WARGA DAN DPRD SIKKA TOLAK
PERTAMBANGAN
BIJI BESI DI PESISIR PANTAI SELATAN
Kupang,
Walhi News, Wacana akan adanya
Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Biji Besi di sepanjang pesisir pantai
Selatan Kabupaten Sikka, sejak tahun 2010. Ketika mendengar wacana
tersebut, kami menginvestigasi kasus tersebut dan melakukan
komunikasi dengan beberapa pihak termasuk dengan beberapa kepala desa
dan para tokoh adat (Mosalaki). Kebetulan beberapa kepala desa itu
adalah kader dan warga yang kenal Wahana Tani Mandiri (WTM) maka
konsolidasi dan diskusi baik formal ataupun non formal pun berjalan
baik. Hanya informasi akan adanya pertambangan dari Pemerintah
Kabupaten Sikka tertutup bagi akses publik. Sedangkan wacana
pembangunan pabrik pupuk yang terus mencuat ke publik.
Wacana
ini mencapai puncaknya ketika perusahaan itu menurunkan alat-alat
berat dengan alasan akan dilakukan pembangunan pelabuhan dan
pembangunan pabrik pupuk. Karena itu beberapa areal digusur dan
diberi tanda merah di wilayah Paga Beach, yang selama ini menjadi
daerah rekreasi bagi warga di paga dan Maumere pada umumnya.
Alasan
pembangunan pelabuhan sebagai tempat distribusi komoditi (kemiri,
kelapa, dll) dari wilaya Lio (Kecamatan Paga, Tana Wawo dan Mego
dinilai sangat tidak logis karena jarak tempuh antara ketiga
kecamatan ini hanya berkisar 40-50 Km menuju kota Maumere. Dengan
alasan pembangunan pelabuhan dan pabrik terus menjadi pertanyaan
warga. Dari hasil wawancara dengan beberapa pihak, ketika disinggung
tentang rencana tambang biji besi mereka menyatakan tidak tahu akan
hal tersebut.
Ketidakjelasan
informasi akan adanya tambang di Wilayah Pesisir Pantai Selatan
(Kecamatan Paga), terus menjadi wacana publik. Informasi akan adanya
tambang dari waktu ke waktu makin mencuat, Min da Costa (Putranya
V.B. Da Costa) seorang politisi kenamaan dan senior kabupaten Sikka
membangun sebuah Forum yang namanya Forum Peduli Lingukungan Hidup
(FPLH) Paga. Min da Costa, terus melakukan komunikasi dengan Walhi
NTT untuk mencari informasi tentang Perusahaan yang ada di sana dan
apa sebetulnya dampak-dampak pertambangan. Kemudian untuk memudahkan
komunikasi, Walhi menghubungkannya dengan anggota Walhi NTT yang
berada di Maumere (WTM) dan beberapa kelompok sosial yang peduli
seperti LMND Eksekutif Kota Maumere dan rekan-rekan pers di Kabupaten
Sikka.
Dari
hasil investigasi, ternyata ditemukan bahwa Surat Keputusan Pabrik
dibarengi dengan Surat Keputusan Bupati akan adanya Tambang, yakni:
SK. No. 67/Hk/2011 tanggal 2011 tentang Pembangunan Pabrik Pupuk
kepada PT. Greenlife Bioscience dan SK Nomor 184/Hk/2010 tertanggal
31 Juli 2010 tentang Pertambangan Biji Besi kepada PT. Skyline Flores
Adijaya. Dari hasil investigasi ditemukan bahwa Pemilik kedua
perusahaan ini adalah orang yang sama dan lokasi operasi pupuk dan
tambang pada wilayah yang sama.
Menyikapi
kasus ini, Min da Costa (manta Ketua Forum Studi dan Komunikasi
Mahasiswa Flores (FORMARES) membentuk Forum Peduli Lingkungan
Hidup Paga. Forum ini terus melakukan konsolidasi dengan para
mosalaki dan ria bewa (tua adat lio) mendapat tanggapan
serius dari DPRD Sikka. Maka pada tanggal 11 Februari 2012
berinisiasi untuk mendengarkan pendapat pemerintah tentang kasus
tersebut. Dalam sidang itu, Pemkab Sikka mengakui adanya dua SK yakni
SK. No. 67/Hk/2011 tanggal 2011 tentang Pembangunan Pabrik Pupuk
kepada PT. Greenlife Bioscience dan SK Nomor 184/Hk/2010 tertanggal
31 Juli 2010 tentang Pertambangan Biji Besi kepada PT. Skyline Flores
Adijaya, seluas 10.000 (sepuluh ribu hektare) yang meliputi 8
kecamatan di Kabupaten Sikka yakni: Kecamatan Paga, Mego, Lela, Bola,
Talibura, Doreng, Waiblama, dan Waigete.
Dalam
Pleno DPRD Sikka, terjadi perdebatan yang cukup sengit. Kendati
demikian dari hasil persidangan itu, DPRD meminta Pemkab Sikka untuk
segera mencabut kedua SK tersebut karena dinilainya CACAT HUKUM,
dimana kedua SK ini tidak pernah mendapat persetujuan dari DPRD
Sikka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar