Sabtu, 26 Januari 2013


 USIF OEMATAN DISERAHTERIMAKAN BENDERA WALHI
Ferdinand Staf Eknas Walhi  menyerahkan bendera WALHI
Kupang – Walhinews, Festival Ningkam Haumeni III yang diselenggarakan di Bukit Anjaf – Nausus, Desa Fatukoto, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten TTS, NTT (23-26/07). Festival yang bertajuk “Masyarakat Adat Menuju Kedaulatan Pangan, Air dan Energi” dihadiri ratusan masyarakat adat Onam (Amanuban), Banam (Amanatun) dan Oenam (Molo) yang sering dikenal sebagai masyarakat tiga batu tungku dan utusan dari berbagai NGO lokal, nasinal dan internasional.
Festival yang mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Tiga Batu Tungku, yang diinspirasi perjuangan Suku Mollo dalam mengusir pertambangan marmer
dari area keramat Anjaf dan Nausus. Semenjak kemenangan mereka atas industri ekstraktif sejak itu pula masyarakatnya lebih memilih pengembangan ekonomi yang tidak merusak alam dan jati diri mereka yang tersimbol melalui gunung batu.
Ningkam Haumnei tidak mempunyai terminologi khusus, namun secara adat diyakini bahwa Ningkam artinya Lilin/Madu dan Haumeni artinya Cendana. Keduanya nyaris punah dari bumi Timor dan NTT pada umumnya sehingga momentum pergelaran Festival Ningkam Haumeni ini sebagai sebuah kesempatan untuk mengingat kembali akan komitmen adat yang sudah disepakati bersama.
Festival ini dilakukan atas inisiasi dan kemauan Masyarakat Adat Tiga Batu Tungku sendiri dan bukan atas inisiasi pemerintah atau bantuan dari pihak mana pun. Karena itu, Festival ini digelar dengan sangat sederhana, tanpa panggung, tanpa listrik. Sebuah kondisi yang sungguh alamiah selama pergelaran festival Ningkam Haumeni tak menyurut niat dan semangat pesrta festival dari awal hingga akhir kegiatan tersebut.
Selain pertunjukan tarian adat yang didendangkan oleh masyarakat adat pada malam budaya, festival ini juga melahirkan isu-isu koonstruktif seputar upaya masyarakat adat dalam mencapai kedaulatan pangan, air dan energi.
“Selama tiga tahun ini kami mengalami gagal panen, dan kerawanan pangan selalau mengahntui kami. Tapi, kini kami harus segera menyiapkan diri untuk menhadapi sekaligus melewati situasi ini. Kami mencoba mengembangkan berbagai bibit pangan lokal yang bisa membuat kami bertahan hidup dalam kondisi peruabahn iklim yang tidak menentu. Kami juga akan berbagi pengalaman dengan apra petani lainnya dalam bertani termasuk menghadirkan Mama Tata (Maria Loretha) dari Adonara, Flores, NTT yang telah sukses mengembangkan tanaman lokal sorgum dan semacamnya. Jelas, Aletha Baun selaku tokoh perempuan Molo.
Selain itu, Lanjut Aletha, Festival ini juga mengingatkan pemerintah kabupaten se-NTT agar mereka tidak mengedepankan kebijakan-kebijakan yang berorientasi eksploitasi sumber daya alam, termasuk pertambangan, tetapi bagaimana mengembangkan pertanian, peternakan, industri rumah tangga (tenun ikat) untuk mensejahterkan perekonomian kami”. Masyarakat tiga batu tungku (Molo, Amanatun dan Amanuban) berprinsip ‘tambang harus tetap ada di dalam bumi tidak perlu diganggu. Yang ada di permukaan bumi saja tidak diurus secara baik mengapa harus mengurus yang di dalam bumi?
“Kami tidak akan menjual apa yang kami tidak bisa buat, kami menjual apa yang bisa kami buat seperti tenun, hasil pertanian dan peternakan”. tandas Aleta.
Usi Oematan adalah salah satu Raja Timor turut mengahadiri Festival Ningkam Haumeni III ini. Pada acara penyambutan para tamu dari Kupang dan Jakarta mereka menyapa secara adat (natoni) yang mana berterima kasih kepada leluhur karena atas peran mereka maka masih ada kelompok yang ingin mengunjungi mereka di Timor dan lebih dari itu mereka memohon agar para tamu (JATAM, SGP-GEF, CSF, WALHI, Pikul dan beberapa Wartawan) selalu dalam lindungan sehingga mereka mengikuti festival ini dalam kegirangan.  Mendengar sapaan itu, Herry Naif (Direktur WALHI NTT) kemudian juga secara adat dalam bahasa setempat mengucapkan terima kasih karena mereka telah disambut dengan penerimaan adat dan menegaskan bahwa perjuangan untuk melindungi alam bukan hanya ada di Mollo tetapi di banyak tempat telah dilakukan. Sebagai bentuk penghormatan dan pendekatan para tamu dengan masyarakat Amanatun, Amanuban dan Mollo diundang Fernand (salah satu peserta Festival dari Eksekutif Nasional WALHI) untuk menyerahkan sebuah Bendera Walhi sebagai simbol integrasi mereka dengan perjuangan rakyat.
Setelah upacara penerimaan tersebut, Walhi mendekati Usi Oematan untuk mendiskusikan beberapa hal penting. Ketika ditanya terkait kebijakan pengelolaan sumber daya alam oleh pemerintah, Usi Oematan menilai eksploitasi sumber daya alam khususnya industri ekstraktif (pertambangan) harus ditolak. Usi beralasan, kehadiran industri pertambangan sangat mengganggu kearifan lokal yang masyarakat adat anut. Anehnya lagi, kehadiran investor tanpa sepengetahuan kami selaku pemilik atas tanah, bahkan mencederai kami selaku raja sekaligus penguasa wilayah adat.
 “Awalnya, kami sama sekali tidak tahu kehadiran pertambangan marmer di Molo karena pemerintah tidak melibatkan kami selaku masyarakat adat. Apa yang dilakukan pemerintah ini bagi kami merupakan sebuah kebijakan yang keliru dulu karena masih ada potensi lain yang harus kami gali dan kerjakan misalnya pertanian, peternakan dan potensi lainnya yang tidak merugikan tanah adat kami”. Tandas Usi.
 Ketika ditanya soal urgensi penyelengaraan Festival Ningkam Haumeni, Usi menegaskan, Festival ini sangat penting untuk kembali dan terus menyatukan komitmen dan konsistensi akan kemandirian berpikir masyarakat sehingga tidak mengerukh alam sesuak hati. “Bagi kami festival ini sangat penting karena kami selalu diingatkan untuk tetap menjaga keutuhan alam kami”. Jelas Usi Oematan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar