Warga Oekopa Lakukan
Ritual Adat Perlindungan
WALHI News,
Menyikapi masifnya pertambangan terutama yang sedang dialami di
Oekopa, sebanyak 16 suku dan ratusan warga Desa Oekopa dan warga desa
tetangga lainnya di Kecamatan Biboki Tanpah, Kabupaten Timor Tengah
Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, melakukan ritual adat Pao Pah
Nifu, Tobam tafa (Perlindungan Alam dan Manusia). Tujuannya, menolak
aktivitas tambang mangan dan rencana pembangunan pabrik pengolah batu
mangan di kampung tersebut oleh PT Gema Energy Indonesia.
Sebelum upacara adat
itu, dilakukan perayaan ekaristi di Kapela Oekopa yang dipimpin oleh
Pater Piter Bataona, SVD (Koordinator JPIC SVD Timor). Dalam
kotbanya, pastor menyampaikan soal pengalaman umat Israel yang mana
melihat tanah Israel sebagai tanah terjanji yang dipenuhi susu dan
madu. Mereka harus pergi dari Mesir meninggalkan penindasan Mesir.
Dalam konteks itu, Oekopa hendaknya dilihat sebagai daerah atau tanah
terjanji umat oekopa yang penuh dengan susu dan madu. Kita telah
hidup dan menyatu dengan alam sebagai bentuk integrasi diri dan Allah
dalam seluruh hidup kita, demikian tukas Pastor Piter.
Perayaan Ekaristi dan
Ritual itu berlangsung pada Minggu (2/9/2012), dengan menyembelih
seekor babi merah dan ayam jantan hitam, serta kelengkapan ritual
adat lainnya yang dibentangkan di sebuah kain adat suku usat nesi
Sonafk”bat. Hadir dalam acara itu, Pasto Piter Bataona, SVD, Victor
Manbait (Direktur LAKMAS), Herry Naif (WALHI NTT) dan Kepala Desa
Adat Tamkesi Usboko. Pada acara adat itu, Kepala Desa Adat Tamkesi
Usboko mengatakan, ritual adat itu merupakan sebuah pemurnian untuk
memperkuat yang benar, bukan membenarkan yang kuat karena dipengaruhi
oleh kekuasaanan uang.
Senada dengan itu,
utusan Raja Biboki, Suberu Neno Biboki mengatakan, masyarakat sudah
dikasih berkat oleh Tuhan untuk menjaga dan memanfaatkan hasil-hasil
hutan dan hasil kebun serta sawah agar bisa dikelola dengan baik
tanpa harus dirusak. "Kami selama ini hidup dari hasil hutan,
kebun dan sawah sehingga kalau dibuat rusak, nanti nasib kami warga
Oekopa dan beberapa desa di sekitarnya mau seperti apa jadinya,"
ujar Suberu.
Sementara itu, Oliva
Usatnesi, salah seorang warga Oekopa mengatakan, kalau seandainya
pabrik dibangun, beberapa sumber mata air warga di sekitar areal
tambang akan tercemar limbah mangan yang tentunya berdampak pada
kesehatan mereka."Kalau seandainya air tercemar limbah, kami
harus ambil air di mana? Apalagi debit air di daerah kami terbatas,
sehingga kami minta agar pemerintah daerah membantu kami dengan cara
segera membatalkan izin operasi dan pembangunan pabrik mangan itu,"
harap Oliva.
Sedangkan Gabriel Manek
(Ketua Forum Peduli Alam dan Budaya Oekopa) mengatakan bahwa "Kami
tolak kehadiran serta aktivitas PT Gema Energy Indonesia di desa kami
karena lahan sawah terancam dialiri limbah olahan batu mangan. Lalu
bagaimana dengan dampak lingkungan juga kesehatan kami di sini,"
kata Gabriel Manek, yang diamini oleh beberapa warga Oekopa lainnya.
Karena acara adat itu
dilakukan di Busan (Kampung lama) yang mana terdapat pekuran leluhur
Usatnesi Sonafk'bat, sempat dilihat bahwa titik-titik pemboran mangan
yang telah dipatok oleh PT Gema Energy Indonesia berjumlah sekitar
200 lebih dan masuk dalam areal kawasan hutan. Herannya, hingga hari
ini Dinas Kehutanan TTU, Badan Lingkungan Hidup (BLH) TTU, Bapeda TTU
serta Dinas Pertanian Kabupaten TTU menyikapi permasalah tersebut.
Padahal kawasan itu adalah salah satu sentral produksi pangan (beras)
di Kabupaten TTU yang sudah mendapat alokasi anggaran miliaran rupaih
untu membuat Bendungan dan Pengairan. Kenapa pemkab TTU tidak serius
mengurus persawahan mereka tetapi harus mengurus pertambangan yang
dilihatnya sebagai industri keruk, demikian kata Victor Manbait
(Direktur Lakmas).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar