Selasa, 19 Februari 2013

“PERTAMBANGAN MANGAN: MENJAWABI ATAU MEMBAWA MULTI-KRISIS?

“PERTAMBANGAN MANGAN:
MENJAWABI ATAU MEMBAWA MULTI-KRISIS?”
(1)1
Oleh: Herry Naif2


Abstract   

Manusia memerlukan sumberdaya alam berupa tanah, air, udara, energi dan sumberdaya alam lain termasuk keadaan sumberdaya alam yang terbaharukan ataupun yang tidak terbaharukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumberdaya alam yang dibutuhkan itu memiliki keterbatasan kuantitas, kualitas serta keterbatasan ruang dan waktu. 

Sumberdaya alam dan manusia mempunyai kaitan yang erat. Kualitas kehidupan manusia ditentukan oleh dirinya dan keadaan sumberdaya alam di sekitarnya atau sebaliknya aktivitas manusia berpengaruh terhadap keberadaan sumberdaya dan lingkungan. Kerusakan lingkungan banyak ditentukan oleh aktivitas manusia. Misalnya;  pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah serta kerusakan hutan.

Alasan sekelompok orang bahwa pembangunan dengan berfokus pada penggerukan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanyalah rasionalisasi pembenaran atas kebinalannya yang terurai dalam tindakan eksploitatif dan ekstraktif tanpa mengindahkan kemampuan dan daya dukung lingkungan yang berimbang.

Maraknya pertambangan mangan di pulau Timor bukan merupakan pilihan yang arif dalam menjawabi krisis pangan akibat gagal panen. Apalagi kondisi ekologi, sosial-budaya dan kesehatan masyarakat tengah di ambang kegentingan. Pilhan ini akan berdampak pada krisis pangan, krisis air, kriris energi dan lingkungan yang berkepanjangan.

Sekilas Tentang Provinsi NTT

Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan propinsi kepulauan dengan total pulau sebanyak 566 buah pulau, diantaranya terdapat 3 gugusan pulau yaitu Flores, (Komodo, Rinca, Flores, Solor, Adonara, Lembata), Sumba dan Timor (Sabu, Rote, Semau, Timor, Alor dan Pantar). Dari gugugasan pulau itu yang sudah berpenghuni (42 buah), tak berpenghuni (524 buah), sudah bernama (246 buah), belum bernama (320 buah). Batas wilayah propinsi ini sebelah Utara: Laut Flores; Selatan: Laut Hindia; Barat: Selat Sape (Propinsi NTB); Timur: Negara Timor Leste dan Australia.

Secara administratif, NTT memiliki 20 Kabupaten dan 1 Kota, 215 kecamatan dan 2.762 desa. Jumlah penduduk NTT tahun 2009: 4.534.319 jiwa, dengan kepadatan penduduk 95,76 jiwa per km2. Lebih dari 70% penduduk bermukim di pedesaan. Sedangkan secara geografis, provinsi NTT memiliki posisi strategis dimana sebagai pintu masuk perdagangan menuju benua Australia. Peluang ini sama sekali sepih dari pehatian pemerintah, malah justru dimanfaatkan amat baik oleh investor pertambangan Cina, Korea, Jepang, India dan Australia untuk menggeruk sumber daya alam yang ada di kepulauan ini.

NTT yang dilabeli sebagai daerah gersang, kering-kerontang, kurang pangan dan air (daerah serba kekurangan) ternyata menyimpan segudang potensi mineral yang menyilaukan mata para komprador untuk kepentingan investasi dan kepentingan para penguasa dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Setelah diketahui NTT memiliki banyak potensi mineral, para pemimpin seakan kehilangan daya kreatif-inovatif dalam mengembangkan sumber-sumber penghidupan yang bersentuhan langsung dengan kenyataan hidup rakyat Timor dan NTT pada umumnya, seperti: pertanian, peternakan, perikanan dan pariwisata. Padahal, sebelum diketahui akan adanya potensi mineral seperti mangan, marmer, emas, minyak bumi, biji besi dan beberapa potensi mineral lainnya, hampir seluruh perhatian dikonsentrasikan pada sumber-sumber penghidupan rakyat tersebut. Ini terbukti bahwa sepanjang sejarah kehidupan masyarakat NTT disuplai oleh semua sumber penghidupan tersebut.

Pulau Timor pernah dikenang sebagai gudang ternak setelah Sumatera. Tetapi kini peternakan tidak lagi mendapatkan perhatian serius sebagai salah satu potensi dalam mengembangkan kualitas hidup rakyat. Rupanya orang sedang lupa-ingatan. Padahal hampir seluruh pemenuhan hak-hak dasar rakyat (pendidikan, kesehatan, perumahan, pangan) ditopang oleh adanya peternakan sapi. Jawaban “kami sekolah karena hasil jual ternak sapi” akan ditemukan dari bibir para penguasa di daratan Timor. Jawaban ini sebetulnya membuktikan peternakan mampu memberi jaminan pemenuhan hak-hak dasar warga tanpa merusak yang lain. Masih ada potensi lain yang semestinya dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten di NTT dalam mendorong kesejahteraan rakyat.

Provinsi NTT sedang gencar melakukan pengembangan industri garam, pengembangan ternak, pengembangan rumput laut, pengembangan cendana dan gaharu, pariwisata. Artinya, perlu mengedepankan keunggulan daerah masing-masing sehingga pembangunan terfokus3.

Ironis, seiring dengan gencarnya pengembangan program-program tersebut, aktivitas industri ekstraktif (pertambangan) pun tak kalah dilakukan di seluruh wilayah kepulauan NTT. Misalnya Jumlah pemohon ijin di Kabupaten Kupang sampai Desember 2010, 80 perusahaan (rata-rata sudah beroperasi. Jumlah pemohon ijin di Kabupaten TTS 176 (IPR dan IUP), 3 telah mendapat IUP Produksi yaitu PT. Soe Makmur Resources (2010), PT. Elang Perkasa Resources dan PT. Nisso Steel Indonesia (2011) Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah pemohon ijin 27 IUP eksplorasi, 112 IPR, 4 telah mendapat IUP eksplorasi PT. Elang Perkasa Resources Indonesia, PT. Elang Perkasa Kencana Resources Indonesia, PT. Elgary Resources Indonesia. Dan di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan. Dan di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan. Selain itu ada pertambangan Minyak di Blok Migas Kolbano – TTS yang mencakupi 16 Kecamtan TTS dan 2 Kecamatan Kabupaten Kupang oleh PT. Eni West Timor.  Di pulau Sumba;  Sumba Timur dan Sumba Tengah yang mencakupi kawasan Lai Wanggi Wanggameti dan Kawasan Manupeu Tana Daru. Sedangkan di Pulau Flores, pertambangan mangan di Sirise, Torong besi (Kabupaten Manggarai) yang memasuki areal kawasan hutan lindung, pertambangan biji besi dan batu bara di Riung Kabupaten Ngada, yang merupakan kawasan penyangga untuk kawasan pariwisata 17 pulau. Pertambangan emas di Tebedo dan Batu Gosok (Kabupaten Manggarai Barat), serta pertambangan emas di pulau Alor, daerah yang sering dikunjungi bencana gempa bumi. Tambang Emas di pulau Lembata yang mendapatkan perlawanan rakyat  dan Gereja yang kemudian Surat Keputusan Bupati harus dicabut.4

Selama ini, beberapa pertambangan yang mendapatkan perlawanan adalah pertambangan emas di Lai Wanggi Wanggameti (Sumba Timur) dan Manupeu Tanadaru (Sumba Tengah). Kedua tempat ini adalah kawasan lindung yang mana terdaftar sebagai Taman Nasional. Tambang Mangan di Sirise dan Torong besi sementara dalam proses hukum dimana ada gugatan class action dari warga setempat. Di Kabupaten Manggarai Barat semua Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dicabut dan ditolak permohonannya oleh Bupati Agustinus Dula. Masyarakat Adat Leragere menolak pertambangan emas lembata. Aliansi Rakyat Anti Tambang (ARANG) TTS menolak semua pertambangan mangan di Kabupaten TTS dan NTT pada umumnya.

Tulisan ini, difokuskan pada pertambangan mangan di pulau Timor yang hampir terjadi di wilayah kabupaten, (TTU, Belu, TTS, Kupang dan Kota Kupang) yang menimbulkan banyak perdebatan baik di tingkat rakyat atau pun para elit penguasa.

Mangan Menurut Atoni Pah Meto

Mangan dalam bahasa dawan disebut fatu metan. Fatu metan adalah padanan bahasa dawan, fatu yang berarti batu dan metan berarti hitam. Secara harafiah fatu metan diterjemahkan batu hitam. Mayarakat dawan memberikan nama berdasarkan jenis dan wujud yang dilihatnya. Namun secara historis-cultural mangan bagi atoin pah meto5 sungguh bernilai. Mangan dipandang bernilai mistik-magis yang harus dihormati. Bila tidak bencana longsor, angin kencang, kekeringan dan bencana lainnya akan terjadi sebagai konsekuensi atas tindakan tersebut. Mangan tidak sembarang diambil atau dipungut untuk kepentingan apa pun, sekalipun mangan hampir ditemukan dalam semua wilayah Timor. Pada masa kejayaan kekuasaan tuan tanah (tobe)6, siapa pun tidak diperkenankan untuk memilih atau memindahkan dari tempatnya.

Tradisi ini dipertegas dalam filosofi atoni pah meto melihat alam (bumi). Bahwa bumi diidentifikasi sesuai dengan struktur fital tubuh manusia. Tanah (nijan) dilihatnya sebagai daging; Batu (fatu) dipandangnya sebagai tulang. Air (oel) bagai darah yang terus mengalir dalam tubuh. Sedangkan hutan adalah paru-paru. Sesuai dengan paradigma bisa dibayangkan bila seluruh tulang manusia diambil dari tubuh seseorang bisa disaksikan apa yang terjadi di sana?

Selain itu, batu dipakai atoin pah meto sebagai simbol untuk suku (fatu kanaf). Tidak heran bila hampir semua gunung batu di Pulau Timor dinamakan sesuai dengan suku yang ada di pulau Timor. Pemberian nama suku pada sebuah gunung batu, sekalian suku itu adalah penguasa di wilayah tersebut. Di sini, setiap kita pasti tergugah dan bertanya: Mengapa batu sangat penting bagi masyarakat di pulau Timor. Atau mengapa, kearifan lokal masyarakat Timor menempatkan batu pada posisi yang sangat berharga?

Prinsipnya, kepercayaan ini dilandasi pada sebuah argumentasi mendasar yang tidak bisa dilepaspisahkan dari kelestarian lingkungan. Lebih dari itu, dalam konteks struktur tanah dan geologi, Pulau Timor adalah sebuah pulau kecil yang unik. Timor disebut daerah gersang, kering-kerontang. Topografinya, berbukit-bukit dan kering. Dimanakah kawasan penyimpan air (water scatchman area) berupa kawasan hutan.  Kawasan hutan yang ada kualitasnya tidak sama dengan hutan di Kalimantan, Papua dan Sumatera.

Herannya di pulau Timor, air muncul di daerah gunung batu. Berarti secara geologi, pulau ini unik. Daerah-daerah gunung batu ada air. Dengan demikian, orang Timor memberikan penghargaan yang luar biasa kepada sebuah batu. Alasannya, dengan banyak batu akan memberikan sumber mata air  dan kehidupan bagi pulau ini.

Sekilas Pertambangan Mangan di Pulau Timor

Setelah diketahui NTT memiliki banyak potensi mineral, para pemimpin seakan kehilangan daya kreatif-inovatif dalam mengembangkan sumber-sumber penghidupan seperti: pertanian, peternakan, perikanan dan pariwisata. Sumber-sumber penghidupan ini bersentuhan langsung dengan kenyataan hidup rakyat Timor dan NTT pada umumnya,. Oleh sebab itu, sebelum diketahui akan adanya potensi mineral seperti mangan, marmer, emas, minyak bumi, biji besi dan beberapa potensi mineral lainnya, hampir seluruh perhatian dikonsentrasikan pada sumber-sumber penghidupan tersebut.

Banyaknya deposit mangan ini, mendorong para geolog berdatangan ke pulau Timor. Sejak tahun 2000-an, mangan mulai diperkenalkan para geolog kepada masyarakat di Pulau Timor. Bahwa di dalam perut  pulau Timor  banyak terkandung mineral mangan yang sangat berharga. Informasi ini disambut gembira masyarakat di pulau Timor. Mayoritas masyarakat Timor adalah petani lahan kering  yang mana sangat bergantung pada cuaca. Ketika itu mereka sedang mengalami perubahan cuaca ekstrem dimana kelebihan curah hujan sehingga membuat para petani tidak bisa bertani pada lahan kering.

Informasi ini seakan menjadi jawaban atas krisis pangan, ketika tidak ada pilihan lain dalam menghadapi keterdesakan ekonomi saat itu. Kapasitas mereka umumnya sangat terbatas. Tanpa mengerti apa itu mangan dan dampak-dampaknya, secara berjemaat orang berubah menjadi penambang. Mayoritas masyarakat Timor yang sebelumnya adalah petani lahan kering serentak berubah profesi menjadi penambang mangan. Malah ada yang sebelumnya sopir, tukang, honorer, buruh bangunan di kota pun beralih profesi menjadi penambang mangan. Pergeseran profesi ini seakan membawa kegemilangan hidup melalui uang tunai yang diterima.
    Pilihan ruang aktivitas menambang disesuaikan dengan kapasitas yang dimiliki dan diminati masyarakat. Ada yang harus setiap berhari dan bahkan berminggu-minggu berada di lokasi pertambangan untuk menggali. Ada penimbun atau penampung mangan, yang akan mengambil fee dari hasil penjualan kepada pengusaha. Ada pelobi antar warga dengan pengusaha (calo mangan) dan Pengusa tambang dan Ijin Resmi (Petir). Sedangkan di Soe Kabupaten TTS, ada kelompok Obama7 (Ojek Bawa Mangan).

Pertambangan mangan di Timor bisa disebut Pertambangan Berjemaat.

Ini tergambar jelas dari jumlah perijinan yang dikeluarkan oleh pemberintah kabupaten di daratan Timor. Misalnya: Jumlah pemohon ijin di Kabupaten Kupang sampai Desember 2010, 80 perusahaan (rata-rata sudah beroperasi. Jumlah pemohon ijin di Kabupaten TTS 176 (IPR dan IUP), 3 telah mendapat IUP Produksi yaitu PT. Soe Makmur Resources (2010), PT. Elang Perkasa Resources dan PT. Nisso Steel Indonesia (2011) Sedangkan di Kabupaten TTU jumlah pemohon ijin 27 IUP eksplorasi, 112 IPR, 4 telah mendapat IUP eksplorasi PT. Elang Perkasa Resources Indonesia, PT. Elang Perkasa Kencana Resources Indonesia, PT. Elgary Resources Indonesia. Dan di Kabupaten Belu ada 89 perusahaan.

Melihat masifnya pertambangan berjemaat ini, kemudian banyak pihak memperdebatkannya dalam berbagai aspek kehidupan, entah pada dampak ekonomis, lingkungan, sosial dan budaya.

Kerusakan lingkungan dan nilai-nilai sosial lainnya tidak sebanding dengan yang diterima masyarakat dan pemerintah kabupaten. Bahkan banyak perusahaan masih menunggak keuangannya yang semestinya wajib disetor ke Pemerintah Kabupaten sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) bandingkan Tabel 1.  
Tabel 1. Data Perusahaan-perusahaan Penunggak Royalti dan Iuran Tetap di Kabupaten TTU

NO
PERUSAHAAN
JENIS TUNGGAKAN
JUMLAH (RP)
1
PT. Bola Dunia Mandiri
Royalti
22.750.000,00
Iuran Tetap
2.000.000,00
2
PT. Putra Indonesia Jaya
Royalti
24.817.500,00
3
CV. Lintas Jaya Group
Royalti
30.940.000,00
Iuran Tetap
2.500.000,00
4
PT. Wanda Jaya Utama
Royalti
11.990.000,00
5
PT. Batavia Cyclindo Industry
Royalti
3.503.500,00
6
CV. Bumi Timor Pantura
Royalti
27.570.000,00
7
CV. Titian Kasih
Roayalti
45.500.000,00
8
CV. Asia Traco
Royalti
12.097.000,00
9
PT. Elgary Resources
Royalti
15.925.000,00
10
PT. Elgary Resources Indonesia
Royalti
22.750.000,00
11
PT. Ainun Persada Sakti
Royalti
45.500.000,00
12
PT. Artha Envirotama
Iuran Tetap
1.200.000,00
13
CV. Fajar Utama
Iuran Tetap
1.000.000,00


Total Tunggakan Royalti dan Iuran Tetap
271.102.000,00
Sumber: Pos Kupang
Mencermati data tabel 1. Data Perusahaan-perusahaan Penunggak Royalti dan Iuran Tetap di kabupaten TTU, sebuah pertanyaan terus menggugah bahwa apakah dengan besar dana yang ada akan mampu menghantar rakyat pada kualitas hidup yang baik? Dan apa dana sebesar ini akan mampu memulihkan kerusakan lingkungan yang timbul akibat penggalian mangan yang masif dilakukan?
Di sini, dibutuhkan sebuah kebeningan berpikir untuk mencermati lebih jauh tentang manfaat pertambangan mangan bagi masyarakat Timor. Ataukah keadilan ekonomi (economy justice) ini akan terbayar setelah adanya Peraturan Daerah tentang Pertambangan Mangan di Kabupaten TTU, Belu, TTS dan Kupang?
Ataukah ada yang lebih substansi harus dilihat sebagai sebuah proses penjajahan baru (neo-liberalisme) yang selama ini dikampanyekan secara luas oleh anak negeri yang masih peduli dengan kemandirian bangsa. Bahwa skema Neo-liberalisme terurai dalam kepentingan Trans National Corporation (TNC) dan Multi National Corporation (MNC) harus kemudian diamini dengan adanya program Corporation Social Reponsibility (CSR) yang diberikan melalui kelompok-kelompok kritis seperti LSM, Akademisi, OKP-OKP atau langsung pada komunitas di kawasan tambang. Alasan bahwa ada program pemberdayaan hanya pelumas hati yang diberikan perusahaan untuk  menghindari kekritisan rakyat atas ketidakadilan ekonomi yang diterimanya.
Disadari atau tidak, pertambangan mangan berjemaat tengah membius kekritisan rakyat dan kelompok civil society di pulau Timor yang sedang berangan-angan bahwa pertambangan akan memberikan dampak ekonomi. Dimana ditemukan bahwa dengan pertambangan mangan, warga membeli motor, Telivisi dan perabot lainnya yang dinilai elit. Tetapi ketika pendapatan dari hasil penggalian mangan mulai menurun, semua peralatan yang dibeli ini kembali digadai/dijual untuk membeli makan atau memenuhi kebutuhan lainnya. Peningkatan ekonomi sesaat memang dirasakan rakyat. Bagaimana dengan lubang-lubang yang dibiarakan mengangah itu, apa bisa dipulihkan agar kembali menjadi lahan pertanian.
Pembenaran pertambangan melalui perhitungan uang tunai yang diterima masyarakat dan berbagai kajian sebagai alasan tambahan merupakan sebuah proses pelegitimasian atas kerusakan ekologi yang tengah berada di ambang kegentingan.
Pertanian, peternakan dan Industri Rumah Tangga (tenun-ikat) yang sudah ratusan tahun terbukti menjadi pemenuh kehidupan masyarakat di Pulau Timor. Lalu ini harus ditinggalkan dengan bayangan akan adanya uang tunai yang diterima. Apa yang diprioritaskan adalah memenuhi kebutuhan hari ini dengan merusak lingkungan hidup secara permanen, hilangnya sumber air, memotong keberlangsungan hidup generasi yang akan datang, sampai pada kehilangan nyawa akibat tertimbun tanah dan batu mangan. Baca Tabel 2, data korban mangan.

Tabel 2. Data Korban Mangan1

No.
HARI /TANGGAL
NAMA
USIA (thn)
KEJADIAN
LOKASI
1.
17 Agust. 2009
Daud Lomi Pita
48
Tewas tertimbun galian mangan
RT 22 / RW 06 Dusun C, Desa Tubuhue, Kec. Amanuban Barat, TTS
2.
10/02/09
    Simon Linsini
    Etri Linsini

Tewas tertimbun tanah saat sedang menggali mangan
Kel. Naioni
3.
10/06/09
    Melianus Bariut
    Petrus Sabloit
    Ambrosius Seran
    Marice Ton
51
38
11
38
Tewas tertimbun saat sedang menggali mangan
Kiumabun, Desa Oebola dalam, Kec. Fatuleu, Kab. Kupang
4.
18 oktober 2009
    Klara Abuk
    Hans
50
30
Tewas Tetimbun tanah ketika sedang menggali batu mangan
Tuataun, Kec.Feoana, TTS
5.
1 Desember 2009
Agustinus Sila
30
Tewas mengenaskan dalam lubang tambang mangan
RT 09, Lingkungan 2, Kel.Oelami, Kec. Bikomi Selatan, TTU, Tempat penggalian mangan, Fatukoko
6.
1 Desember 2009
Timotius Sali Lisu
29
Ditemukan sekarat dilubang galian mangan, dan harus mnjalani perawatan intensif di RSU Kefamenanu
Kel. Oelami, Kec.Bikomi Selatan, TTU, Tempat penggalian mangan, Fatukoko
7
15 Desember 2009
Marta Laitoto
39
Tewan tertimbun tanah di lokasi tambang Nulopo
Kelurahan Ponu, Kecamatan Biboki Ainleu, Kabupaten TTU
8
27 Februari 2010
Marsel Amnesi
30
Tewas tertimbun tanah dilokasi penggalian mangan
RT 20 / RW 2, Naioni,Kupang (Lokasi penggalian mangan Oelnunfafi, kel. Naioni, Kec. Alak,Kota Kupang)
9
5 Mei 2010
Remon Aklili
8
Tewas tertimbun bongkahan tanah saat menggali batu mangan
Murid kelas 2, SDI Oelusapi, dusun 3, Desa Poto,Kec. Fatuleu Barat
10

Dita Nono
38
Tewas di tempat Penggalian Mangan
Desa Nimasi, Kecamatan Kab. TTU
11
10/01/10
Martinus Tasik
Maria Bita Luan

Tertimbun longsoran tanah akibat penggalian Mangan
Tabean B, Desa Tukuneno Kecamatan Tasifeto Barat, Kab. Belu
Sumber : Pos Kupang dan informasi lapangan
1Data ini dikumpulkan dari hasil liputan Pos Kupang, 2009 – 2011 dan beberapa data lapangan lainnya.
 
Harus dimengerti juga tentang apa dan bagaimana dampak dari pertambangan serta urgensinya bagi kondisi NTT sebagai provinsi kepulauan yang merupakan daerah ring of fire  yang mana rentan terhadap berbagai bencana seperti: kekeringan, longsor, gempa bumi, tsunami, banjir  serta bencana lainnya yang terus menjadi langganan masyarakat di pulau Timor.

Respon Para Pihak di Kabupaten TTU

Carut-marut pertambangan di Kabupaten TTU yang lagi santer dibicarakan publik baik media maupun dalam pembicaraan warga TTU dan pulau Timor pada umumnya. Pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten TTU telah menerbitkan 82 Surat Kuasa Pertambangan yang terdiri dari 64 Ijin KP eksplorasi dan 18 KPR dengan total areal tambang 92.532 hektar tidak termasuk areal tambang yang belum mendapatkan ijin.

Semangat jual murah, keruk habis bahan tambang sedang dipertontonkan dengan alasan  peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal, daerah ini terkenal dengan busung lapar, rawan tanah longsor, gagal panen. Dipikirnya bahwa pertambangan menjadi jawaban atas kemiskinan yang terus menggurita.

Merespon semua fakta permasalahan pertambangan mangan di Kabupaten TTU yang selalu diwarnai pro-kontra, DPRD Kabupaten TTU berinisiasi untuk menyikapi pertambangan mangan tersebut dengan membahasnya secara khusus. Dibentuklah Tim Panitia Khusus (Pansus) Mangan untuk melakukan kajian administrasi dan lapangan.

Lambannya inisiasi pembentukan Pansus Mangan di Kabupaten TTU, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Kefamenanu dan Gerakan Mahasiswa Indonesia (GMNI) cabang Kefamenanu mendesak DPRD TTU segera menindaklanjuti membentuk Tim Pansus. Aspirasi ini kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuk Tim yang beranggotakan: H. Frengky Saunoah, SE (Ketua), Yasintus Naif, SE (Wakil Ketua), Aloysius Talan, SP (Sekretaris) serta beranggotakan: Frans Tatang Salu, Atonius M. Z. Lake, SH.,  Karolus Sonbai, F. X. Dwiyanto Tantri Sanak, Thimotheus Atolan dan Agustinus Ndun. Tim ini kemudian melakukan aktivitas dalam rangka memberikan kesimpulan dan rekomendasi atas berbagai masalah yang berkaitan dengan pengelolaan pertambangan mangan di wilayah Kabupaten TTU.

Hasil kerja Tim Pansus sudah dirampung sejak akhir bulan Juni 2010 sesuai dengan Jadwal Sidang semestinya dilaporkan pada Sidang Paripurna tanggal 6 Juli 2010. Namun itu tidak bisa dijalankan karena ketidakhadiran Bupati TTU (Drs. Gabriel Manek. Msi.) lalu diputuskan untuk diundurkan sampai pada tanggal 8 Juli 2010. Akan tetapi pada kesempatan itu juga tidak dihadiri oleh Bupati TTU dan instansi-instansi terkait. Sikap menyepelehkan ini akhirnya berdampak pada belum terlaksananya Sidang I DPRD Kabupaten TTU tahun sidang 2010 dan fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah mundurunya penghargaan dan penghormatan terhadap Tugas, Fungsi, Wewenang dan Kedudukan DPRD sebagaimana diamanatkan oleh Ketentuan Peraturan Perundang-udangan.9

Pembentukan Pansus tidak ada niat apa pun yang terselubung mencederai dan mendiskreditkan individu dan atau sekelompok orang tertentu melainkan sebagai suatu wahana tertentu bagi terlaksananya penataan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang baik dalam semangat “good government and clean government”.

Akhirnya, pada tanggal 4 September 2010 dipresentasikan hasil kesimpulan dan rekomendasi DPRD TTU atas permasalahan pertambangan Mangan di Kabupaten TTU. Beberapa Kesimpulan10 diantaranya:
  1. Dalam menerbitkan Surat Keputusan Bupati tentang Ijin Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bupati Timor Tengah Utara telah melanggar Pasal 8 ayat 1, 2, 4, 5 huruf c dan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten TTU Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pertambangan Umum;
  2. Pemerintah Daerah melalui Dinas-Dinas terkait tidak melakukan pengawasan yang baik terhadap kegiatan pertambangan mangan sehingga investor telah melakukan kegiatan yang melampaui ijin yang diberikan dimana kegiatan yang dilakukan sudah pada tahap eksploitasi
  3. Penetapan harga yang tidak berpihak pada masyarakat sehingga tidak ada jaminan menuju kesejahteraan bagi masyarakat penambang
  4. Sistem Administrasi Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU sangat Amburadul sehingga berada di bawah garis kewajaran sebuah institus pemerintahan.
  5. Ada Ijin Kuasa Pertambangan Eksplorasi yang tidak tercatat pada dokumen pengiriman batu mangan (dok. Dari kantor Perhubungan laut Atapupu Atambuan).
Dari beberapa kesimpulan itu, DPRD TTU memberikan beberapa rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kabupaten TTU.  Beberapa rekomendasi11 yakni:
  1. Sehubungan dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik dilakukan secara sendiri atau bersama-sama terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pertambangan maka Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum melakukan proses hukum sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
  2. Pansus merekomendasikan  kepada paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum mengusut dugaan kerugian negara dan daerah;
  3. 3.Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum mengusut dugaan tindak pidana pemalsuan paraf Sekretaris Daerah kabupaten TTU
  4. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk meminta aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan pemalsuan surat Keputusan Bupati TTU tentang Ijin Kuasa Pertambangan Mangan oleh PT Tiara Utfar Mandiri dan PT Parikesit Tambang Jaya;
  5. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU untuk menghentikan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU Lodofikus Sila, SH dari jabatannya karena tidak mempunyai kecakapan dan kapasitas yang memadai untuk memimpin Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU;
  6. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU mencabut ijin Perusahaan-Perusahaan yang mendapat penolakan dari masyarakat dan melakukan praktek kolusi dengan oknum pada Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU
  7. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar segera melakukan revisi terhadap Perda Kabupaten TTU No. 5 Tahun 2003
  8. Pansus merekomendasikan kepada Paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar pengelolaan potensi pertambangan mangan lebih memprioritas pemberdayaan pengusaha lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat TTU dengan memberi akses yang luas untuk pola pengelolaan melalui Ijin pertambangan Rakyat [IPR]
  9. Pansus merekomendasikan kepada paripurna DPRD untuk menegaskan kepada Bupati TTU agar segera mencabut surat Keputusan Bupati tentang harga mangan dan selanjutnya harga mangan dibiarkan untuk mengikuti mekanisme pasar
  10. Pansus merekomendsikan kepada Paripurna DPRD agar menegaskan kepada Bupati TTU untuk segera melaksanakan Peraturan Bupati TTU Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pelimpahan sebagian Kewenangan Bupati di Bidang Peijinan kepada kepala KP2YSP Kabupaten TTU khususnya perijinan bahan Galian B karena sampai saat ini masih melekat pada Dinas Pertanbangan dan Energi
  11. Pansus merekomendasikan kepada Paripura DPRD untuk membentuk tim Pengawas Pelaksanaan Keputusan DPRD 
Dari beberapa kesimpulan dan rekomendasi ini, sejak dipresentasikan hingga hari ini belum ada kemajuan yang jelas dalam mengatasi permasalahan pertambangan mangan di kabupaten TTU.

Di tengah perguncingan itu, muncul kelompok civil society yang melakukan studi cepat, Perempuan dan Pertambangan Mangan di Timor Barat yang dikoordinir oleh Yayasan Bife Kuan. Hasil studi cepat ini kemudian ditindaklanjuti dengan Workshop “Perempuan dan Pertambangan Mangan di Timor Barat” yang dilakukan pada tanggal, 23 November 2010 dengan Nara Sumber: Bupati Kupang, Bupati TTU Terpilih (Raymundus Fernandez), Herry Naif (WALHI NTT) dan Fili Tahu (Direktris Yabiku). Ada beberapa poin rekomendasi yang dihasilkan, terutama harus ada penghentian sementara pertambangan mangan sampai pada sebuah kejelasan.

Setelah Pelantikan Bupati TTU, 21 Desember 2010 Bupati TTU terlantik (Raymundus Sau Fernandez) mengeluarkan SK Bupati No.188.33 pada tanggal 31 Desember 2011 bahwa untuk melakukan evaluasi kegiatan pertambangan dalam wilayah Kabupaten TTU serta untuk mewujudkan pengelolaan pertambangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan ketentuan perudang-perundangan:  sejak tanggal 1 Januari 2011 untuk sementara segala pengurusan berkaitan dengan perijinan pertambangan batu mangan baik IUP eksplorasi, IUP Operasi pertambangan maupun ijin pertambangan rakyat. 12

Sebagai tindak lanjut dari surat Penghentian Tambang Mangan di Kabupaten TTU,  dibentuklah Tim Verifikasi Mangan. Tim ini juga kemudian melakukan akvitasnya misalnya melakukan pemantauan lapangan, kajian administrasi. Dengan hasil itu, Yabiku13  menindaklanjuti program ini hingga pada penyusunan draft akademis menuju sebuah Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Pertambangan di Kabupaten TTU.
Untuk mencapai tujuan itu, dilakukan Seminar dan lokakarya: Membangun Tata Kelola Minerba yang Pro Eco-Populis, yang diselenggarakan oleh Yabiku, Oxfam Australia dan Pemkab TTU. Kegiatan ini dilakukan di hotel Frawijawa pada tanggal 20 – 21 Juni 2011. Kegiatan ini dihadiri oleh para pihak seperti: instansi-instansi terkait dengan lingkungan dan pertambangan, masyarakat, LSM, Pers, Pengusaha, Mahasiswa, kelompok perempuan dan para pihak lainnya. Narasumber dalam kegiatan tersebut, Bupati TTU, Ketua Pansus Mangan, Ketua Komisi C, Ketua Tim Verifikasi Mangan, Perwakilan CSO dan Ketua LKBH Undana.

Materi-materi yang disampaikan nara sumber dan peserta difokuskan pada kompromi akan adanya pertambangan dengan memperhatikan keadilan ekonomi dan reklamasi dilakukan pada pasca tambang. Pemerintah Kabupaten perlu menetapkan Peraturan Daerah (Perda) sesui dengan ketetapan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara (minerba) serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pengawasan Perijinan. Diyakini bahwa dengan hadirnya Perda tentang pengelolaan pertambangan mangan di Kabupaten TTU akan menyelesaikan berbagai konflik yang terungkap dalam forum-forum atau diskusi.

Analisis Dampak Pertambangan Mangan di Kabupaten TTU

Perubahan Bentangan Alam (landscape)

Luas wilayah kabupaten TTU adalah 2.669.70 km2 atau 5,6% dari Luas Provinsi NTT. Sedangkan, luas laut Kabupaten TTU adalah 950 km2. Dari luas wilayah daratan ini, diklasifikasi bahwa tanah yang rawan erosi seluas 142, 99 Ha (39,4%) sedangkan tanah yang relatif stabil seluas 161, 74 (60,6%).14

Penggalian dan pengambilan mangan di Kabupaten TTU yang dilegitimasi Pemerintah Kabupaten TTU dengan diterbitkannya 82 Surat Kuasa Pertambangan yang terdiri dari 64 Ijin KP eksplorasi dan 18 KPR dengan total areal tambang 92.532 hektar tidak termasuk areal tambang yang belum mendapatkan ijin. Kondisi ini diperparah dengan tanah rawan erosi di Kabupaten TTU, seluas 142,99 Ha (39,4%).

Permukaan tanah dikupas, digali, menjadi lubang-lubang, dan hilangnya keanekaragaman hayati, akibat perubahan bentangan alam dan kerusakan ekologi. “Selama ini, struktur perekonomian Kabupaten TTU didominasi sektor pertanian (74,7%) khususnya sub-sektor tanaman pangan yang menjadi tempat sebagian besar masyarakatnya mencari sumber penghasilan, sehingga keberadaan dan keberlangsungan sub sektor ini menjadi sangat strategis”.15

Perubahan bentangan alam yang tergambar jelas dalam ratusan lubang yang kedalamannya 2 – 8 meter. Selain itu berdampak juga pada menyempitnya lahan pertanian rakyat. Alasan cuaca ekstrem selama dua tahun 2009 – 2010 ini mestinya menjadi kajian pemerintah kabupaten dan memfasilitas rakyat menuju musim paceklik (keterdesakan ekonomi) seperti yang dialami sekarang. Bukannya memperparah kondisi ekologi dengan banyak tanah dibongkar (lubang). Praksisnya tidak gampang dipulihkan untuk dijadikan lahan pertanian seperti sebelumnya.
   
Kerusakan Tata Hidrologi Air

Ketersedian air sangat bergantung pada luas hutan dimana berfungsi sebagai water cathcman area (kawasan penangkapan air). Kabupaten TTU memiliki luas hutan seluas 126,235 ha (47,3%) dari luas wilayah daratan16. Itu berarti, Kabupaten TTU memiliki kawasan penyangga yang memenuhi syarat, tetapi apakah kondisinya memenuhi syarat sebagai hutan. Ataukah itu hanya data administratif yang tidak pernah dimoratorium kerusakannya?Logikanya, bila Kabupaten TTU memiliki wilayah hutan seluas itu dalam kondisi baik semestinya tidak ada permasalahan kekurangan air seperti yang dialami?

Kenyataan bahwa sebagian besar wilayah TTU ada daerah kekurangan air. Malah ada tempat yang ketiadaan air. Masyarakat dapat memenuhi kebutuhan air dengan mendatangkan air dari tempat yang jauh. Misalnya: warga kota kefa memenuhi kebutuhan air dengan berharap pada air yang didatangkan dari Sumber Mata Air di Mutis.
Belum ada itikad baik pemerintah kabupaten TTU dalam proses pemulihan ekologi.

Pertambangan mangan berdampak pada kerusakan hutan dan perubahan tata hidrologi air. Pertambangan mangan dilakukan di luar kawasan hutan pun akan sangat mengganggu ekologi dimana akan menimbulkan pencemaran udara dan air. Kondisi keterbatasan air ini pun akan semakin menambah permasalahan karena air juga harus didistribusi untuk persawahan rakyat dan berbagai kebutuhan lainnya. Mumpung, belum dilakukan proses pencucian dan pemurnian mangan dilakukan di wilayah kabupaten TTU.

Limbah Beracun/Tailing

Secara teoritis, mangan adalah kimia logam aktif, abu-abu merah muda yang di tunjukkan pada symbol Mn dan nomor atom 25. Ini adalah elemen pertama di Grup 7 dari tabel periodic. Mangan merupakan dua belas unsur paling berlimpah di kerak bumi (sekitar 0,1%) yang terjadi secara alamiah. Mangan merupakan logam keras dan sangat rapuh. Sulit untuk meleleh, tetapi mudah teroksidasi. Mangan bersifat reaktif ketika murni, dan sebagai bubuk itu akan terbakar dalam oksigen, bereaksi dengan air dan larut dalam asam encer. Menyerupai besi tapi lebih keras dan lebih rapuh.”17

Mangan bila diserap tubuh terlalu banyak akan merusak hati, membuat iritasi, karsinogen  atau menyebabkan kanker. Kondisi ini dikwatirkan akan menimpah para penambang mangan di Kabupaten TTU yang tanpa dilengkapi dengan masker dan kaos tangan. Perlahan-lahan penambang mengalami keracunan.

Mengenai hal tersebut ada warga yang melakukan eksperimen dengan merendam mangan di air dan kemudian air tersebut diberikan kepada anjing. Hasilnya bahwa anjing tersebut mati.18

Dari eksperimen rakyat tersebut, disimpulkan bahwa mangan memiliki kadar racun yang cukup tinggi. Bisa dibayangkan bila itu kemudian dialami oleh penambang, yang tidak pernah mengetahui dampak fatal tersebut. Rakyat menambang tanpa mengerti apa dampak dari pertambangan mangan.

Pragmatis Ekonomi-Politik

Politik sesungguhnya memiliki arti yang sangat luhur, dimana tercipta banyak cara untuk mecapai kesejahteraan bersama (bonum commune). Apakah itu sungguh terjadi? Ataukah politik telah disalahpahami untuk kekuasaan dan meraup keuntungan untuk diri penguasa dan kelompoknya.

Dalam konteks perhelatan politik di kabuapten TTU, pertambangan menjadi sesuatu yang dipakai sebagai kampanye publik untuk meraup kemenangan demokrasi. Tetapi apakah kemenangan itu kemudian berdampak pada perbaikan pengelolaan sumber daya alam.

Pada masa kepemimpinan sebelumnya (2005 - 2010), pemerintah Kabupaten TTU menerbitkan 82 Surat Kuasa Pertambangan yang terdiri dari 64 Ijin KP eksplorasi dan 18 KPR dengan total areal tambang 92.532 hektar tidak termasuk areal tambang yang belum mendapatkan ijin.  Argumentasi Pemerintah yang diwakili Dinas Pertambangan Kabupaten TTU bahwa ada jaminan tiap titik 50 juta. Bila didistribusikan pada titik tambang maka tidak ada artinya dibanding kerusakan yang ditimbulkan. Dana itu bila diperlukan untuk rabat jalan dusun pada sebuah desa juga tidak cukup.

Kepemimpinan TTU (2010 – 2015) tetap melihat pertanian dan peternakan sebagai lokomotif pembangunan Kabupaten TTU. Tetapi kenyataan bahwa dunia pertambangan pun tetapi mendapat perhatian serius dimana sedang didorong adanya Perda Pertambangan. Malah sementara juga dilakukan penyesuaian ijin pertambangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan PP 22 dan PP 23 Tahun 2010. Dari 60 pemohon Kuasa Pertambangan sementara 48 IUP Eksplorasi dalam taraf proses penyesuaian sambil menunggu kajian AMDAL dari Bapedalda TTU.

Dari kenyataan ini terlihat bahwa sistem politik yang ada cendrung pro tambang. Semua proses yang sedang dilakukan hanyalah simbol kompromistis antara berbagai kepentingan pemodal dan para pihak berkepentingan. Bahwa harmonisasi para pihak ini apakah akan melahirkan sebuah konsep perbaikan ekologi atas berbagai kerusakan yang telah ditimbulkan akibat pertambangan.
   
Kearifan Lokal Tergusur

Masyarakat dawan menganalogikan bumi seperti seorang manusia. Batu dipandangnya sebagai tulang, tanah sebagai daging, hutan sebagai paru-paru dan air adalah darah yang terus mengalir. Keluhuran pandangan ini harus dipelihara  anak cucu masyarakat dawan, yangmana bernuansakan perlindungan bumi dan isinya demi menjaga keseimbangan ekologi.

Akibat pergeseran zaman, sosial communal yang dihidupi masyarakat dawan gampang digeser kepentingan individualistik - kapitalistik. Hubungan sosial terbentuk karena kesamaan kepentingan atas pengelolaan sumber-sumber produksi setempat, kesamaan atas tanah dan kekayaan alam, serta kesamaan sejarah dan adat budaya. Direnggutnya penguasaan masyarakat atas tanah dan kekayaan alam menyebabkan fondasi modal sosial mereka lenyap dan berdampak pada: lenyapnya daya ingat sosial, hilangnya tatanan nilai sosial yang dulunya dimiliki komunitas. Misalnya, budaya nekaf mese ansaof mese akan ditinggalkan akibat perebutan mineral (mangan).
   
Keracunan Bumi dan Manusia

Mangan diserap tubuh terlalu banyak akan merusak hati, membuat iritasi, karsinogen atau menyebabkan kanker atau menurunnya daya tahan tubuh, karena merosotnya mutu kesehatan, mental warga, dan seringkali munculnya penyakit-penyakit baru, baik penyakit yang berupa metabolisme akut akibat pencemaran (udara, air, tanah dan bahan-bahan hayati yang dikonsumsi), penyakit menular (kelamin)dan penyakit lain yang dibawa oleh pekerja yang berasal dari luar daerah.

Di Kabupaten TTU, jumlah penderita rawat jalan pada Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan RSUD Kefamenanu selama 2006 sebanyak 17248 kali kunjungan (pasien) atau turun 11,8% dibanding tahun 2005 (19568). Jenis penyakit yang dominan masing-masing: Infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA) 50,8 %, penyakit lainnya 29,6%, penyakit dengan tanda gejala tak jelas lainnya 6,3%, penyakit yang lainnya di bawah 5%. Sedangkan Penderita rawat inap selama tahun 2006 pada RSUD Kefamenanu sebanyak 2.267 kunjungan (pasien) atau turun 38,3 persen dari keadaan tahun sebelumnya. Penyakit dominan untuk kunjungan rawat inap: Diare 34,7% penyakit lainnya sebesar 24,6 %, pneumonia 11,5%, penyakit dengan tanda gejala dan keadaan tak jelas 5,69%, malaria 5,43%, penyakit lainnya dibawah 5% (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan (TTU).

Pertambangan mangan yang dilakukan manual di Kabupaten TTU akan berakibat buruk terhadap kondisi kesehatan masyarakat Kabupaten TTU akibat tercemarnya lahan pertanian, sumber air dan peternakan. Sebelum adanya pertambangan mangan di Kabupaten TTU, penyakit dominan yang dialami adalah ISPA (Infeksi memperburuk kondisi kesehatan masyarakat kabupaten TTU. Dengan 82 SKP yang dilakukan hampir di seluruh wilayah kabupaten TTU. Pencemaran bumi dialami akibat pertambangan pada wilayah tertentu.

Kondisi ini diperparah karena Dinas Kesehatan Saluran Pernapasan Akut) dan diare akan mengalami peningkatan yang luar biasa, karena tercemarnya udara, air dan lahan pertanian. Sebelum pertambangan, data BPS (2006) menunjukkan dari 236.853 balita, 142. 535 dalam keadaan baik gizinya, 78.883 mengalami gizi sedang dan 15.435 mengalami gizi buruk.

Jumlah balita yang mengalami gizi buruk ini akan mengalami peningkatan karena ibu hamil dan anak juga ikut dalam pertambangan mangan. Apalagi, kedua penyakit ini memiliki korelasi dengan pencemaran udara dan air. Untuk itu, pencemaran udara dan air akibat pertambangan mangan akan  sendiri tidak memiliki rekomendasi layak tidaknya pertambangan. Dinas Kesehatan bukan pemadam kebakaran tetapi mestinya sebelum pertambangan Dinas Kesehatan sudah memiliki Kajian tentang dampat Pertambangan bagi kesehatan masyarakat.    

Pola Konsumeristik dan Kapitalistik

Kehilangan sumber produksi (tanah dan kekayaan alam) melumpuhkan kemampuan masyarakat setempat menghasilkan barang-barang dan kebutuhan pangan.

Pertambangan mangan akan mempersempit lahan pertanian dan peternakan yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat TTU. Misalnya, pengembangbiakan ternak sapi 70.229 (2005) meningkat menjadi 75. 475 (2006) (lihat: Timor Tengah Utara dalam Angka 2006/2007, BPS TTU dan BAPEDA TTU). Artinya, ternak sapi sangat cocok dikembangkan di Kabupaten TTU yang selama ini juga menjadi pendapatan alternatif rakyat dalam memenuhi hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan dan perumahan.

Rusaknya tata konsumsi. Pertambangan mangan akan membawa perubahan pola konsumsi yang individualistik dan konsumeristik. Masyarakat akan sangat bergantung pada pada pasokan pangan dari luar. Selain itu pertambangan berdampak pada rusaknya tata distribusi. Kegiatan distribusi setempat semakin didominasi oleh arus masuknya barang dan jasa ke dalam komunitas. Biasanya awal sebuah  pertambangan dibangun opini publik bahwa pertambangan akan membawa kesejahteraan dengan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat setempat.

Kenyataan di berbagai tempat lain, janji investor dan Pemerintah Kabupaten TTU adalah peningkatan ekonomi rakyat akan berubah roman menjadi kuli di negeri sendiri, seperti yang terjadi pada Pertambangan Buyat Minahasa Raya dimana warga harus meniggalkan tempat kelahirannya karena tidak mampu menanggung derita dampak pertambangan.

Kesimpulan

Akselerasi pembangunan melalui pengelolaan sumber daya alam terutama melalui bidang pertambangan sebagai jawaban untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), penyedian lapangan kerja, percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan desa tertinggal atau pengurangan kemiskinan di kabupaten TTU perlu dicermati. Para pelaku pertambangan juga selalu memberikan ilusi-ilusi tentang kemakmuran dan kesejahteraan dari eksploitasi kekayaan alam yang dikeruk dari bumi Indonesia umumnya dan Kabupaten TTU pada khususnya adalah mantera yang digulirkan terus-menerus untuk menghegemoni rakyat bahwa kehadiran industri tambang mangan mutlak diperlukan.

Dari kenyataan yang ada, belum pernah ada bukti. Tambang Emas Freeport di Papua hanya bisa dibanggakan Indonesia sebagai Tambang Emas terbesar tetapi hasilnya adalah Propinsi Papua menjadi propinsi termiskin. Atau tambang Buyat Minahasa, masyarakat setempat harus melepastinggalkan tanah warisan leluhur karena tidak mampu menanggung derita akibat pertambangan.

Prinsipnya, pertambangan merusak sistem hidrologi tanah sekitarnya melalui penggalian. Masyarakat hanya akan menjadi penikmat warisan jutaan ton limbah tambang dan kerusakan lingkungan dan sosial lainnya. Apalagi dicermati bahwa lingkungan hidup di NTT diambang kegentingan akibat pemanasan global, global warming dan perubahan iklim, climate change yang terus terjadi.

Apabila kondisi ini tidak disikapi secara objektif oleh pemerintah maupun masyarakat TTU, tidak heran wilayah ini akan mengalami kondisi yang mengenaskan. Pertama, bumi Biinmaffo berada di antara tiga lempeng yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng pasifik Pan lempeng Eurosia. Karena letak ini, maka tak heran wilayah ini sering terjadi bencana. Kedua, bumi Biinmaffo berada di Pulau Timor yang merupakan gugus pulau kecil karena itu sangat rentan dengan kehilangan pulau. Ketiga, bumi Binmaffo tidak hanya bisa dibangun dengan pertambangan. Kabupaten TTU bisa membangun dengan potensi alam dalam bidang pertanian dan kelautan yang terkandung di dalamnya. Keempat, bumi Biinmaffo harus dikembalikan keasriannya dengan menolak seluruh pertambangan yang sedang diproses, karena pertambangan akan menghancurkan ekosistem yang ada di Kabupaten TTU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar