Sabtu, 26 Januari 2013


WARGA DAN DPRD SIKKA TOLAK 
PERTAMBANGAN BIJI BESI DI PESISIR PANTAI SELATAN


Kupang, Walhi News, Wacana akan adanya Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Biji Besi di sepanjang pesisir pantai Selatan Kabupaten Sikka, sejak tahun 2010. Ketika mendengar wacana tersebut, kami menginvestigasi kasus tersebut dan melakukan komunikasi dengan beberapa pihak termasuk dengan beberapa kepala desa dan para tokoh adat (Mosalaki). Kebetulan beberapa kepala desa itu adalah kader dan warga yang kenal Wahana Tani Mandiri (WTM) maka konsolidasi dan diskusi baik formal ataupun non formal pun berjalan baik. Hanya informasi akan adanya pertambangan dari Pemerintah Kabupaten Sikka tertutup bagi akses publik. Sedangkan wacana pembangunan pabrik pupuk yang terus mencuat ke publik.

Wacana ini mencapai puncaknya ketika perusahaan itu menurunkan alat-alat berat dengan alasan akan dilakukan pembangunan pelabuhan dan pembangunan pabrik pupuk. Karena itu beberapa areal digusur dan diberi tanda merah di wilayah Paga Beach, yang selama ini menjadi daerah rekreasi bagi warga di paga dan Maumere pada umumnya.

Alasan pembangunan pelabuhan sebagai tempat distribusi komoditi (kemiri, kelapa, dll) dari wilaya Lio (Kecamatan Paga, Tana Wawo dan Mego dinilai sangat tidak logis karena jarak tempuh antara ketiga kecamatan ini hanya berkisar 40-50 Km menuju kota Maumere. Dengan alasan pembangunan pelabuhan dan pabrik terus menjadi pertanyaan warga. Dari hasil wawancara dengan beberapa pihak, ketika disinggung tentang rencana tambang biji besi mereka menyatakan tidak tahu akan hal tersebut.

Ketidakjelasan informasi akan adanya tambang di Wilayah Pesisir Pantai Selatan (Kecamatan Paga), terus menjadi wacana publik. Informasi akan adanya tambang dari waktu ke waktu makin mencuat, Min da Costa (Putranya V.B. Da Costa) seorang politisi kenamaan dan senior kabupaten Sikka membangun sebuah Forum yang namanya Forum Peduli Lingukungan Hidup (FPLH) Paga. Min da Costa, terus melakukan komunikasi dengan Walhi NTT untuk mencari informasi tentang Perusahaan yang ada di sana dan apa sebetulnya dampak-dampak pertambangan. Kemudian untuk memudahkan komunikasi, Walhi menghubungkannya dengan anggota Walhi NTT yang berada di Maumere (WTM) dan beberapa kelompok sosial yang peduli seperti LMND Eksekutif Kota Maumere dan rekan-rekan pers di Kabupaten Sikka.

Dari hasil investigasi, ternyata ditemukan bahwa Surat Keputusan Pabrik dibarengi dengan Surat Keputusan Bupati akan adanya Tambang, yakni: SK. No. 67/Hk/2011 tanggal 2011 tentang Pembangunan Pabrik Pupuk kepada PT. Greenlife Bioscience dan SK Nomor 184/Hk/2010 tertanggal 31 Juli 2010 tentang Pertambangan Biji Besi kepada PT. Skyline Flores Adijaya. Dari hasil investigasi ditemukan bahwa Pemilik kedua perusahaan ini adalah orang yang sama dan lokasi operasi pupuk dan tambang pada wilayah yang sama.

Menyikapi kasus ini, Min da Costa (manta Ketua Forum Studi dan Komunikasi Mahasiswa Flores (FORMARES) membentuk Forum Peduli Lingkungan Hidup Paga. Forum ini terus melakukan konsolidasi dengan para mosalaki dan ria bewa (tua adat lio) mendapat tanggapan serius dari DPRD Sikka. Maka pada tanggal 11 Februari 2012 berinisiasi untuk mendengarkan pendapat pemerintah tentang kasus tersebut. Dalam sidang itu, Pemkab Sikka mengakui adanya dua SK yakni SK. No. 67/Hk/2011 tanggal 2011 tentang Pembangunan Pabrik Pupuk kepada PT. Greenlife Bioscience dan SK Nomor 184/Hk/2010 tertanggal 31 Juli 2010 tentang Pertambangan Biji Besi kepada PT. Skyline Flores Adijaya, seluas 10.000 (sepuluh ribu hektare) yang meliputi 8 kecamatan di Kabupaten Sikka yakni: Kecamatan Paga, Mego, Lela, Bola, Talibura, Doreng, Waiblama, dan Waigete.

Dalam Pleno DPRD Sikka, terjadi perdebatan yang cukup sengit. Kendati demikian dari hasil persidangan itu, DPRD meminta Pemkab Sikka untuk segera mencabut kedua SK tersebut karena dinilainya CACAT HUKUM, dimana kedua SK ini tidak pernah mendapat persetujuan dari DPRD Sikka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar