Mangan
|
Desa Nimasi, Kecamatan Kab. TTU | |
11
|
10/01/10
|
Martinus
Tasik
Maria
Bita Luan
|
Tertimbun
longsoran tanah akibat penggalian Mangan
|
Tabean B, Desa Tukuneno Kecamatan Tasifeto Barat, Kab. Belu |
Sumber
: Pos Kupang dan informasi lapangan
Harus
dimengerti juga tentang apa dan bagaimana dampak dari pertambangan
serta urgensinya bagi kondisi NTT sebagai provinsi kepulauan yang
merupakan daerah ring of fire yang mana rentan terhadap
berbagai bencana seperti: kekeringan, longsor, gempa bumi, tsunami,
banjir serta bencana lainnya yang terus menjadi langganan masyarakat
di pulau Timor.
Respon
Para Pihak di Kabupaten TTU
Carut-marut
pertambangan di Kabupaten TTU yang lagi santer dibicarakan publik
baik media maupun dalam pembicaraan warga TTU dan pulau Timor pada
umumnya. Pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten TTU telah menerbitkan
82 Surat Kuasa Pertambangan yang terdiri dari 64 Ijin KP eksplorasi
dan 18 KPR dengan total areal tambang 92.532 hektar tidak termasuk
areal tambang yang belum mendapatkan ijin.
Semangat
jual murah, keruk
habis bahan tambang
sedang dipertontonkan dengan alasan peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD). Padahal, daerah ini terkenal dengan busung lapar, rawan
tanah longsor, gagal panen. Dipikirnya bahwa pertambangan menjadi
jawaban atas kemiskinan yang terus menggurita.
Merespon
semua fakta permasalahan pertambangan mangan di Kabupaten TTU yang
selalu diwarnai pro-kontra, DPRD Kabupaten TTU berinisiasi untuk
menyikapi pertambangan mangan tersebut dengan membahasnya secara
khusus. Dibentuklah Tim Panitia Khusus (Pansus) Mangan untuk
melakukan kajian administrasi dan lapangan.
Lambannya
inisiasi pembentukan Pansus Mangan di Kabupaten TTU, Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Kefamenanu dan
Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMNI) cabang Kefamenanu mendesak DPRD
TTU segera menindaklanjuti membentuk Tim Pansus.
Aspirasi ini kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuk Tim yang
beranggotakan: H. Frengky Saunoah, SE (Ketua), Yasintus Naif, SE
(Wakil Ketua), Aloysius Talan, SP (Sekretaris) serta beranggotakan:
Frans Tatang Salu, Atonius M. Z. Lake, SH., Karolus Sonbai, F. X.
Dwiyanto Tantri Sanak, Thimotheus Atolan dan Agustinus Ndun. Tim ini
kemudian melakukan aktivitas dalam rangka memberikan kesimpulan dan
rekomendasi atas berbagai masalah yang berkaitan dengan pengelolaan
pertambangan mangan di wilayah Kabupaten TTU.
Hasil
kerja Tim Pansus sudah dirampung sejak akhir bulan Juni 2010 sesuai
dengan Jadwal Sidang semestinya dilaporkan pada Sidang Paripurna
tanggal 6 Juli 2010. Namun itu tidak bisa dijalankan karena
ketidakhadiran Bupati TTU (Drs. Gabriel Manek. Msi.) lalu diputuskan
untuk diundurkan sampai pada tanggal 8 Juli 2010. Akan tetapi pada
kesempatan itu juga tidak dihadiri oleh Bupati TTU dan
instansi-instansi terkait. Sikap menyepelehkan ini akhirnya berdampak
pada belum terlaksananya Sidang I DPRD Kabupaten TTU tahun sidang
2010 dan fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah mundurunya
penghargaan dan penghormatan terhadap Tugas, Fungsi, Wewenang dan
Kedudukan DPRD sebagaimana diamanatkan oleh Ketentuan Peraturan
Perundang-udangan.9
Pembentukan
Pansus tidak ada niat apa pun yang terselubung mencederai dan
mendiskreditkan individu dan atau sekelompok orang tertentu melainkan
sebagai suatu wahana tertentu bagi terlaksananya penataan kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang baik dalam semangat “good
government and clean government”.
Akhirnya,
pada tanggal 4 September 2010 dipresentasikan hasil kesimpulan dan
rekomendasi DPRD TTU atas permasalahan pertambangan Mangan di
Kabupaten TTU. Beberapa Kesimpulan10
diantaranya:
- Dalam menerbitkan Surat Keputusan Bupati tentang Ijin Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bupati Timor Tengah Utara telah melanggar Pasal 8 ayat 1, 2, 4, 5 huruf c dan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten TTU Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pertambangan Umum;
- Pemerintah Daerah melalui Dinas-Dinas terkait tidak melakukan pengawasan yang baik terhadap kegiatan pertambangan mangan sehingga investor telah melakukan kegiatan yang melampaui ijin yang diberikan dimana kegiatan yang dilakukan sudah pada tahap eksploitasi
- Penetapan harga yang tidak berpihak pada masyarakat sehingga tidak ada jaminan menuju kesejahteraan bagi masyarakat penambang
- Sistem Administrasi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU sangat Amburadul sehingga berada di bawah garis kewajaran sebuah institus pemerintahan.
- Ada Ijin Kuasa Pertambangan Eksplorasi yang tidak tercatat pada dokumen pengiriman batu mangan (dok. Dari kantor Perhubungan laut Atapupu Atambuan).
Dari
beberapa kesimpulan itu, DPRD TTU memberikan beberapa rekomendasi
yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten TTU. Beberapa
rekomendasi11
yakni:
- Sehubungan dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik dilakukan secara sendiri atau bersama-sama terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan maka Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum melakukan proses hukum sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
- Pansus merekomendasikan kepada paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum mengusut dugaan kerugian negara dan daerah;
- Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum mengusut dugaan tindak pidana pemalsuan paraf Sekretaris Daerah kabupaten TTU
- Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan pemalsuan surat Keputusan Bupati TTU tentang Ijin Kuasa Pertambangan Mangan oleh PT Tiara Utfar Mandiri dan PT Parikesit Tambang Jaya;
- Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU untuk menghentikan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU Lodofikus Sila, SH dari jabatannya karena tidak mempunyai kecakapan dan kapasitas yang memadai untuk memimpin Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU;
- Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU mencabut ijin Perusahaan-Perusahaan yang mendapat penolakan dari masyarakat dan melakukan praktek kolusi dengan oknum pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU
- Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar segera melakukan revisi terhadap Perda Kabupaten TTU No. 5 Tahun 2003
- Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar pengelolaan potensi pertambangan mangan lebih memprioritas pemberdayaan pengusaha lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat TTU dengan memberi akses yang luas untuk pola pengelolaan melalui Ijin pertambangan Rakyat [IPR]
- Pansus merekomendasikan kepada paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar segera mencabut surat Keputusan Bupati tentang harga mangan dan selanjutnya harga mangan dibiarkan untuk mengikuti mekanisme pasar
- Pansus merekomendsikan kepada Paripurna DPRD agar menegaskan kepada Bupati TTU untuk segera melaksanakan Peraturan Bupati TTU Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pelimpahan sebagian Kewenangan Bupati di Bidang Peijinan kepada kepala KP2YSP Kabupaten TTU khususnya perijinan bahan Galian B karena sampai saat ini masih melekat pada Dinas Pertanbangan dan Energi
- Pansus merekomendasikan kepada Paripura DPRD untuk membentuk tim Pengawas Pelaksanaan Keputusan DPRD
Dari
beberapa kesimpulan dan rekomendasi ini, sejak dipresentasikan hingga
hari ini belum ada kemajuan yang jelas dalam mengatasi permasalahan
pertambangan mangan di kabupaten TTU.
Di
tengah perguncingan itu, muncul kelompok civil society yang
melakukan studi cepat, Perempuan dan Pertambangan Mangan di Timor
Barat yang dikoordinir oleh Yayasan Bife Kuan. Hasil studi cepat ini
kemudian ditindaklanjuti dengan Workshop “Perempuan dan
Pertambangan Mangan di Timor Barat” yang dilakukan pada
tanggal, 23 November 2010 dengan Nara Sumber: Bupati Kupang, Bupati
TTU Terpilih (Raymundus Fernandez), Herry Naif (WALHI NTT) dan Fili
Tahu (Direktris Yabiku). Ada beberapa poin rekomendasi yang
dihasilkan, terutama harus ada penghentian sementara pertambangan
mangan sampai pada sebuah kejelasan.
Setelah
Pelantikan Bupati TTU, 21 Desember 2010 Bupati TTU terlantik
(Raymundus Sau Fernandez) mengeluarkan SK Bupati
No.188.33 pada tanggal 31 Desember 2011 bahwa untuk
melakukan evaluasi kegiatan pertambangan dalam wilayah Kabupaten TTU
serta untuk mewujudkan pengelolaan pertambangan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan ketentuan
perudang-perundangan: sejak tanggal 1 Januari 2011 untuk sementara
segala pengurusan berkaitan dengan perijinan pertambangan batu mangan
baik IUP eksplorasi, IUP Operasi pertambangan maupun ijin
pertambangan rakyat. 12
Sebagai
tindak lanjut dari surat Penghentian Tambang Mangan di Kabupaten TTU,
dibentuklah Tim Verifikasi Mangan. Tim ini juga kemudian melakukan
akvitasnya misalnya melakukan pemantauan lapangan, kajian
administrasi. Dengan hasil itu, Yabiku13
menindaklanjuti program ini hingga pada penyusunan draft akademis
menuju sebuah Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Pertambangan di
Kabupaten TTU.
Untuk
mencapai tujuan itu, dilakukan Seminar
dan lokakarya: Membangun
Tata Kelola Minerba yang Pro Eco-Populis,
yang diselenggarakan oleh Yabiku, Oxfam Australia dan Pemkab TTU.
Kegiatan ini dilakukan di hotel Frawijawa pada tanggal 20 – 21 Juni
2011. Kegiatan ini dihadiri oleh para pihak seperti:
instansi-instansi terkait dengan lingkungan dan pertambangan,
masyarakat, LSM, Pers, Pengusaha, Mahasiswa, kelompok perempuan dan
para pihak lainnya. Narasumber dalam kegiatan tersebut, Bupati TTU,
Ketua Pansus Mangan, Ketua Komisi C, Ketua Tim Verifikasi Mangan,
Perwakilan CSO dan Ketua LKBH Undana.
Materi-materi
yang disampaikan nara sumber dan peserta difokuskan pada kompromi
akan adanya pertambangan dengan memperhatikan keadilan ekonomi dan
reklamasi dilakukan pada pasca tambang. Pemerintah Kabupaten perlu
menetapkan Peraturan Daerah (Perda) sesui dengan ketetapan
Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara
(minerba) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan dan Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pengawasan
Perijinan. Diyakini bahwa dengan hadirnya Perda tentang pengelolaan
pertambangan mangan di Kabupaten TTU akan menyelesaikan berbagai
konflik yang terungkap dalam forum-forum atau diskusi.
Analisis
Dampak Pertambangan Mangan di Kabupaten TTU
Perubahan
Bentangan Alam (landscape)
Luas
wilayah kabupaten TTU adalah 2.669.70 km2 atau 5,6% dari Luas
Provinsi NTT. Sedangkan, luas laut Kabupaten TTU adalah 950 km2. Dari
luas wilayah daratan ini, diklasifikasi bahwa tanah yang rawan erosi
seluas 142, 99 Ha (39,4%) sedangkan tanah yang relatif stabil seluas
161, 74 (60,6%).14
Penggalian
dan pengambilan mangan di Kabupaten TTU yang dilegitimasi Pemerintah
Kabupaten TTU dengan diterbitkannya 82 Surat Kuasa Pertambangan yang
terdiri dari 64 Ijin KP eksplorasi dan 18 KPR dengan total areal
tambang 92.532 hektar tidak termasuk areal tambang yang belum
mendapatkan ijin. Kondisi ini diperparah dengan tanah rawan erosi di
Kabupaten TTU, seluas 142,99 Ha (39,4%).
Permukaan
tanah dikupas, digali, menjadi lubang-lubang, dan hilangnya
keanekaragaman hayati, akibat perubahan bentangan alam dan kerusakan
ekologi. “Selama ini, struktur perekonomian Kabupaten TTU
didominasi sektor pertanian (74,7%) khususnya sub-sektor tanaman
pangan yang menjadi tempat sebagian besar masyarakatnya mencari
sumber penghasilan, sehingga keberadaan dan keberlangsungan sub
sektor ini menjadi sangat strategis”.15
Perubahan
bentangan alam yang tergambar jelas dalam ratusan lubang yang
kedalamannya 2 – 8 meter. Selain itu berdampak juga pada
menyempitnya lahan pertanian rakyat. Alasan cuaca ekstrem selama dua
tahun 2009 – 2010 ini mestinya menjadi kajian pemerintah kabupaten
dan memfasilitas rakyat menuju musim paceklik (keterdesakan ekonomi)
seperti yang dialami sekarang. Bukannya memperparah kondisi ekologi
dengan banyak tanah dibongkar (lubang). Praksisnya tidak gampang
dipulihkan untuk dijadikan lahan pertanian seperti sebelumnya.
Kerusakan
Tata Hidrologi Air
Ketersedian
air sangat bergantung pada luas hutan dimana berfungsi sebagai water
cathcman area (kawasan penangkapan air). Kabupaten TTU memiliki
luas hutan seluas 126,235 ha (47,3%) dari luas wilayah daratan16.
Itu berarti, Kabupaten TTU memiliki kawasan penyangga yang memenuhi
syarat, tetapi apakah kondisinya memenuhi syarat sebagai hutan.
Ataukah itu hanya data administratif yang tidak pernah dimoratorium
kerusakannya?Logikanya, bila Kabupaten TTU memiliki wilayah hutan
seluas itu dalam kondisi baik semestinya
tidak ada permasalahan kekurangan air seperti yang dialami?
Kenyataan
bahwa sebagian besar wilayah TTU ada daerah kekurangan air. Malah ada
tempat yang ketiadaan air. Masyarakat dapat memenuhi kebutuhan air
dengan mendatangkan air dari tempat yang jauh. Misalnya: warga kota
kefa memenuhi kebutuhan air dengan berharap pada air yang didatangkan
dari Sumber Mata Air di Mutis.
Belum
ada itikad baik pemerintah kabupaten TTU dalam proses pemulihan
ekologi.
Pertambangan
mangan berdampak pada kerusakan hutan dan perubahan tata hidrologi
air. Pertambangan mangan dilakukan di luar kawasan hutan pun akan
sangat mengganggu ekologi dimana akan menimbulkan pencemaran udara
dan air. Kondisi keterbatasan air ini pun akan semakin menambah
permasalahan karena air juga harus didistribusi untuk persawahan
rakyat dan berbagai kebutuhan lainnya. Mumpung,
belum dilakukan proses pencucian dan pemurnian mangan dilakukan di
wilayah kabupaten TTU.
Limbah
Beracun/Tailing
Secara
teoritis, mangan adalah kimia logam aktif, abu-abu merah muda yang di
tunjukkan pada symbol Mn dan nomor atom 25. Ini adalah elemen pertama
di Grup 7 dari tabel periodic. Mangan merupakan dua belas unsur
paling berlimpah di kerak bumi (sekitar 0,1%) yang terjadi secara
alamiah. Mangan merupakan logam keras dan sangat rapuh. Sulit untuk
meleleh, tetapi mudah teroksidasi. Mangan bersifat reaktif ketika
murni, dan sebagai bubuk itu akan terbakar dalam oksigen, bereaksi
dengan air dan larut dalam asam encer. Menyerupai besi tapi lebih
keras dan lebih rapuh.”17
Mangan
bila diserap tubuh terlalu banyak akan merusak hati, membuat iritasi,
karsinogen atau menyebabkan kanker. Kondisi ini dikwatirkan akan
menimpah para penambang mangan di Kabupaten TTU yang tanpa dilengkapi
dengan masker dan kaos tangan. Perlahan-lahan penambang mengalami
keracunan.
Mengenai
hal tersebut ada warga yang melakukan eksperimen dengan merendam
mangan di air dan kemudian air tersebut diberikan kepada anjing.
Hasilnya bahwa anjing tersebut mati.18
Dari
eksperimen rakyat tersebut, disimpulkan bahwa mangan memiliki kadar
racun yang cukup tinggi. Bisa dibayangkan bila itu kemudian dialami
oleh penambang, yang tidak pernah mengetahui dampak fatal tersebut.
Rakyat menambang tanpa mengerti apa dampak dari pertambangan mangan.
Pragmatis
Ekonomi-Politik
Politik
sesungguhnya memiliki arti yang sangat luhur, dimana tercipta banyak
cara untuk mecapai kesejahteraan bersama (bonum
commune). Apakah itu sungguh terjadi? Ataukah politik
telah disalahpahami untuk kekuasaan dan meraup keuntungan untuk diri
penguasa dan kelompoknya.
Dalam
konteks perhelatan politik di kabuapten TTU, pertambangan menjadi
sesuatu yang dipakai sebagai kampanye publik untuk meraup kemenangan
demokrasi. Tetapi apakah kemenangan itu kemudian berdampak pada
perbaikan pengelolaan sumber daya alam.
Pada
masa kepemimpinan sebelumnya (2005 - 2010), pemerintah Kabupaten TTU
menerbitkan 82 Surat Kuasa Pertambangan yang terdiri dari 64 Ijin KP
eksplorasi dan 18 KPR dengan total areal tambang 92.532 hektar tidak
termasuk areal tambang yang belum mendapatkan ijin. Argumentasi
Pemerintah yang diwakili Dinas Pertambangan Kabupaten TTU bahwa ada
jaminan tiap titik 50 juta. Bila didistribusikan pada titik tambang
maka tidak ada artinya dibanding kerusakan yang ditimbulkan. Dana itu
bila diperlukan untuk rabat jalan dusun pada sebuah desa juga tidak
cukup.
Kepemimpinan
TTU (2010 – 2015) tetap melihat pertanian dan peternakan sebagai
lokomotif pembangunan Kabupaten TTU. Tetapi kenyataan bahwa dunia
pertambangan pun tetapi mendapat perhatian serius dimana sedang
didorong adanya Perda Pertambangan. Malah sementara juga dilakukan
penyesuaian ijin pertambangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 dan PP 22 dan PP 23 Tahun 2010. Dari
60 pemohon Kuasa Pertambangan sementara 48 IUP Eksplorasi dalam taraf
proses penyesuaian sambil menunggu kajian AMDAL dari Bapedalda TTU.
Dari
kenyataan ini terlihat bahwa sistem politik yang ada cendrung pro
tambang. Semua proses yang sedang dilakukan hanyalah simbol
kompromistis antara berbagai kepentingan pemodal dan para pihak
berkepentingan. Bahwa harmonisasi para pihak ini apakah akan
melahirkan sebuah konsep perbaikan ekologi atas berbagai kerusakan
yang telah ditimbulkan akibat pertambangan.
Kearifan
Lokal Tergusur
Masyarakat
dawan menganalogikan bumi seperti seorang manusia. Batu dipandangnya
sebagai tulang, tanah sebagai daging, hutan sebagai paru-paru dan air
adalah darah yang terus mengalir. Keluhuran pandangan ini harus
dipelihara anak cucu masyarakat dawan, yangmana bernuansakan
perlindungan bumi dan isinya demi menjaga keseimbangan ekologi.
Akibat
pergeseran zaman, sosial communal yang dihidupi masyarakat
dawan gampang digeser kepentingan individualistik - kapitalistik.
Hubungan sosial terbentuk karena kesamaan kepentingan atas
pengelolaan sumber-sumber produksi setempat, kesamaan atas tanah dan
kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya. Direnggutnya
penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam menyebabkan
fondasi modal sosial mereka lenyap dan berdampak pada: lenyapnya daya
ingat sosial, hilangnya tatanan nilai sosial yang dulunya dimiliki
komunitas. Misalnya, budaya nekaf mese ansaof mese akan
ditinggalkan akibat perebutan mineral (mangan).
Keracunan Bumi dan Manusia
Mangan
diserap tubuh terlalu banyak akan merusak hati, membuat iritasi,
karsinogen atau menyebabkan kanker atau menurunnya daya tahan tubuh,
karena merosotnya mutu kesehatan, mental warga, dan seringkali
munculnya penyakit-penyakit baru, baik penyakit yang berupa
metabolisme akut akibat pencemaran (udara, air, tanah dan bahan-bahan
hayati yang dikonsumsi), penyakit menular (kelamin)dan penyakit lain
yang dibawa oleh pekerja yang berasal dari luar daerah.
Di
Kabupaten TTU, jumlah penderita rawat jalan pada Puskesmas, Puskesmas
Pembantu dan RSUD Kefamenanu selama 2006 sebanyak 17248 kali
kunjungan (pasien) atau turun 11,8% dibanding tahun 2005 (19568).
Jenis penyakit yang dominan masing-masing: Infeksi saluran pernapasan
Akut (ISPA) 50,8 %, penyakit lainnya 29,6%, penyakit dengan tanda
gejala tak jelas lainnya 6,3%, penyakit yang lainnya di bawah 5%.
Sedangkan Penderita rawat inap selama tahun 2006 pada RSUD
Kefamenanu sebanyak 2.267 kunjungan
(pasien) atau turun 38,3 persen dari keadaan tahun sebelumnya.
Penyakit dominan untuk kunjungan rawat inap: Diare 34,7% penyakit
lainnya sebesar 24,6 %, pneumonia 11,5%, penyakit dengan tanda gejala
dan keadaan tak jelas 5,69%, malaria 5,43%, penyakit lainnya dibawah
5% (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan
(TTU).
Pertambangan
mangan yang dilakukan manual di Kabupaten TTU akan berakibat buruk
terhadap kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten TTU akibat
tercemarnya lahan pertanian, sumber air dan peternakan. Sebelum
adanya pertambangan mangan di Kabupaten TTU, penyakit dominan yang
dialami adalah ISPA (Infeksi memperburuk kondisi kesehatan masyarakat
kabupaten TTU. Dengan 82 SKP yang dilakukan hampir di seluruh wilayah
kabupaten TTU. Pencemaran bumi dialami akibat pertambangan pada
wilayah tertentu.
Kondisi
ini diperparah karena Dinas Kesehatan Saluran Pernapasan Akut) dan
diare akan mengalami peningkatan yang luar biasa, karena tercemarnya
udara, air dan lahan pertanian. Sebelum pertambangan, data BPS (2006)
menunjukkan dari 236.853 balita, 142. 535 dalam keadaan baik gizinya,
78.883 mengalami gizi sedang dan 15.435 mengalami gizi buruk.
Jumlah
balita yang mengalami gizi buruk ini akan mengalami peningkatan
karena ibu hamil dan anak juga ikut dalam pertambangan mangan.
Apalagi, kedua penyakit ini memiliki korelasi dengan pencemaran udara
dan air. Untuk itu, pencemaran udara dan air akibat pertambangan
mangan akan sendiri tidak memiliki rekomendasi layak tidaknya
pertambangan. Dinas Kesehatan bukan pemadam kebakaran tetapi mestinya
sebelum pertambangan Dinas Kesehatan sudah memiliki Kajian tentang
dampat Pertambangan bagi kesehatan masyarakat.
Pola
Konsumeristik dan Kapitalistik
Kehilangan
sumber produksi (tanah dan kekayaan alam) melumpuhkan kemampuan
masyarakat setempat menghasilkan barang-barang dan kebutuhan pangan.
Pertambangan
mangan akan mempersempit lahan pertanian dan peternakan yang selama
ini menjadi sumber penghidupan masyarakat TTU. Misalnya,
pengembangbiakan ternak sapi 70.229 (2005) meningkat menjadi 75. 475
(2006) (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan
BAPEDA TTU). Artinya, ternak sapi sangat cocok dikembangkan di
Kabupaten TTU yang selama ini juga menjadi pendapatan alternatif
rakyat dalam memenuhi hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan dan
perumahan.
Rusaknya
tata konsumsi. Pertambangan mangan akan membawa perubahan pola
konsumsi yang individualistik dan konsumeristik. Masyarakat akan
sangat bergantung pada pada pasokan pangan dari luar. Selain itu
pertambangan berdampak pada rusaknya tata distribusi. Kegiatan
distribusi setempat semakin didominasi oleh arus masuknya barang dan
jasa ke dalam komunitas. Biasanya awal sebuah pertambangan dibangun
opini publik bahwa pertambangan akan membawa kesejahteraan dengan
meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat.
Kenyataan
di berbagai tempat lain, janji investor dan Pemerintah Kabupaten TTU
adalah peningkatan ekonomi rakyat akan berubah roman menjadi kuli di
negeri sendiri, seperti yang terjadi pada Pertambangan Buyat Minahasa
Raya dimana warga harus meniggalkan tempat kelahirannya karena tidak
mampu menanggung derita dampak pertambangan.
Kesimpulan
Akselerasi
pembangunan melalui pengelolaan sumber daya alam terutama melalui
bidang pertambangan sebagai jawaban untuk peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), penyedian lapangan kerja, percepatan pertumbuhan
ekonomi, percepatan pembangunan desa tertinggal atau pengurangan
kemiskinan di kabupaten TTU perlu dicermati. Para pelaku pertambangan
juga selalu memberikan ilusi-ilusi tentang kemakmuran dan
kesejahteraan dari eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari bumi
Indonesia umumnya dan Kabupaten TTU pada khususnya adalah mantera
yang digulirkan terus-menerus untuk menghegemoni rakyat bahwa
kehadiran industri tambang mangan mutlak diperlukan.
Dari
kenyataan yang ada, belum pernah ada bukti. Tambang Emas Freeport di
Papua hanya bisa dibanggakan Indonesia sebagai Tambang Emas terbesar
tetapi hasilnya adalah Propinsi Papua menjadi propinsi termiskin.
Atau tambang Buyat Minahasa, masyarakat setempat harus
melepastinggalkan tanah warisan leluhur karena tidak mampu menanggung
derita akibat pertambangan.
Prinsipnya,
pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui
penggalian. Masyarakat hanya akan menjadi penikmat warisan jutaan ton
limbah tambang dan kerusakan lingkungan dan sosial lainnya. Apalagi
dicermati bahwa lingkungan hidup di NTT diambang kegentingan akibat
pemanasan global, global warming dan perubahan iklim, climate change
yang terus terjadi.
Apabila
kondisi ini tidak disikapi secara objektif oleh pemerintah maupun
masyarakat TTU, tidak heran wilayah ini akan mengalami kondisi yang
mengenaskan. Pertama, bumi Biinmaffo berada di antara tiga lempeng
yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng pasifik Pan lempeng Eurosia.
Karena letak ini, maka tak heran wilayah ini sering terjadi bencana.
Kedua, bumi Biinmaffo berada di Pulau Timor yang merupakan gugus
pulau kecil karena itu sangat rentan dengan kehilangan pulau. Ketiga,
bumi Binmaffo tidak hanya bisa dibangun dengan pertambangan.
Kabupaten TTU bisa membangun dengan potensi alam dalam bidang
pertanian dan kelautan yang terkandung di dalamnya. Keempat, bumi
Biinmaffo harus dikembalikan keasriannya dengan menolak seluruh
pertambangan yang sedang diproses, karena pertambangan akan
menghancurkan ekosistem yang ada di Kabupaten TTU.
1Karya
ini adalah hasil “Survey Lapangan” yang didukung ecosochright
2Penulis
adalah aktivis lingkungan yang sementara menjadi Manajer Program
WALHI NTT
3Lih.
Pos Kupang, 1 Februari 2011, hal. 1 & 11
4Dok.
WALHI NTT, 2009-2011
5Atoin
pah meto julukan bagi orang dawan: artinya orang yang tinggal di
daerah kering. Timor adalah wilayah yang dikenal gersang maka
pertanian yang dikembangkan adalah pertanian lahan kering terkecuali
bagi beberapa daerah yang memiliki areal persawahan.
6Tobe
adalah salah struktur adat yang mengatur proses pengelolaan lahan
dan dia adalah penguasa wilayah, kendatipun wilayah itu dimiliki
secara kolektif oleh suku-suku yang ada di wilayah itu. Tobe adalah
pemimpin upacara di saat pembukaan kebun bagi tob ana (rakyat) ingin
melakukan upacara.
7Obama
(Ojek Bawa Mangan), sebuah kelompok yang muncul di daerah
Supul Kabupaten TTS. Kelompok ini muncul sebagai bentuk protes warga
terhadap hadirnya PT. SMR yang membeli mangan di bawah harga di
tempat lain, misalnya kefamenanu – TTU. Karena itu kelompok ini
mendistribusikan mangan ke TTU menggunakan motor ojek.
8Data
ini dikumpulkan dari hasil liputan Pos Kupang, 2009 – 2011 dan
beberapa data lapangan lainnya.
9Dikutip
dari Laporan Hasil Kerja Pansus Pertambangan Mangan DPRD Kabupaten
TTU, Kefamenanu, 04 September 2010
10Dok.
Laporan Hasil Kerja Pansus Pertambangan Mangan DPRD Kabupaten TTU
11Dok.
Laporan Hasil Kerja Pansus Pertambangan Mangan DPRD Kabupaten TTU
12Dok.
Copian SK Bupati
13Yabiku
(Yayasan Bife Kuan) salah satu lembaga non profit yang selama ini
bekerja untuk kelompok terpinggir terutama dalam isu hak-hak
perempuan dan pangan
14
Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU).
15Ibid.,
16Ibid.,
17
http://id.wikipedia.org/wiki/Mangan
18Hasil
temuan Yabiku (Yayasan Bife Kuan), Kefamenanu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar