Sabtu, 26 Januari 2013


Warga Oekopa Lakukan Ritual Adat Perlindungan

WALHI News, Menyikapi masifnya pertambangan terutama yang sedang dialami di Oekopa, sebanyak 16 suku dan ratusan warga Desa Oekopa dan warga desa tetangga lainnya di Kecamatan Biboki Tanpah, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, melakukan ritual adat Pao Pah Nifu, Tobam tafa (Perlindungan Alam dan Manusia). Tujuannya, menolak aktivitas tambang mangan dan rencana pembangunan pabrik pengolah batu mangan di kampung tersebut oleh PT Gema Energy Indonesia.

Sebelum upacara adat itu, dilakukan perayaan ekaristi di Kapela Oekopa yang dipimpin oleh Pater Piter Bataona, SVD (Koordinator JPIC SVD Timor). Dalam kotbanya, pastor menyampaikan soal pengalaman umat Israel yang mana melihat tanah Israel sebagai tanah terjanji yang dipenuhi susu dan madu. Mereka harus pergi dari Mesir meninggalkan penindasan Mesir. Dalam konteks itu, Oekopa hendaknya dilihat sebagai daerah atau tanah terjanji umat oekopa yang penuh dengan susu dan madu. Kita telah hidup dan menyatu dengan alam sebagai bentuk integrasi diri dan Allah dalam seluruh hidup kita, demikian tukas Pastor Piter.

Perayaan Ekaristi dan Ritual itu berlangsung pada Minggu (2/9/2012), dengan menyembelih seekor babi merah dan ayam jantan hitam, serta kelengkapan ritual adat lainnya yang dibentangkan di sebuah kain adat suku usat nesi Sonafk”bat. Hadir dalam acara itu, Pasto Piter Bataona, SVD, Victor Manbait (Direktur LAKMAS), Herry Naif (WALHI NTT) dan Kepala Desa Adat Tamkesi Usboko. Pada acara adat itu, Kepala Desa Adat Tamkesi Usboko mengatakan, ritual adat itu merupakan sebuah pemurnian untuk memperkuat yang benar, bukan membenarkan yang kuat karena dipengaruhi oleh kekuasaanan uang.

Senada dengan itu, utusan Raja Biboki, Suberu Neno Biboki mengatakan, masyarakat sudah dikasih berkat oleh Tuhan untuk menjaga dan memanfaatkan hasil-hasil hutan dan hasil kebun serta sawah agar bisa dikelola dengan baik tanpa harus dirusak. "Kami selama ini hidup dari hasil hutan, kebun dan sawah sehingga kalau dibuat rusak, nanti nasib kami warga Oekopa dan beberapa desa di sekitarnya mau seperti apa jadinya," ujar Suberu.

Sementara itu, Oliva Usatnesi, salah seorang warga Oekopa mengatakan, kalau seandainya pabrik dibangun, beberapa sumber mata air warga di sekitar areal tambang akan tercemar limbah mangan yang tentunya berdampak pada kesehatan mereka."Kalau seandainya air tercemar limbah, kami harus ambil air di mana? Apalagi debit air di daerah kami terbatas, sehingga kami minta agar pemerintah daerah membantu kami dengan cara segera membatalkan izin operasi dan pembangunan pabrik mangan itu," harap Oliva.

Sedangkan Gabriel Manek (Ketua Forum Peduli Alam dan Budaya Oekopa) mengatakan bahwa "Kami tolak kehadiran serta aktivitas PT Gema Energy Indonesia di desa kami karena lahan sawah terancam dialiri limbah olahan batu mangan. Lalu bagaimana dengan dampak lingkungan juga kesehatan kami di sini," kata Gabriel Manek, yang diamini oleh beberapa warga Oekopa lainnya.

Karena acara adat itu dilakukan di Busan (Kampung lama) yang mana terdapat pekuran leluhur Usatnesi Sonafk'bat, sempat dilihat bahwa titik-titik pemboran mangan yang telah dipatok oleh PT Gema Energy Indonesia berjumlah sekitar 200 lebih dan masuk dalam areal kawasan hutan. Herannya, hingga hari ini Dinas Kehutanan TTU, Badan Lingkungan Hidup (BLH) TTU, Bapeda TTU serta Dinas Pertanian Kabupaten TTU menyikapi permasalah tersebut. Padahal kawasan itu adalah salah satu sentral produksi pangan (beras) di Kabupaten TTU yang sudah mendapat alokasi anggaran miliaran rupaih untu membuat Bendungan dan Pengairan. Kenapa pemkab TTU tidak serius mengurus persawahan mereka tetapi harus mengurus pertambangan yang dilihatnya sebagai industri keruk, demikian kata Victor Manbait (Direktur Lakmas).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar